Dakwah nya Rosulullooh Shollallohu 'alaihi wa sallam

BEGINILAH DAKWAH RASULULLAH  shollallohu 'alaihi wasallam

Ditulis oleh:

Abu Ahmad Muhammad bin Salim Al-Limboriy

Di Darul Hadits Dammaj-Sho’dah-Yaman

Pada tanggal 1 Dzul Hijjah 1434

KEADAAN UMAT MANUSIA SEBELUM MUNCULNYA ROSULULLOH MUHAMMAD SHOLLALLOHU ‘ALIHI WA SALLAM

Rosululloh Muhammad Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam sebelum diangkat sebagai nabi dan sebelum diutus sebagai rosul sudah dikenal di kalangan Quroisy sebagai seorang terpercaya, hingga mereka memberikan gelar kepadanya dengan gelar al-amin (yang terpercaya).

Beliau tumbuh di tengah-tengah masyarakatnya di kota Makkah dibawa pengawasan dan pengasuhan pamannya Abu Tholib bin Abdil Muthollib, beliau mendapati kaumnya dalam keadaan sesat dan menyimpang dari agama yang pernah dida’wahkan oleh Nabiulloh Ibrohim ‘Alaihis Salam.

Diantara kesesatan mereka adalah:

Menyembah Wanita yang Telanjang

Mereka menamai wanita telanjang dengan nama al-‘uzza, ketika terjadi fathul Makkah (penaklukan kota Makkah) maka Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam mengutus Kholid bin Walid Rodhiyallohu ‘Anhu ke pohon korma karena al-‘uzza berada di pohon tersebut:

“فَأَتَاهَا خَالِدٌ، فَإِذَا امْرَأَةٌ عُرْيَانَةٌ نَاشِرَةٌ شَعْرَهَا تَحْثُوا التُّرَابَ عَلَى رَأْسِهَا، فَعَمَّمَهَا بِالسَّيْفِ حَتَّى قَتَلَهَا، ثُمَّ رَجَعَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخْبَرَهُ، قَالَ: «تِلْكَ الْعُزَّى»”.

“Maka Kholid mendatanginya, ternyata dia (al-‘uzza) tersebut adalah wanita telanjang, yang rambutnya panjang, mereka (orang-orang musyrik) menyemburkan tanah di atas kepalanya maka beliau (Kholid bin Walid) menebasnya dengan pedang hingga membunuhnya, kemudian beliau kembali kepada Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam lalu memberitahukannya, maka Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam berkata: “Itulah dia al-‘uzza”. Diriwayatkan oleh Abu Ya’la di dalam “Musnad“nya (no. 902) dari hadits Abuth Thufail.

Setelah Muhammad Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam diangkat sebagai nabi dan diutus sebagai rosul maka beliau mengingkari sesembahan kaumnya. Beliau mengingkari “al-‘uzza” dan mengingkari pula sesembahan yang lainnya, dengan sebab pengingkaran itu, maka orang-orang Quroisy marah, dengan kemarahan itu, merekapun melakukan perbuatan zholim, mereka menyakiti Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam hingga berujung kepada pengusiran beliau dari kota Makkah.

Apa yang dilakukan oleh orang-orang Quroisy itu, kita bisa dapati pula di zaman ini, banyak orang-orang mengaku beragama Islam, mengaku sebagai umat Rosululloh Muhammad Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam namun ketika ada para ustadz atau para penuntut ilmu mengingkari perdukunan maka merekapun marah dan jengkel, padahal para dukun bukan termasuk orang yang sholat, bukan pula memiliki ilmu seperti yang diajarkan oleh Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam, namun mereka memperoleh ilmu perdukunan dari hasil bertapa sebagaimana pernah ada seseorang dari kalangan wanita ingin memperoleh ilmu perdukunan, diapun pada malam hari bertepatan dengan bulan purnama melepas pakaiannya hingga telanjang bulat sebagaimana telanjangnya “al-‘uzza”, lalu berjalan mengelilingi kampung, dan menari-nari di pinggir-pinggir rumah masyarakat,  sebagaimana hal ini telah kami dapati ketika kami masih di Seram Barat. Wanita tersebut kemudian menjadi dukun, masyarakat mulai berdatangan kepadanya dan membenarkan ucapannya.

Bila orang seperti dukun ini diingkari atau diingkari orang-orang yang datang kepadanya dan mengingkari pula orang yang membenarkan ucapannya maka tentu orang yang mengingkarinya akan dipermasalahkan, dibenci dan bahkan diancam serta disakiti.

Bila seperti ini keadaan mereka maka orang yang sudah berakal tentu akan menilai: “Kalau begitu tidak ada bedanya dengan orang-orang Quroisy dahulu, yang mereka membela “al-‘uzza”, yang dia adalah wanita telanjang”, ketika Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam mengingari al-‘uzza ini, dan juga mengingkari orang-orang yang mendatanginya maka kaumnya marah besar, jengkel kepadanya bahkan sampai merencanakan untuk membunuhnya.

Melakukan Haji dan Thowaf di Ka’bah dalam Keadaan Bertelanjang Bulat.

Setalah Muhammad Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam diangkat sebagai nabi dan diutus sebagai seorang rosul maka beliau mulai mengingkari orang-orang yang menyekutukan Alloh Ta’ala ketika mereka sedang haji, mereka berhaji dengan cara berdoa kepada al-latta dan al-‘uzza serta patung-patung lainnya, mereka menganggap bahwa sesembahan itu sebagai wasilah atau perantara untuk disampaikan kepada Alloh Ta’ala.

Bersamaan dengan itu, ketika mereka melakukan thowaf maka mereka menanggalkan pakaian-pakaian mereka, mereka telanjang bulat dalam keadaan mereka berikhtilat (bercampur baur) antara pria dan wanita.

