Tanggapan Ringkas terhadap Syubhat Syubhat
CURHAT KARENA ADA SYUBHAT
PENDAHULUAN
بِسم الله الرَّحمنِ الرَّحِيم
الحَمْدُ لله، أَحْمَدُه، وأستعينُه، وأستغفرُهُ، وأَشْهَدُ أنْ لا إلَهَ إلا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ، وأشهدُ أنَّ مُحَمَّدًا عبْدُه ورَسُولُه.
أمّا بعدُ:
Ini termasuk dari beberapa syubhat yang bersumber dari orang-orang yang Alloh lebih tahu tentang apa yang ada di dalam hati-hati mereka, mereka terus menerus menebarkan syubhat ini dan Alhamdulillah ada yang mencurhatkannya, dan kemudian sampailah kepada kami.
Pada kesempatan ini, kami bersengaja memberikan tanggapan yang sangat ringkas terhadap syubhat-syubhat tersebut, dan kami namai tulisan ini dengan “Curhat karena ada Syubhat“.
Semoga dengan tulisan singat dan ringkas ini semakin membuka pemahaman bagi yang masih memiliki hati dan semoga dengannya pula menjadikan binasa orang-orang yang telah mati hatinya.
وصَلَّى اللَّهُ على مُحَمَّد وَآلِهِ وَصَحْبِه وَسَلِّم
Ditulis oleh:
Abu Ahmad Muhammad bin Salim Al-Limboriy
Semoga Alloh mengampuninya, mengampuni kedua orang tuanya dan suadara-saudarinya
Syubhat yang Terhebat:
Permasalahan inter’n (antara sesama) Salafiyyin tidak boleh ditampakkan di publik (umum) dan harus ditutup rapat-rapat karena akan membuat orang-orang semakin menjauh dari da’wah Ahlissunnah As-Salafiyyah.
Tanggapan yang Terkuat:
Adapun perkataannya “Permasalahan intern (antara sesama) Salafiyyin tidak boleh ditampakkan” ini bersifat umum, di dalam keumuman tersebut masuk di dalamnya masalah ad-diin dan al-‘ilmu, jika perselisihan umat Islam terdahulu seperti fitnah yang terjadi di kalangan Amirul Mu’minin Ali bin Abi Tholib dengan saudaranya Mu’awiyah bin Abi Sufyan dikatakan tidak boleh ditampakkan atau harus ditutup rapat-rapat dengan alasan seperti tersebut maka mampukah mereka menyita buku-buku SKI (Sejarah Kebudayaan Islam) yang begitu banyak?!!!, mampukah mereka membolak-balikan hati-hati atau menghilangkan ingatan orang-orang yang pernah mengetahui kejadian atau permasalahan tersebut?!!!, maka tentu mereka tidak akan sanggup, dan kenyataan juga telah membuktikan bahwa kejadian itu tidak membuat manusia menjauh dari da’wah Ahlissunnah bahkan dengan kejadian itu membuat manusia semakin mengetahui bahwa begitulah fitnah dan ujian, ketika seseorang sudah masuk Islam –yang sebelumnya dia sudah tahu masalah-masalah seperti itu- maka dia tidak akan kaget kalau ada masalah baru yang semisal.
Adapun perkataannya “karena akan membuat orang-orang semakin menjauh” maka ini adalah alasan yang tidak bisa diterima, bahkan semakin menampakan atas ketidak benaran dan ketidak jujuran, karena mereka menampakan bahwa mereka tidak ada permasalahan namun ternyata ketika seseorang masuk di dalam barisan tersebut didapatilah apa yang disembunyikan itu.
Kita tidak dibenarkan menyembunyikan dalil tentang disyari’atkannya hajr (tidak ajak bicara atau boikot), dan kita tidak mengingkari dan tidak mendustakan kalau di zaman Rosululloh (صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) dahulu ada hajr, dan bahkan permasalahan ini dilakukan oleh Nabi (صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) dan para shohabatnya, mereka menghajr Ka’ab bin Malik, dan ini tersebar sampai di pasaran, tidak hanya itu bahkan sampai ke negri kafir, mereka mengetahui permasalahan ini, sampai seorang Raja di negri Ghossan menulis surat untuk Ka’ab bin Malik supaya meninggalkan Rosululloh (صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) dan para shohabatnya dan supaya beliau bergabung dengan mereka di kerajaan Ghossan, akan tetapi Ka’ab bin Malik yang kuat keimanannya tidak tertipu dengan itu.
