Penjelasan Singkat tentang Dakwah Syaikh Yahya Alhajuri حَفِظَهُ اللّٰه
PENJELASAN SINGKAT DAKWAH SYAIKH AL-HAJURI
YANG BERMANFAAT BAGI ORANG-ORANG BERBAKTI
DAN MENGALAHKAN ORANG YANG JAHAT DAN KEJI
Bag.1
Oleh:
Asy Syaikh Abu Bilal Al Hadhromiy
–Hafidhohulloh–
Alih Bahasa:
Abu Umar Ahmad Rifai bin Mas’ud Al Jawiy Al Indonesiy
–ghofarollohu lah–
بسم الله الرحمن الرحيم
Kata Pengantar
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن واله، أما بعد
Berikut ini kami ketengahkan kepada para pembaca sekalian -hafidzokumulloh- bantahan dari Syaikh kami Abu Bilal Al Hadhromi -waffaqohulloh- terhadap tulisan Asy Syaikh Muhammad Al Imam -ashlahahulloh- yang kami dengar langsung dari beliau di sela-sela dars “Mugnil Labib”. Semoga Alloh menjadikan perkataan beliau ini bermanfaat bagi para pencari kebenaran.
Kemudian, bila para pembaca sekalian mendapatkan hal-hal yang kurang pas dari tulisan ini, mohon untuk konfirmasi lewat sms ke +967712688139, barangkali terjadi kesalahan dari penterjemah, dan jangan terburu-buru untuk menisbatkan kesalahan tersebut kepada syaikh kami, wabillahit taufiq.
Berkata Asy Syaikh Abu Bilal Al Hadhromiy –hafidzohulloh–:
“Al Akh (yang mengajukan pertanyaan) mengulangi pertanyaan tentang perkataan Muhammad Al Imam terhadap Asy Syaikh Yahya –hafidzohulloh ta’ala- .
Antum sekalian telah membaca judul tulisan tersebut dan apa yang di bawahnya: “Al Ikhtishor lima fi Thoriqotil Hajuriy minal Adhror” (Penjelasan singkat tentang bahaya-bahaya yang ada pada jalan yang ditempuh Al Hajuriy). Judul ini beserta isinya sebagaimana dikatakan “ja’ja’ah bila thohin” (bunyi lesung tanpa ada yang ditumbuk).
Bila antum membalik kertas tersebut satu demi satu antum akan bertanya: di manakah sisi adhror (bahaya) yang dia sebutkan di bawah judul tersebut, yang barangkali menyebabkan sebagian orang terkesima, –kita memohon keselamatan kepada Alloh– kalau memang dia mau bersikap adil, tentulah dia memberinya judul ringkasan yang bagus: “Al Ikhtishor lima fi Da’watil Hajuriy minan Naf’i lil Abror wal Kabti lil Asyror” (Penjelasan singkat tentang Manfaat-manfaat dari dakwah Al Hajuriy bagi orang-orang baik dan penghinaan terhadap orang-orang jahat) Baguskah yang seperti ini atau tidak?
Inilah dia yang betul, karena sesungguhnya setiap orang yang mengamati perjalanan Asy Syaikh Yahya hafidhohulloh, sejak beliau menduduki kedudukan yang mulia ini, yang diberikan oleh Alloh subhanahu wata’ala, akan merasa takjub terhadap bagusnya perjalanan dakwah dan akhlaq beliau. Bahkan sebelum beliau naik menduduki kursi tersebut, yang seakan-akan menurut sebagian orang kursi itu bagaikan kursi pemerintahan, sehingga mereka mereka selalu menyebut-nyebut: “kursi … kursi… kursi…” demikian seterusnya.
Kursi ini, wahai ikhwan, bukanlah sesuatu yang mudah untuk diduduki oleh seseorang dan tidak mudah untuk mengemudikan kebaikan dakwah ini dari atas kursi ini, yang pada hakekatnya hanyalah sebuah kursi dari kayu sebagaimana antum sekalian lihat. Akan tetapi kursi ini adalah tempat menaruhperhatian bagi kawan dan lawan. Lawan memandang kepada kursi ini, sambil terus menunggu kelengahan kita dan mengintai apa yang menimpa kita. Mereka bercita-cita seandainya tempat ini musnah, dan tidak ada seorangpun dari anak-anak kaum muslimin yang mengambil manfaat darinya. Karena sesungguhnya mereka merasa adanya bahaya yang akan menimpa mereka dengan keberadaan kebaikan ini (Dammaj), disebabkan adanya syahwat dan hawa nafsu pada diri mereka, sedangkan tempat ini menjadi penghalang bagi hawa nafsu mereka, penghalang bagi keinginan mereka dan semua keinginan jahat yang ada pada mereka.