Dengan melihat perbuatan mereka seperti itu, maka Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam terus mengingkari mereka, hingga pada akhirnya mereka marah, jengkel dan bahkan mengancam dengan berbagai macam ancaman, hingga berujung kepada pengusiran.

Setelah beliau dan para shohabatnya berhasil diusir oleh orang-orang kafir musyrik, pada saat mereka (kaum muslimin) sudah memiliki kekuatan, mereka mulai melakukan penaklukan terhadap kota Makkah, ketika kota Makkah sudah dikuasai oleh kaum muslimin, Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam berkata:

«لاَ يَحُجُّ بَعْدَ العَامِ مُشْرِكٌ، وَلاَ يَطُوفُ بِالْبَيْتِ عُرْيَانٌ».

“Tidak haji orang musyrik setelah tahun ini, dan tidak (pula) telanjang melakukan thowaf di Ka’bah ini“. Diriwayatkan oleh Al-Bukhoriy (no. 4363).

Bila para ustadz atau para penuntut ilmu mengingkari orang yang berbuat syirik atau mengingkari orang-orang yang telanjang di jalan-jalan atau minimalnya mengingkari orang-orang yang berpakaian “you can see” yang serba mini, dan mengingkari orang-orang yang ikhtilath (bercampur baur) di sekolah-sekolah atau di kampus-kampus maka tentu orang-orang disekitarnya atau orang yang ada di kampungnya akan marah dan jengkel sebagaimana marah dan jengkelnya orang-orang musyrik kepada Rosululloh Muhammad Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam dan para shohabatnya.

Barangsiapa yang jengkel dan marah terhadap para ustadz atau kepada para penuntut ilmu yang berda’wah sebagaimana da’wahnya Rosululloh Muhammad Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam maka dia telah terjangkiti penyakit yang pernah diderita oleh orang-orang musyrik di zaman Jahiliyyah terdahulu, yang mereka berkata dan menuduh Rosululloh Muhammad Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam dan para shohabatnya telah mengadakan agama baru, ketika ada beberapa shohabat melakukan hijroh ke negri Habasyah, maka kaum kafir Quroisy mengutus utusan untuk mempengaruhi raja Najasyiy, mereka berkata:

“أَيُّهَا الْمَلِكُ، إِنَّهُ قَدْ صَبَا إِلَى بَلَدِكَ مِنَّا غِلْمَانٌ سُفَهَاءُ، فَارَقُوا دِينَ قَوْمِهِمْ، وَلَمْ يَدْخُلُوا فِي دِينِكَ، وَجَاءُوا بِدِينٍ مُبْتَدَعٍ لَا نَعْرِفُهُ نَحْنُ وَلا أَنْتَ، وَقَدْ بَعَثَنَا إِلَيْكَ فِيهِمِ أشْرَافُ قَوْمِهِمْ مِنْ آبَائِهِمْ، وَأَعْمَامِهِمْ وَعَشَائِرِهِمْ، لِتَرُدَّهُمِ إلَيْهِمْ، فَهُمْ أَعَلَى بِهِمْ عَيْنًا، وَأَعْلَمُ بِمَا عَابُوا عَلَيْهِمْ وَعَاتَبُوهُمْ فِيهِ”.

“Wahai raja!, sesungguhnya telah berpindah ke negrimu orang-orang muda lagi dungu dari kalangan kami, mereka memecah belah agama kaum mereka, dan mereka tidak pula masuk ke dalam agama kalian, mereka datang membawa agama baru yang kami dan kalian tidak mengetahui agama tersebut, dan sungguh telah mengutus kami orang-orang yang mulia dari kaum mereka, dari bapak-bapak mereka, paman-paman mereka dan kerabat-kerabat mereka, supaya kalian mengembalikan orang-orang  (yang pindah ke negrimu) kepada mereka”. Diriwayatkan oleh Ahmad di dalam “Musnad“nya (no. 1740)”.

Dari perbuatan orang musyrik itu, sungguh telah kita dapati pada umat manusia di zaman ini, walaupun mereka mengaku sebagai penganut agama Islam namun mereka melakukan tindakan persis dengan tindakan orang-orang kafir Quroisy itu, ketika para ustadz atau para penuntut ilmu menda’wahkan da’wahnya Rosululloh Muhammad Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam maka mereka marah, jengkel dan emosi sampai berkata seperti perkataan orang-orang kafir Quroisy: “Orang-orang muda lagi dungu…”, mereka mengatakan pula kepada para ustadz dan para penuntut ilmu itu dengan perkataan: “Mereka datang membawa agama baru yang kami dan kalian tidak mengetahui agama tersebut”.

Padahal agama yang dibawa oleh para ustadz dan para penuntut ilmu itu adalah agama yang diajarkan oleh Rosululloh Muhammad Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam yang telah asing di mata mereka, sungguh benar perkataan Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam:

«إِنَّ الْإِسْلَامَ بَدَأَ غَرِيبًا، وَسَيَعُودُ كَمَا بَدَأَ، فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ».

“Sesungguhnya Islam telah dimulai dalam keadaan asing, dan dia akan kembali asing sebagaimana permulaannya, maka beruntunglah al-guroba’ (orang-orang yang asing)“. Diriwayatkan oleh Ahmad (no. 3784), Ibnu Majah (no. 3988), dan At-Tirmidziy (no. 2629) dari hadits Abdillah bin Mas’ud Rodhiyallohu ‘Anhu dan di dalam suatu riwayat di dalam “Musnad Ahmad” (no. 1604) dari hadits Sa’ad bin Abi Waqqosh Rodhiyallohu ‘Anhu dengan lafazh:

«إِنَّ الْإِيمَانَ بَدَأَ غَرِيبًا وَسَيَعُودُ كَمَا بَدَأَ، فَطُوبَى يَوْمَئِذٍ لِلغُرَبَاءِ».