Apakah si pemilik syubhat dan yang semisalnya akan menahan hadits ini karena menyinggung masalah inter’n antara sesama Ahlissunnah wal Jama’ah?, ataukah si pemilik syubhat akan mencela para perowi kisah ini karena menyebarkannya di kalangan publik (umum)?.
Begitu pula kita tidak mengingkari dan tidak mendustakan kalau ada yang menyatakan bahwa di kalangan orang-orang Islam ada perselisihan dan perpecahan, kita tidak mengingkari demikian itu karena Rosululloh (صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata:
«وَتَفْتَرِقُ أُمَّتِي عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً»
“Akan berpecah belah umatku menjadi 73 (tujuh puluh tiga) firqoh (golongan)”.
Kita sebutkan perpecahan itu dan kita jelaskan bahwa yang benar dan selamat dari golongan-golongan tersebut hanya satu yaitu orang-orang yang berpegang teguh kepada sunnah Nabi (صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) sebagaimana perkataannya dalam suatu riwayat:
«مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِي»
“Apa yang aku dan para shohabatku berada di atasnya”.
Begitu pula kita tidak mengingkari dan tidak mendustakan kalau dikatakan bahwa pada barisan Ahlissunnah ada perselisihan, sebagaimana kita tidak mengingkari pula adanya orang-orang berakal di negri Saudi Arobia menyatakan bahwa sekarang Ahlussunnah di Dammaj berselisih yaitu perselisihan antara Syaikhuna Yahya Al-Hajuriy dengan beberapa masyayikh.
Kita tidak mengingkari ini, namun kita jelaskan bahwa setiap ada perselihan mengharuskan ada yang berada di atas al-haq, karena Rosululloh (صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata:
«إِنَّ أُمَّتِي لَا تَجْتَمِعُ عَلَى ضَلَالَةٍ»
“Sesungguhnya umatku tidak akan berkumpul di atas kesesatan”.
Dan Alhamdulillah permasalahan tersebut yang berada di atas kesalahan dan kesesatan adalah sebagian masyayikh tersebut, mereka itu adalah Muhammad bin Abdil Wahhab Al-Washobiy, Muhammad bin Abdillah Ar-Rimiy, Al-Buro’iy, Ash-Shoumaliy dan jaringan mereka, adapun Syaikhuna maka beliau adalah sunniy, salafiy, imam Daril Hadits Dammaj dan beliau adalah Asy-Syaikh An-Nashihul Amin.
Kemudian kita tidak mengingkari dan tidak mendustakan pula apa yang tersebar bahwa tidak semua orang yang ada di Dammaj adalah orang-orang sholih, namun ada pula penjahat, ada pencuri atau ada pelaku ma’siat, ada yang suka memukul, ada yang pemalas (bukan penuntut ilmu sejati) dan yang semisal itu.
Kita tidak mengingkari dan tidak mendustakan itu semua namun kita katakan: “Jangankan di Dammaj, di zaman Nabi (صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) saja ada seperti itu, tidak benar kalau seseorang mengatakan bahwa di Madinah ketika itu semua orang adalah sholih (baik) bahkan ada orang-orang munafiq, ada orang jahat dan yang semisalnya, ini diperjelas dengan perkataan Umar kepada Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ):
«يَا رَسُولَ اللَّهِ يَدْخُلُ عَلَيْكَ البَرُّ وَالفَاجِرُ، فَلَوْ أَمَرْتَ أُمَّهَاتِ المُؤْمِنِينَ بِالحِجَابِ، فَأَنْزَلَ اللَّهُ آيَةَ الحِجَابِ»
“Wahai Rosululloh, yang masuk padamu ada yang baik dan ada yang jahat, kalau kamu perintahkan Ummahat Al-Mu’minin (sitri-istrimu) untuk berhijab!”.
Dan ini diperjelas pula dengan perkataan Zaid bin Arqom ketika mengisahkan pertempurannya, diantara perkataannya adalah:
“فَأَتَى عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أُبَيٍّ رَأْسُ الْمُنَافِقِينَ”.
“Maka datanglah Abdulloh bin Ubaiy yang dia adalah pentolannya orang-orang munafiq”.
Syubhat yang Jahat:
Kalau menjawab pertanyaan itu harus sebutkan perkataan ulama karena kita ini siapa?