Adapun kawan yang saling mencintai, mereka melihat kursi tersebut dengan mata yang ridho, dan menunggu-nunggu kebaikan yang dihasilkan oleh tempat ini. Sehingga mereka memandang kursi tersebut dengan pandangan yang baik, penuh kecintaan dan kasih sayang terhadap para penuntut ilmu dan merasa sangat sedih bila ada yang menimpa mereka. Sebagaimana ketika kita ditimpa fitnahRofidhoh, sebagian mereka ada yang meninggalkan makanan yang sudah dihidangkan sambil berkata: “Saudara-saudara kita di sana, di Dammaj tidak mendapatkan makanan dan dalam keadaan terkepung, sedangkan kita enak-enak makan?” dia meninggalkan makanannya karena melihat dan mendengar apa yang terjadi dengan kita waktu itu.
Adapun musuh, maka sebagaimana dikatakan:
وَعَيْنُ الرِضَى عَنْ كُلِّ عَيْبٍ كَلِيْلَةٌ وَلَكِنَّ عَيْنُ السُّخْطِ تُبْدِيْ الْمَسَاوِيَا
Dan mata yang ridho itu lemah dari semua semua aib orang yang diridhoi
Akan tetapi mata yang benci, menampakkan kejelekan-kejelekan
Demikianlah halnya orang yang membenci perjalanan dakwah ini, membenci kebaikan ini yang –walillahil hamd– kita bisa menikmatinya dan Alloh memberi kita taufiq kepadanya.
Syaikhuna (Yahya) –hafidzohulloh ta’ala- bagi yang senantiasa memperhatikan dan mengawasi dakwah beliau, sebelum dan sesudah menduduki kursi tersebut, mendapati beliau adalah seorang yang mempunyai kesungguhan yang besar sekali. Mendapati pada diri beliau sikap tawadhu’ (rendah hati), dan kami dahulu melihat demikian dari beliau dengan mata kepala kami sendiri. Beliau duduk di samping tiang masjid, tidak berbicara dengan seseorang kecuali sedikit saja. Bersungguh-sungguh menghafal Bulughul Marom, Alfiyah ibnu Malik, Riyadhush Sholihin dan Al Qur’an. Tidak pernah dijumpai seorangpun duduk di samping beliau sepengetahuan kami kecuali orang yang menyimak beliau Al Qur’an atau Riyadhush Sholihin atau Alfiyah ibnu Malik. Beliau –demi Alloh– sedikit berbicara. Siapa saja yang mengenal beliau tentu tahu akan ini semua. Beliau sedikit berbicara dan menghadapkan diri untuk menghafal, menghadapkan diri kepada kebaikan.
Tatkala tiba-tiba beliau dibutuhkan (untuk menduduki kursi tersebut), maka beliau menjadi tumpuan persangkaan baik bagi semua ahlus sunnah. Maka segala puji bagi Alloh yang telah memberi beliau taufiq kepada kebaikan ini.
Dan sebagaimana dikatakan oleh sebagian mereka bahwa Asy Syaikh Yahya mengenggam dakwah salafiyyah ini dengan genggaman dari besi. Ini –demi Alloh– adalah benar, walaupun sekarang mereka berusaha untuk mengingkarinya. Inilah yang benar, bahwa Asy Syaikh Yahya mengenggam dakwah ini dengan genggaman dari besi dan beliau mengambil ilmu dengan kuat, mengambil kitabulloh dansunnah rosulNya dengan kuat. Kita tidak menyanjung beliau dan tidak berlebihan dalam menyikapi beliau –segala puji hanya untuk Alloh–. Beliau terkadang benar dan terkadang salah, sebagaimana ahlul ilmi yang lain. Kadang terjatuh dalam kesalahan, bukan seorang yang ma’shum, terbebas dari kesalahan. Kita tidak meyakini beliau terbebas dari kesalahan. Terkadang melakukan kesalahan sebagaimana selain beliau, akan tetapi orang-orang yang memiliki ilmu, mereka segera bertaubat apabila terjadi kesalahan darinya, atau diberi nasehat tentang adanya kesalahan dari mereka, maka mereka segera kembali. Demikianlah keadaan mereka sebagaimana dikatakan oleh Alloh ta’ala:
{وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَى مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ} [آل عمران: 135]
“dan tidaklah mereka terus-menerus di atas kesalahan yang telah mereka lakukan, sedangkan mereka mengetahui” (QS. Ali ‘Imron:135)
Maka ketika beliau naik ke kursi ini, atas wasiat dari seorang yang paham tentang beliau, wasiat seorang yang mengetahui keadaan murid-muridnya, memilih beliau dari sekian murid-muridnya. Dan waktu itu sebagian mereka memprediksi bahwa beliau (Asy Syaikh Muqbil –rohimahulloh– ) akan memilih orang lain, akan tetapi Alloh menghendaki sesuatu maka terjadilah sesuai dengan yang Dia subhanahu wa ta’ala kehendaki. Hanya bagi Allohlah perkara itu sebelum dan sesudahnya.