“Sesungguhnya Iman telah dimulai dalam keadaan asing, dan akan kembali asing sebagaimana permulaannya, maka beruntunglah pada hari (keasingannya) itu bagi al-guroba’ (orang-orang yang asing)“.

AWAL MULA MUNCULNYA ISLAM DALAM KEADAAN ASING

Karena keberadaan Islam dianggap asing oleh masyarakat Arob yang mereka mengaku beragama seperti agama nenek moyang mereka, maka sebagian shohabat melakukan hijroh ke Habasyah untuk menyelematkan agama, diri dan kehormatan mereka dari gangguan masyarakat Arob, ketika sampai di Habasyah mereka didatangi pula oleh utusan dari masyarakat Arob supaya dikembalikan ke Makkah, dengan sebab itu terjadilah dialog antara Ja’far bin Abi Tholib Rodhiyallohu ‘Anhu dengan raja Najasyiy Rodhiyallohu ‘Anhu, Ja’far bin Abi Tholib Rodhiyallohu ‘Anhu berkata:

“أَيُّهَا الْمَلِكُ، كُنَّا قَوْمًا أَهْلَ جَاهِلِيَّةٍ نَعْبُدُ الْأَصْنَامَ، وَنَأْكُلُ الْمَيْتَةَ وَنَأْتِي الْفَوَاحِشَ، وَنَقْطَعُ الْأَرْحَامَ، وَنُسِيءُ الْجِوَارَ يَأْكُلُ الْقَوِيُّ مِنَّا الضَّعِيفَ، فَكُنَّا عَلَى ذَلِكَ حَتَّى بَعَثَ اللهُ إِلَيْنَا رَسُولًا مِنَّا نَعْرِفُ نَسَبَهُ، وَصِدْقَهُ، وَأَمَانَتَهُ، وَعَفَافَهُ، ” فَدَعَانَا إِلَى اللهِ لِنُوَحِّدَهُ، وَنَعْبُدَهُ، وَنَخْلَعَ مَا كُنَّا نَعْبُدُ نَحْنُ وَآبَاؤُنَا مِنْ دُونِهِ مِنَ الحِجَارَةِ وَالْأَوْثَانِ، وَأَمَرَنَا بِصِدْقِ الْحَدِيثِ، وَأَدَاءِ الْأَمَانَةِ، وَصِلَةِ الرَّحِمِ، وَحُسْنِ الْجِوَارِ، وَالْكَفِّ عَنِ الْمَحَارِمِ، وَالدِّمَاءِ، وَنَهَانَا عَنِ الْفَوَاحِشِ، وَقَوْلِ الزُّورِ، وَأَكْلِ مَالَ الْيَتِيمِ، وَقَذْفِ الْمُحْصَنَةِ، وَأَمَرَنَا أَنْ نَعْبُدَ اللهَ وَحْدَهُ لَا نُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا، وَأَمَرَنَا بِالصَّلاةِ، وَالزَّكَاةِ، وَالصِّيَامِ “، قَالَ: فَعَدَّدَ عَلَيْهِ أُمُورَ الْإِسْلامِ، فَصَدَّقْنَاهُ وَآمَنَّا بِهِ وَاتَّبَعْنَاهُ عَلَى مَا جَاءَ بِهِ، فَعَبَدْنَا اللهَ وَحْدَهُ، فَلَمْ نُشْرِكْ بِهِ شَيْئًا، وَحَرَّمْنَا مَا حَرَّمَ عَلَيْنَا، وَأَحْلَلْنَا مَا أَحَلَّ لَنَا، فَعَدَا عَلَيْنَا قَوْمُنَا، فَعَذَّبُونَا وَفَتَنُونَا عَنْ دِينِنَا لِيَرُدُّونَا إِلَى عِبَادَةِ الْأَوْثَانِ مِنْ عِبَادَةِ اللهِ، وَأَنْ نَسْتَحِلَّ مَا كُنَّا نَسْتَحِلُّ مِنَ الخَبَائِثِ، فَلَمَّا قَهَرُونَا وَظَلَمُونَا، وَشَقُّوا عَلَيْنَا، وَحَالُوا بَيْنَنَا وَبَيْنَ دِينِنَا، خَرَجْنَا إِلَى بَلَدِكَ، وَاخْتَرْنَاكَ عَلَى مَنْ سِوَاكَ، وَرَغِبْنَا فِي جِوَارِكَ، وَرَجَوْنَا أَنْ لَا نُظْلَمَ عِنْدَكَ أَيُّهَا الْمَلِكُ”.