Tanggapan yang Tepat:
Orang-orang yang membikin syubhat seperti ini apa sebenarnya yang mereka inginkan dari kami?, apakah mereka menginginkan dada ini sesak?, atau apa yang mereka inginkan?:
{رَبِّ اشْرَحْ لِي صَدْرِي (25) وَيَسِّرْ لِي أَمْرِي (26) وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِنْ لِسَانِي (27) يَفْقَهُوا قَوْلِي (28) وَاجْعَلْ لِي وَزِيرًا مِنْ أَهْلِي}
“Ya Robbku, lapangkanlah dadaku ini, dan mudahkanlah bagiku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lisanku; supaya mereka memahami perkataanku, dan jadikanlah untukku seorang pembantu dari keluargaku”.
Awalnya mereka beranggapan tidak bolehnya menjawab pertanyaan kecuali mufti, selain mufti tidak boleh menjawab pertanyaan, jadi seakan-akan yang layak menjawab pertanyaan itu hanyalah Sa’id ‘Aqil As-Sufiy Al-Andunisiy, Yusuf Al-Qordawiy, atau yang semisal keduanya dari para pemberi fatwa.
Mereka juga berupaya menahan dari menulis atau berda’wah dengan alasan yang beraneka ragam, sampai penanggung jawab atau orang yang memiliki kedudukan dijadikan sarana untuk melakukan pencegahan atau pelarangan, tidak hanya itu masyayikh pun didatangi, diupayakan dan dibujuk supaya ikut andil –لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ-, dan berbagai macam cara diterjang supaya menggapai tujuan, teringat dengan suatu problema yang dahulu ketika Al-Ustadz Yoyok Nugroho sedang semangat-semangatnya berda’wah di Surabaya tiba-tiba Agus Su’aidi bin Husnunnuri As-Sidawiy berkata: “Sibuk berda’wah tok!, belajarnya tidak!”, aneh tapi nyata, orang semisal Agus Su’aidi bin Husnunnuri As-Sidawiy bisa berkata seperti ini, terus dia siapa? dan dia belajar dengan siapa?!!!.
Bahkan tidak hanya itu untuk menghentikan orang lain dari berda’wah mereka pun menggunakan dengan berbagai macam cara, diantaranya menghubungi orang-orang tertentu, hal ini sebagaimana yang telah dilakukan oleh para hizbiyyun, menghubungi pihak kepolisian untuk ikut terlibat dalam urusan da’wah, belum lama terjadi di Ambon, para hizbiyyin ketika berupaya untuk mencegah dan menghalangi diadakannya dauroh masyayikh Ahlissunnah di Ambon mereka pun mendatangi polisi supaya menghentikan kegiatan dauroh tersebut dengan alasan murahan karena tanpa ada izin dari RT/RW atau karena tanpa ada yayasan dan izinnya?.
Mereka bangga dengan menyebutkan yayasan mereka padahal yayasannya memiliki utang milyaran rupiah ke orang yang mereka zholimi, mereka tanpa malu menyebutkan RT mereka, padahal RT mereka di kampung Kisar dibangun di tanahnya orang yang mereka zholimi.
Dahulu mereka memiliki kesamaan ide dalam upaya untuk menahan dan mentahdzir dari tulisan-tulisan kami dengan berbagai macam alasan, namun mereka tidak akan bisa –dengan izin Alloh-, walaupun mereka melarang disebar di lokasi mereka namun di daerah lain akan tersebar, Insya Alloh tulisan-tulisan dan da’wah kami tidak akan tercegah dan terhalangi, karena tulisan-tulisan dan da’wah sesat saja sudah tersebar luas apalagi tulisan-tulisan dan da’wah kami yang berada di atas al-haq, dan kami berharap kepada Robb kami untuk menjadikan kami termasuk dari golongan yang disebutkan oleh Rosul-Nya:
«لَا يزالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي عَلَى الْحَقِّ مَنْصُورِينَ، لَا يَضُرُّهُمْ مَنْ خَالَفَهُمْ، حَتَّى يَأْتِيَ أَمْرُ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ»
“Akan senantiasa ada segolongan dari umatku di atas al-haq (kebenaran) yang ditolong, tidak memudhoratkan mereka orang yang menyelisihi mereka, sampai datang perkara (keputusan)nya Alloh (عَزَّ وَجَلَّ)”.
Kalaupun kami sudah meninggalkan dunia ini, Insya Alloh akan bermunculan generasi baru yang akan melakukan estafet dan meneruskan perjuangan ini, walaupun nanti banyak para du’at akan berjatuhan pada pertempuran di kancah jihad dalam membela sunnah Nabi (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) sebagaimana telah ada yang melihat di dalam mimpinya namun akan bangkit para pengganti yang lebih berkualitas dan bersumber daya:
{فَسَوْفَ يَأْتِي اللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى الْكَافِرِينَ يُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا يَخَافُونَ لَوْمَةَ لَائِمٍ ذَلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ} [المائدة: 54]
“Maka kelak Alloh akan mendatangkan suatu kaum yang Dia mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mu’min, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Alloh, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Alloh, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Alloh adalah As-Sami’ (Maha Luas), lagi Al-‘Alim (Maha Mengetahui)”. (Al-Maidah: 54).
Syubhat yang Hangat:
Orang-orang yang ada di Dammaj hanya menuntut ilmu dan beribadah saja dan tidak bekerja (mencari penghidupan)?.
Tanggapan yang Tepat:
Orang yang berda’wah dan menuntut ilmu ilmu itu berbeda-beda, adakalanya orang berda’wah muncul dari upaya sendiri, dia berda’wah atau menuntut ilmu tanpa ada dukungan dari yang lain, dan ada pula yang berda’wah atau menuntut ilmu dengan dukungan dari yang lain.
Bila keadaannya dia berda’wah atau menuntut ilmu dari usaha dan upayanya sendiri dalam artian tidak ada yang mendukungnya maka seperti ini menuntutnya untuk pandai-pandai mengatur waktunya, sewaktu-waktu dia berda’wah sambil menuntut ilmu, dan di waktu yang lain dia gunakan untuk bekerja untuk urusan kehidupannya dan urusan yang berada di bawah tanggungannya, dia mengkompromikan antara urusan ad-diin (agama) dan urusan ad-dunyah (dunia), dia berda’wah atau menuntut ilmu sambil bekerja, Alloh (تعالى) berkata:
{وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ} [القصص: 77]
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Alloh kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (keni’matan) dunia dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Alloh telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi, sesungguhnya Alloh tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”. (Al-Qoshshosh: 77).
Adapun kalau berda’wah atau menuntut ilmu dengan dukungan sepenuhnya dari yang lain (dengan tanpa diminta), maka seperti ini tidak mengapa baginya untuk berda’wah sambil menuntut ilmu dengan tidak bekerja, hal ini sebagaimana yang terjadi di Dammaj, bahkan Syaikhuna sangat mengherankan kepada beberapa orang dari thullab (para penuntut ilmu) yang sibuk bekerja padahal di markaz sudah disediakan makan gratis 3 (tiga) kali sehari, asrama juga disediakan bagi yang tidak mampu membeli bilik (kamar), maka apa yang kurang?, mungkin bekerja untuk kebutuhan seperti beli sabun atau beli kutub (kitab-kitab) namun sangat mengherankan hari-harinya sibuk untuk bekerja terus untuk apa?.
Dan kita ketahui bahwa para muhsinin yang memberikan banyak bantuan kepada markaz Dammaj dengan maksud untuk ketentraman para du’at (da’i-da’i) dan para penuntut ilmu, supaya mereka benar-benar terfokus kepada tujuan mereka untuk berda’wah sambil menuntut ilmu.
Dahulu syaikhuna pernah bekerja, karena pekerjaannya teranggap rendah maka sebagian hizbiyyin mencelanya karena itu, tidak hanya beliau kami saja kalau seandainya tidak ada bantuan dari para muhsinin yang begitu perhatian maka kami siap untuk bekerja, kami Alhamdulillah sudah terbiasa bekerja, dari kecil sekitar umur 5 (lima) tahun kami sudah bekerja di kebun membantu ibu kami Rohimahulloh, pulang dari kebun kami jualan kue dan pisang goreng, jualannya keliling kampung, dari umur tersebut kami terus bekerja hingga kami berumur dewasa, begitu pula kakak kandung kami Abul Abbas Harmin Rohimahulloh bekerja, bahkan beliau bekerja sambil sekolah sampai menyelesaikan kuliahnya, terkadang beliau bekerja dengan menanam sayur-sayuran kemudian ke pasar menjualnya dan terkadang jualan di pasar Batu Merah Ambon, begitu pula saudara-saudari kandungku semuanya bekerja.