“Wahai raja, dahulu kami adalah suatu kaum ahlil Jahiliyyah (penganut kebodohan), kami menyembah patung-patung, memakan bangkai, mendatangi perbuatan keji, memutus hubungan serohim, berbuat jelek kepada para tetangga, yang kuat memakan (atau menindas) yang lemah. Kami dalam keadaan demikian sampai Alloh mengutus kepada kami seorang rosul, kami mengetahui nasabnya, kejujurannya, amanatnya, dan penjagaan kehormatannya. Beliau berda’wah kepada Alloh, supaya kami beribadah kepada-Nya, dan melepaskan apa-apa yang dahulu kami dan nenek moyang kami beribadah kepada selain-Nya dari beribadah kepada batu-batu dan patung-patung, beliau memerintahkan kami untuk jujur dalam berucap, menunaikan amanat, menyambung hubungan serohim, berbuat baik kepada tetangga, berhenti dari berbuat keharoman-keharoman dan berhenti dari menumpahkan darah, melarang kami dari berbuat kekejian dan perkataan palsu (dusta), memakan harta anak yatim, menuduh orang baik dengan tuduhan berzina. Beliau memerintahkan kami supaya kami beribadah hanya kepada Alloh semata, tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, memerintahkan kami untuk menegakan sholat, menunaikan zakat dan berpuasa”. Beliau menyebutkan kepada raja An-Najasyiy dengan perkara-perkara Islam”, (lalu berkata lagi): “Kami membenarkannya dan  beriman kepadanya, kami mengikutinya atas apa yang telah beliau datang dengannya, kami menyembah Alloh semata, dan kami tidak menyekutukan-Nya sedikitpun, kami mengharomkan apa-apa yang telah beliau haromkan atas kami dan kami menghalalkan atas apa-apa yang telah beliau halalkan, lalu kaum kami memusuhi kami, mereka mengazab kami dan memfitnah (membuat kejelekan) kepada kami tentang agama kami supaya kami kembali beribadah kepada berhala-berhala daripada beribadah kepada Alloh, dan supaya kami menghalalkan apa-apa yang dahulu kami menghalalkan dari perbuatan-perbuatan yang keji, tatkala mereka menguasai kami, menzholimi kami dan memberatkan kami serta menghalau antara kami dan agama kami maka kami keluar ke negrimu, kami memilihmu atas orang yang selainmu, kami senang bertetangga denganmu dan kami berharap supaya kami tidak dizholimi di sisimu wahai raja!”.

Dari kisah tersebut kita dapat simpulkan bahwa ada beberapa perkara yang dahulu orang-orang Jahiliyyah lakukan kini telah muncul kembali, diantaranya:

Menyembah Berhala.
Memakan bangkai.
Mendatangi perbuatan keji.
Memutus hubungan serohim.
Berbuat jelek kepada para tetangga.
Yang kuat memakan (atau menindas) yang lemah.
Menghalalkan perbuatan-perbuatan yang keji.
Menyembah Berhala-berhala Berupa Patung dan Yang Semisalnya.

Bila para penuntut ilmu dan para ustadz mengingkari sesembahan selain Alloh Ta’ala, baik berupa membuat sesajian untuk para roh atau untuk penguni suatu tempat yang dikeramatkan, membakar kemenyan untuk para roh nenek moyang, atau menyembelih hewan dan binatang untuk roh atau penghuni sungai, atau untuk para dewa dan para leluhur serta perbuatan syirik yang lainnya maka pengingkaran mereka itu akan dibalas oleh masyarakat yang mengaku sebagai penganut agama Islam dengan balasan berupa kemarahan, kejengkelan, kekerasan dan bahkan berupa cercaan dan pemukulan sebagai bentuk pembelaan terhadap sesembahan-sesembahan mereka, padahal Alloh Ta’ala telah berkata:

{وَقَالَ اللَّهُ لَا تَتَّخِذُوا إِلَهَيْنِ اثْنَيْنِ إِنَّمَا هُوَ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَإِيَّايَ فَارْهَبُونِ} [النحل: 51].

“Alloh berkata: “Janganlah kalian menyembah dua sesembahan; Sesungguhnya Dia (Alloh) adalah Sesembahan yang Satu, maka hendaklah kepada-Ku saja kalian takut”. (An-Nahl: 51).

Memakan Bangkai

Orang yang berbuat syirik seringkali melakukan perbuatan yang aneh-aneh, sampai-sampai ada yang memakan bangkai, sama saja dia berupa bangkai binatang atau berupa bangkai manusia (mayat). Belum lama ada seseorang berasal dari Jawa yang bernama Jumanto menggali kubur lalu memakan mayatnya yang sudah busuk, begitu pula di Makassar muncul hantu jadi-jadian yang mereka kenal dengan “popo” yang memakan orang-orang sakit atau orang yang sudah meninggal, bila di Buton atau di Seram Barat biasa disebut dengan “suangge”.

Mereka memakan bangkai atau mayat seperti itu dengan tujuan supaya memperoleh kesaktian atau supaya memperoleh kekayaan, bila perbuatan syirik dan perbuatan jelek ini diingkari oleh para ustadz atau para penuntut ilmu mengingkarinya maka masyarakat yang masih memiliki hubungan kekeluargaan dengan para pemangsa bangkai itu akan marah, sehingga mereka jengkel kepada para ustadz dan para penuntut ilmu dengan alasan bahwa para ustadz dan para penuntut ilmu tidak memiliki toleransi dalam kehidupan.

Bila para ustadz dan para penuntut ilmu memiliki pendukung dari keluarga atau marganya, maka mereka mulai membuat persekutuan dengan para dukun dan para tukang sihir, lalu mereka menyihir para ustadz dan para penuntut ilmu. Ini jelas perbuatan kekufuran yang persis dengan orang-orang Yahudi, ketika mereka marah dan benci kepada Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam maka mereka mulai melakukan perbuatan kekafiran ini.

Al-Bukhoriy meriwayatkan di dalam “Shohih“nya (no. 5763) dan Muslim meriwayatkan pula di dalam “Shohih“nya (no. 2189) dari hadits Aisyah Rodhiyallohu ‘Anha, dia berkata:

“سَحَرَ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَهُودِيٌّ مِنْ يَهُودِ بَنِي زُرَيْقٍ، يُقَالُ لَهُ لَبِيدُ بْنُ الأَعْصَمِ، حَتَّى كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُخَيَّلُ إِلَيْهِ أَنَّهُ كَانَ يَفْعَلُ الشَّيْءَ وَمَا فَعَلَهُ، حَتَّى إِذَا كَانَ ذَاتَ يَوْمٍ أَوْ ذَاتَ لَيْلَةٍ وَهُوَ عِنْدِي، لَكِنَّهُ دَعَا وَدَعَا، ثُمَّ قَالَ: “يَا عَائِشَةُ، أَشَعَرْتِ أَنَّ اللَّهَ أَفْتَانِي فِيمَا اسْتَفْتَيْتُهُ فِيهِ، أَتَانِي رَجُلاَنِ، فَقَعَدَ أَحَدُهُمَا عِنْدَ رَأْسِي، وَالآخَرُ عِنْدَ رِجْلَيَّ، فَقَالَ أَحَدُهُمَا لِصَاحِبِهِ: مَا وَجَعُ الرَّجُلِ؟ فَقَالَ: مَطْبُوبٌ، قَالَ: مَنْ طَبَّهُ؟ قَالَ: لَبِيدُ بْنُ الأَعْصَمِ، قَالَ: فِي أَيِّ شَيْءٍ؟ قَالَ: فِي مُشْطٍ وَمُشَاطَةٍ، وَجُفِّ طَلْعِ نَخْلَةٍ ذَكَرٍ. قَالَ: وَأَيْنَ هُوَ؟ قَالَ: فِي بِئْرِ ذَرْوَانَ ” فَأَتَاهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي نَاسٍ مِنْ أَصْحَابِهِ، فَجَاءَ فَقَالَ: «يَا عَائِشَةُ، كَأَنَّ مَاءَهَا نُقَاعَةُ الحِنَّاءِ، أَوْ كَأَنَّ رُءُوسَ نَخْلِهَا رُءُوسُ الشَّيَاطِينِ» قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ: أَفَلاَ اسْتَخْرَجْتَهُ؟ قَالَ: «قَدْ عَافَانِي اللَّهُ، فَكَرِهْتُ أَنْ أُثَوِّرَ عَلَى النَّاسِ فِيهِ شَرًّا» فَأَمَرَ بِهَا فَدُفِنَتْ تَابَعَهُ أَبُو أُسَامَةَ، وَأَبُو ضَمْرَةَ، وَابْنُ أَبِي الزِّنَادِ، عَنْ هِشَامٍ، وَقَالَ: اللَّيْثُ، وَابْنُ عُيَيْنَةَ، عَنْ هِشَامٍ: «فِي مُشْطٍ وَمُشَاقَةٍ» يُقَالُ: المُشَاطَةُ: مَا يَخْرُجُ مِنَ الشَّعَرِ إِذَا مُشِطَ، وَالمُشَاقَةُ: مِنْ مُشَاقَةِ الكَتَّانِ”.

“Telah disihir Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam oleh seorang lelaki Yahudi dari kalangan orang-orang Yahudi Bani Zuroiq, dikatakan bahwa namanya adalah Labib Ibnul A’shom, sampai Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam mengangan-angankan untuk melakukan sesuatu namun beliau tidak melakukannya, sampai-sampai beliau pada suatu hari atau pada suatu malam dan beliau di sisiku, akan tetapi beliau berdoa dan berdoa, kemudian beliau berkata: “Wahai ‘Aisyah, apakah kamu merasakan bahwasanya Alloh telah mengabulkan doaku ketika aku berdoa kepada-Nya, telah datang kepadaku dua orang lelaki, lalu salah satu dari keduanya duduk di sisi kepalaku, dan yang lain di sisi kakiku, lalu berkata salah seorang dari keduanya kepada kawannya: Apa yang membaringkan orang ini?

Yang satunya menjawab: “Disihir”.

Yang satunya lagi bertanya: “Siapa yang menyihirnya?”.

Yang satunya menjawab: “Labib Ibnul A’shom”.

Yang satunya bertanya lagi: “Pada sesuatu apa (dia disihir)?”.

Yang satunya menjawab: “Pada sisir dan apa yang menyertainya dan pada sisik dari pelepak korma”.

Yang satunya bertanya: “Dimana dia?”.

Yang satu lagi menjawab: “Di sumur Dzarwan”.

Maka Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam bersama beberapa shohabatnya mendatanginya, lalu beliau berkata: “Seakan-akan airnya seperti air bekas yang berwarna kekuning-kuningan, atau seakan-anak punuk-punuk pelepak kormanya seperti kepala-kepalanya syaithon”. Aku bertanya: “Apakah engkau mengeluarkannya?”, beliau menjawab: “Sungguh Alloh telah menyembuhkanku, dan aku benci akan mempengaruhi manusia pada kejelekannya”. Maka beliau memerintahkan dengannya lalu ditimbunlah”.

Mendatangi Perbuatan Keji

Perbuatan keji semisal pacaran, perzinaan, homoseks, pemerkosaan dan yang semisalnya telah ada di zaman Jahiliyyah, dan perbuatan-perbuatan itu dianggap biasa. Ternyata tidak hanya di zaman mereka namun di zaman ini perbuatan keji itu terus menerus ada.

Bila ada para ustadz dan para penuntut ilmu mengingkari perbuatan keji semisal pacaran dan perzinaan yang merajalela terjadi dikalangan para pemuda, anak-anak sekolahan atau anak-anak kuliahan, maka para guru, para dosen atau para pemuka masyarakat akan merasa jengkel dan marah besar kepada para ustadz dan para penuntut ilmu, lebih-lebih kalau ada dari anak mereka lari ke pondok pesantren untuk mempelajari ilmu agama maka mereka sangat marah, hingga mereka mengancam dengan pemukulan, pembunuhan atau bahkan pengusiran, sebagaimana yang dilakukan oleh kaum kafir di zaman para nabi terdahulu, Alloh Ta’ala berkata tentang mereka:

{فَمَا كَانَ جَوَابَ قَوْمِهِ إِلَّا أَنْ قَالُوا أَخْرِجُوا آلَ لُوطٍ مِنْ قَرْيَتِكُمْ إِنَّهُمْ أُنَاسٌ يَتَطَهَّرُونَ} [النمل: 56].

“Maka tidak lain jawaban kaumnya melainkan mengatakan: “Usirlah Luth beserta keluarganya dari negri kalian; karena sesungguhnya mereka itu orang-orang yang (menda’wakan dirinya) bersih”. (An-Naml: 56).