Tidaknya hanya kami sebagai ummat Muhammad (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ), namun Muhammad (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) juga bekerja, setelah beliau sangat sibuk dengan da’wah dan membimbing kaum muslimin beliau kemudian meninggalkan pekerjaan, Asy-Syaikhon meriwayatkan di dalam “Ash-Shohihain” dari hadits Jabir bin Abdillah (رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا), beliau berkata:
“كُنَّا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَجْنِي الكَبَاثَ، وَإِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: «عَلَيْكُمْ بِالأَسْوَدِ مِنْهُ، فَإِنَّهُ أَطْيَبُهُ» قَالُوا: أَكُنْتَ تَرْعَى الغَنَمَ؟ قَالَ: «وَهَلْ مِنْ نَبِيٍّ إِلَّا وَقَدْ رَعَاهَا»”.
“Dahulu kami bersama Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) memetik buah dari buah-buahan pohon arok, dan sesungguhnya Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata: “Petiklah yang hitam karena dia yang paling harumnya”, mereka (para shohabat) bertanya: “Apakah dahulu kamu mengembala kambing?, beliau berkata: “Tidaklah dari setiap Nabi melainkan telah mengembalanya”.
Dalam suatu riwayat dengan lafadz:
“يَا رَسُولَ اللهِ، كَأَنَّكَ رَعَيْتَ الْغَنَمَ، قَالَ: «نَعَمْ، وَهَلْ مِنْ نَبِيٍّ إِلَّا وَقَدْ رَعَاهَا»”.
“Wahai Rosululloh, seakan-akan engkau pernah mengembala kambing?, beliau berkata: “Iya, tidaklah dari Nabi melainkan telah mengembalanya”.
Begitu pula Nabiulloh Musa mengembala kambing, bahkan pekerjaan mengembala tersebut menjadi maharnya, Alloh berkata tentang kisahnya:
{قَالَتْ إِحْدَاهُمَا يَا أَبَتِ اسْتَأْجِرْهُ إِنَّ خَيْرَ مَنِ اسْتَأْجَرْتَ الْقَوِيُّ الْأَمِينُ (26) قَالَ إِنِّي أُرِيدُ أَنْ أُنْكِحَكَ إِحْدَى ابْنَتَيَّ هَاتَيْنِ عَلَى أَنْ تَأْجُرَنِي ثَمَانِيَ حِجَجٍ فَإِنْ أَتْمَمْتَ عَشْرًا فَمِنْ عِنْدِكَ وَمَا أُرِيدُ أَنْ أَشُقَّ عَلَيْكَ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّالِحِينَ (27)} [القصص: 26، 27]
“Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: “Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) adalah orang yang kuat lagi dapat dipercaya”. Dia berkatalah: “Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua putriku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, maka aku tidak hendak memberatkanmu, dan kamu Insya Allah akan mendapatiku termasuk orang- orang yang baik”. (Al-Qoshshosh: 26-27).
Setelah itu beliau keluar da’wah dan tidak ada penjelasan lagi bahwa beliau masih mengembala, karena beliau sudah sangat sibuk dengan da’wahnya.
Maka bukanlah suatu aib bagi seseorang yang tidak bekerja karena ada yang memberinya dukungan, Alhamdulillah para ulama Ahlissunnah banyak bahkan hampir semua tidak bekerja karena mereka didanai oleh para muhsinin, para muhsinin meninginkan supaya mereka benar-benar terfokus kepada da’wah dan ilmu, maka bila seperti ini keadaannya kalau kemudian mereka tidak menggunakan apa yang divasilitasi tersebut maka teranggap mereka menelantarkan amanah dan kepercayaan.
Berbeda halnya dengan sebagian orang tidak ada yang mendukungnya namun dia tidak juga mau bekerja, yang pada akhirnya dia pun menempuh dengan menerjang larangan syar’iat, mendirikan jam’iyyah atau mengemis dengan alasan karena sibuk da’wah, bila keadaannya seperti ini maka sungguh dia benar-benar tercela.
وصَلَّى اللَّهُ على مُحَمَّد وَآلِهِ وَصَحْبِه وَسَلِّم.
Sumber :
https://ashhabulhadits.wordpress.com/2013/03/27/curhat-karena-ada-syubhat/#more-2416
Komentar
Posting Komentar