Bila mereka tidak memiliki kemampuan untuk melakukan tindak kejahatan terhadap para ustadz dan para penuntut ilmu maka mereka hanya beralasan bahwa perbuatan keji yang mereka lakukan itu pernah juga dilakukan oleh nenek moyang mereka, sungguh benar apa yang telah Alloh Ta’ala katakan di dalam Al-Qur’an:

{وَإِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً قَالُوا وَجَدْنَا عَلَيْهَا آبَاءَنَا وَاللَّهُ أَمَرَنَا بِهَا قُلْ إِنَّ اللَّهَ لَا يَأْمُرُ بِالْفَحْشَاءِ أَتَقُولُونَ عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ} [الأعراف: 28]

“Dan jika mereka melakukan perbuatan keji, mereka berkata: “Kami mendapati nenek moyang kami mengerjakan yang demikian itu, dan Alloh menyuruh kami mengerjakannya”. Katakanlah: “Sesungguhnya Alloh tidak menyuruh (mengerjakan) perbuatan yang keji”. Mengapa kalian berkata terhadap Alloh apa-apa yang kalian tidak memiliki ilmu?”. (Al-A’rof: 28).

Memutus Hubungan Serohim

Memutus hubungan serohim adalah termasuk perbuatan tercela dan hina, Rosululloh Muhammad Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam sejak kecilnya sudah terbiasa menjaga hubungan kekerabataan dan selalu menghubung tali persaudaraan, orang-orang Quroisy dan masyarakat Makkah mengakui demikian itu, namun ketika beliau sudah diangkat sebagai seorang nabi dan diutus sebagai seorang rosul, maka orang-orang Quroisy dan masyarakat Makkah bergegas memutus tali persaudaraan tersebut, baik saudaranya yang masih dekat hubungan kekerabatannya maupun yang jauh. Bahkan beberapa paman Rosululloh Muhammad Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam sendiri bangkit menampakan kemarahan, kejengkelan dan bahkan mengancam bunuh serta berupaya mencelakan Rosululloh Muhammad Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam.

Diawal da’wah beliau, belum ada dari orang lain yang berani bangkit membantah dan menentang beliau Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam namun yang pertama kali bangkit menyuarakan permusuhan dan penentangan adalah paman beliau sendiri yang dikenal dengan Abu Lahab.

Al-Bukhoriy meriwayatkan di dalam “Shohih“nya (no. 4770) dan Muslim di dalam “Shohih“nya (no. 208) dari hadits Abdulloh bin ‘Abbas, beliau berkata:

“لَمَّا نَزَلَتْ: {وَأَنْذِرْ عَشِيرَتَكَ الأَقْرَبِينَ} [الشعراء: 214]، صَعِدَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى الصَّفَا، فَجَعَلَ يُنَادِي: «يَا بَنِي فِهْرٍ، يَا بَنِي عَدِيٍّ» – لِبُطُونِ قُرَيْشٍ – حَتَّى اجْتَمَعُوا فَجَعَلَ الرَّجُلُ إِذَا لَمْ يَسْتَطِعْ أَنْ يَخْرُجَ أَرْسَلَ رَسُولًا لِيَنْظُرَ مَا هُوَ، فَجَاءَ أَبُو لَهَبٍ وَقُرَيْشٌ، فَقَالَ: «أَرَأَيْتَكُمْ لَوْ أَخْبَرْتُكُمْ أَنَّ خَيْلًا بِالوَادِي تُرِيدُ أَنْ تُغِيرَ عَلَيْكُمْ، أَكُنْتُمْ مُصَدِّقِيَّ؟» قَالُوا: نَعَمْ، مَا جَرَّبْنَا عَلَيْكَ إِلَّا صِدْقًا، قَالَ: «فَإِنِّي نَذِيرٌ لَكُمْ بَيْنَ يَدَيْ عَذَابٍ شَدِيدٍ» فَقَالَ أَبُو لَهَبٍ: تَبًّا لَكَ سَائِرَ اليَوْمِ، أَلِهَذَا جَمَعْتَنَا؟ فَنَزَلَتْ: {تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ وَتَبَّ مَا أَغْنَى عَنْهُ مَالُهُ وَمَا كَسَبَ} [المسد: 2].

“Tatkala turun ayat: “Dan berilah peringatan kepada para kerabat terdekatmu”, (Asy-Syu’aro’: 214), maka Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam naik di atas bukit Shofa, lalu menyeru: “Wahai Bani Fihr, wahai Bani ‘Adi”. Ini di tengah-tengah orang-orang Quroisy, sampai mereka berkumpul, seseorang yang tidak bisa keluar (dalam perkumpulan itu) maka dia mengutus seorang utusan untuk melihat beliau, tiba-tiba datanglah Abu Lahab dan orang-orang Quroisy, beliau Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam berkata: “Apa pendapat kalian jika aku mengabarkan kepada kalian bahwasanya bala tentara di Wadiy ingin menyerang kalian, apakah kalian akan membenarkanku?, mereka berkata: “Iya, tidaklah kami mendustakanmu melainkan pembenaran”, beliau berkata: “Sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan bagi kalian tentang azab yang pedih”, maka Abu Lahab berkata: “Kecelakaan bagimu pada seluruh harimu, apakah karena ini kamu mengumpulkan kami?!, maka turunlah ayat: “Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang dia usahakan“. (Al-Masad: 2).

Perbuatan Abu Lahab ini ternyata diikuti pula oleh masyarakat di zaman ini, mereka mengaku sebagai penganut agama Islam, namun tatkala ada dari keponakan mereka ingin memperbaiki dirinya supaya menjadi anak yang sholih, ternyata pamannya yang lebih dahulu bangkit berupaya mencelakakan anak saudaranya (keponakannya), ketika keponakannya tidak sanggup menahan derita berupa celaan, cercaan dan cacian, diapun lari ke pondok pesantren untuk menuntut ilmu, pamannya dan beberapa kerabatnya melakukan pengejaran, hingga dicari keberbagai pelosok desa dan kota, padahal ketika di kampung anak tersebut mereka tidak diperhatikan, tidak didanai dan bahkan dibiarkan menderita dalam kehidupannya, namun ketika anak itu ingin mendalami ilmu agama merekapun bergegas menghalau, merintangi dan membuntuti jalan-jalannya.

Jika seseorang masih memiliki akal pikiran yang sehat tentu dia akan menyadari bahwa perbuatan seperti ini tidak ada bedanya dengan perbuatan kaum musyrikin terdahulu, namun orang yang berbuat seperti itu, ya’ni menghalangi manusia dari mengikuti bimbingan Rosululloh Muhammad Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam pasti akan binasa, cepat atau lambat, dia akan binasa sebagaimana bisanya Abu Lahab, Alloh Ta’ala berkata:

{تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ وَتَبَّ (1) مَا أَغْنَى عَنْهُ مَالُهُ وَمَا كَسَبَ (2) سَيَصْلَى نَارًا ذَاتَ لَهَبٍ (3) وَامْرَأَتُهُ حَمَّالَةَ الْحَطَبِ (4) فِي جِيدِهَا حَبْلٌ مِنْ مَسَدٍ (5)} [المسد: 1-5].

“Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang dia usahakan. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak. Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar, yang di lehernya ada tali dari sabut”. (Al-Lahab: 1-5).

Orang yang memusuhi para pengikut da’wah Rosululloh Muhammad Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam pasti akan celaka, kalaupun dia memiliki jabatan, pangkat dan kedudukan maka semuanya itu akan dia tinggalkan, dia akan bernasib sebagaimana nasibnya Abu Lahab dan yang semisalnya. Bila menjabat sebagai kepala sekolah atau sebagai pemuka masyarakat maka tinggal tunggu cepat atau lambat dia akan bernasib sebagaimana nasibnya Abu Lahab, Abu Jahal dan Fir’aun, mereka meninggalkan kedudukan mereka, dan mereka hancur binasa.

Berbuat Jelek Kepada Para Tetangga

Ketika Rosululloh Muhammad Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam masih di Makkah maka beliau selalu disakiti oleh para tetangganya, lebih-lebih ketika beliau sedang menegakan sholat di sisi Ka’bah, sampai putrinya yang bernama Fatimah Rodhiyallohu ‘Anha terkadang menangis ketika melihat bapaknya disakiti oleh orang-orang Qurosiy.

Ahmad Rohimahulloh meriwayatkan di dalam “Musnad“nya (no. 3485) dari hadits Abdulloh bin ‘Abbas Rodhiyallohu ‘Anhuma, beliau berkata:

“فَأَقْبَلَتْ فَاطِمَةُ تَبْكِي حَتَّى دَخَلَتْ عَلَى أَبِيهَا، فَقَالَتْ: هَؤُلَاءِ الْمَلَأُ مِنْ قَوْمِكَ فِي الْحِجْرِ، قَدْ تَعَاهَدُوا: أَنْ لَوْ قَدْ رَأَوْكَ قَامُوا إِلَيْكَ فَقَتَلُوكَ، فَلَيْسَ مِنْهُمْ رَجُلٌ إِلَّا قَدْ عَرَفَ نَصِيبَهُ مِنْ دَمِكَ، قَالَ: «يَا بُنَيَّةُ أَدْنِي وَضُوءًا» فَتَوَضَّأَ، ثُمَّ دَخَلَ عَلَيْهِمُ الْمَسْجِدَ، فَلَمَّا رَأَوْهُ، قَالُوا: هُوَ هَذَا، هُوَ هَذَا. فَخَفَضُوا أَبْصَارَهُمْ، وَعُقِرُوا فِي مَجَالِسِهِمْ، فَلَمْ يَرْفَعُوا إِلَيْهِ أَبْصَارَهُمْ، وَلَمْ يَقُمْ مِنْهُمْ رَجُلٌ، فَأَقْبَلَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى قَامَ عَلَى رُءُوسِهِمْ، فَأَخَذَ قَبْضَةً مِنْ تُرَابٍ، فَحَصَبَهُمْ بِهَا، وَقَالَ: «شَاهَتِ الْوُجُوهُ»، قَالَ: فَمَا أَصَابَتْ رَجُلًا مِنْهُمْ حَصَاةٌ إِلَّا قُتِلَ يَوْمَ بَدْرٍ كَافِرًا”.

“Fatimah datang dalam keadaan menangis, sampai masuk menemui bapaknya, dia berkata (kepada bapaknya): “Mereka beberapa orang dari kaummu berkumpul di Hijr, mereka telah berjanji; kalaulah mereka melihatmu, mereka akan bangkit untuk membunuhmu, tidak ada dari mereka seorangpun melainkan sungguh telah mengambil andil atas penumpahan darahmu, beliau Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam berkata: “Wahai putriku, siapkanlah untukku air wudhu!“, lalu beliau berwudhu, kemudian beliau masuk kepada mereka di masjid, maka tatkala mereka melihatnya, merekapun berkata: “Ini dia”, mereka menundukan pandangan mereka, terdiam di tempat-tempat duduk mereka, mereka tidak bisa mengangkat pandangan mereka, sehingga tidak seorangpun dari mereka bisa bangkit. Lalu Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam menghadap (kepada mereka) sampai berdiri di pingir-pingir mereka, lalu mengambil segenggam dari tanah, lalu dilemparkan dengannya, beliau sambil berkata: “Telah dilemparkan kepada wajah-wajah“, dia berkata: “Tidaklah menimpa seorangpun dari mereka dari lemparan tersebut melainkan terbunuh pada hari perang Badr dalam keadaan kafir”.

Demikianlah keadaan Rosululloh Muhammad Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam, selalu diupayakan untuk disakiti, diganggu dan bahkan direncanakan untuk dibunuh.

Perhatikanlah pada kejadian tersebut, mereka yang mengganggu, menyakiti dan merencanakan kejelekan terhadap Rosululloh Muhammad Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam ternyata justru kebinasaan bagi mereka pada hari perang Badr, ketika perang Badr mereka mati dalam keadaan kafir, maka tidak takutkah bagi mereka yang mengganggu, menyakiti dan menzholimi para pengikut da’wah Rosululloh Muhammad Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam akan mendapatkan bala’ sebagaimana mereka orang-orang Quroisy itu?, Alloh Ta’ala berkata:

{إِنَّ الَّذِينَ يُؤْذُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ لَعَنَهُمُ اللَّهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَأَعَدَّ لَهُمْ عَذَابًا مُهِينًا (57) وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوا فَقَدِ احْتَمَلُوا بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُبِينًا (58)} [الأحزاب: 57، 58].

“Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti Alloh dan Rosul-Nya maka Alloh akan mela’natnya di dunia dan di akhirat, dan menyediakan baginya siksa yang menghinakan. Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mu’min dan mu’minat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata”. (Al-Ahzab: 57-58).

Yang Kuat Memakan (dan Menindas) yang Lemah

Termasuk dari prilaku Jahiliyyah baik di zaman Nabiulloh Musa ‘Alaihis Salam hingga di zaman Rosululloh Muhammad Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam sampai di zaman ini, sangat banyak kita dapati dari umat manusia yang kuat menindas yang lemah, yang kaya menindas yang miskin.

Perbuatan seperti ini tidak diragukan lagi termasuk dari prilaku Fir’aun La’anahulloh, Alloh Ta’ala berkata:

{إِنَّ فِرْعَوْنَ عَلَا فِي الْأَرْضِ وَجَعَلَ أَهْلَهَا شِيَعًا يَسْتَضْعِفُ طَائِفَةً مِنْهُمْ يُذَبِّحُ أَبْنَاءَهُمْ وَيَسْتَحْيِي نِسَاءَهُمْ إِنَّهُ كَانَ مِنَ الْمُفْسِدِينَ} [القصص: 4].

“Sesungguhnya Fir’aun telah berbuat sewenang-wenang di muka bumi dan menjadikan penduduknya berpecah belah, dengan menindas segolongan dari mereka, menyembelih anak-anak lelaki mereka dan membiarkan hidup anak-anak perempuan mereka. Sesungguhnya Fir’aun termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan”. (Al-Qoshshosh: 4).

Perbuatan Fir’aun ini ternyata diikuti pula oleh orang-orang yang mengaku sebagai pemuka masyarakat, mereka melegalkan kema’siatan seperti pesta joget, judi, mabuk-mabukan, pacaran, perzinaan dan membuat kerusakan di laut dengan membom ikan-ikan, bahkan perbuatan itu didukung oleh orang-orang yang merasa diri sebagai insan akedemik dan insan terpelajar, namun ketika da’wah Rosululloh Muhammad Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam dida’wahkan di masjid maka mereka melarangnya, dan bahkan mereka mengadakan persekutuan untuk membuat tipu daya terhadap hamba-hamba Alloh yang menyerukan kepada agama Islam yang murni, tidakkah mereka sadar bahwa perbuatan seperti itu adalah termasuk dari perbuatan musuh-musuh Alloh sebagaimana Alloh Ta’ala katakan di dalam Al-Qur’an:

{وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِينَ الْإِنْسِ وَالْجِنِّ يُوحِي بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُورًا وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ مَا فَعَلُوهُ فَذَرْهُمْ وَمَا يَفْتَرُونَ} [الأنعام: 112].

“Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaithon-syaithon (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia). Jikalau Robbmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan”. (Al-An’am: 112).

Demikian tulisan yang singkat ini, semoga bermanfaat.

ونسأل الله عز وجل أن يوفقنا وجميع المسلمين للهداية والسداد، وصلى الله وسلم على نبينا محمد وعلى آله وصحبه.

Daftar Pustaka

Al-Qur’anul Karim.
Al-Jami’ul Musnad Ash-Shohihul Mukhtashor/Muhammad bin Isma’il/Al-Bukhoriy Al-Ju’fiy/Dar Thouqin Najah/Cetakan Pertama/1422 H.
Musnad Al-Imam Ahmad/Penulis Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal/Penerbit Muassasah Ar-Risalah/Tahun 1421H-2001 M.
Al-Musnadush Shohih/Muslim bin Hajjaj An-Naisaburiy/Dar Ihyatit Turots Al-‘Arobiy-Beirut.
Sunan Ibni Majah/Muhammad Ibnu Majah Yazid/Dar Ihyail Kutub Al-‘Arobia.
Sunan At-Tirmidziy/Muhammad bin ‘Isa At-Tirmidziy/Maktabah Mushthofa Al-Babiy/Cetakan Kedua/Tahun 1395 H-1975 M.
Musnad Abi Ya’la/Ahmad bin Ali Al-Musholiy At-Tamimiy/Penerbit Darul Ma’mun Dimasyq/Cetakan Pertama/Tahun 1404 H-1984 H.

Sumber :
https://ashhabulhadits.wordpress.com/2013/10/07/beginilah-dakwah-rasulullah-shollallohualaihi-wassalam/

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hukum Belajar Di Jami'ah Islamiyyah Madinah

Menanggapi akan makruh nya istri memakai celana dalam

YANG ROJIH DALAM TUNTUNAN SHOLAT