Alloh subhanahu wa ta’ala menghendaki dengan ilmu-Nya yang azaliy, untuk memilih orang ini menduduki tempat tersebut. Maka Alloh subhanahu wa ta’ala memberi taufiq kepada Asy Syaikh Muqbil untuk memilih Asy Syaikh Yahya –hafidzohulloh– walaupun disertai dengan usaha sebagian orang yang mondar-mandir menemui Asy Syaikh Muqbil di Saudi, mengatakan bahwa Yahya itu orang yang masih baru dalam dakwah ini, Yahya begini dan begitu, demikian seterusnya. Akan tetapi Asy Syaikh tidak mau kecuali memilih Asy Syaikh Yahya –hafidzohulloh ta’ala– .
Kemudian beliau menulis wasiat yang mereka sebut sebagai wasiat yang agung. Dan memang demikian halnya, itu adalah wasiat yang agung. Beliau juga berwasiat terhadap qobilah beliau (qobilah Wadi’ah) agar jangan ridho Asy Syaikh Yahya diturunkan dari kursi. Seakan-akan Alloh memberi beliau ilham bahwa akan ada yang berusaha merebut kedudukan Asy Syaikh Yahya. Karena tidak ada seorangpun yang diberi kenikmatan kecuali ada yang hasad kepadanya. Ini adalah sesuatu yang dimaklumi oleh semua orang dan tak bisa dipungkiri. Oleh karena itu, Asy Syaikh Muqbil waspada terhadap perkara ini, dan berwasiat kepada qobilah supaya jangan ridho kalau Asy Syaikh diturunkan.
Beliau juga berwasiat kepada para masyayikh untuk menjaga dakwah ini, menjaga kebaikan ini, yang mana beliau telah mencurahkan untuknya pengorbanan yang banyak, dan menemui banyak cobaan karenanya, mulai dari Rofidhoh, ikhwanul muslimin, sururiyyah, dan ahlul ahwa yang lain. Beliau –rohimahulloh– mendapatkan cobaan dan bersabar dalam menjaga kebaikan ini. Beliau mencintai murid-murid, memberi semangat mereka, semoga Alloh merahmati beliau.
Maka berjalanlah keadaan sepeninggal beliau sesuai dengan yang beliau wasiatkan. Asy Syaikh Yahya mengajar dan dicintai oleh para masyayikh menurut yang kami lihat dan kami dengar –semoga Alloh menjaga dan memperbaiki keadaan mereka– dan saling menasehati, saling mengunjungi dan bercengkrama antara mereka.
Sampai kemudian datanglah fitnah orang itu yaitu Abul Hasan, semoga Alloh menghukumnya sesuai dengan perbuatannya. Dia berusaha untuk mencerai beraikan dakwah, dan merasa senang dengan kematian Asy Syaikh Muqbil. Senang karena beliau telah berpindah dari alam dunia ini. Itu ditunjukkan dengan perkataannya, “Masa ketakutan telah berakhir”. Ucapan ini menyingkap apa yang sebenarnya disimpan di hati Abul Hasan Al Mishriy.
Maka tatkala datang fitnah tersebut terjadilah kesenjangan antara Asy Syaikh Yahya dengan para masyayikh. Syaikh Yahya menghujat Abul Hasan, menjelaskan kesalahan-kesalahannya. Dan kami melihat bahwa dia (Abul Hasan) menginginkan sesuatu yang berbeda dari apa yang kami lihat dan kami ketahui dari Syaikh kami (Asy Syaikh Muqbil). Dia ingin menjalankan dakwah ini berbeda dengan jalan cepat yang ditempuh oleh imam kami, allamah Yaman, ahli hadits jazirah Arab, Asy Syaikh Muqbil –rohimahulloh ta’ala– yang mana perjalanan dakwah pada masa beliau bagus sekali.
Maka Abul Hasan berusaha untuk memanfaatkan kesempatan meninggalnya Asy Syaikh Muqbil ini. Bahkan sebelum beliau meninggal, wahai ikhwan, dia berusaha memanfaatkan kesempatan kepergian Syaikh dari Yaman.
Dahulu dia berusaha mendekati Syaikh –rohimahulloh ta’ala– dan menempatkan Abu Hatim di dekat Syaikh. Abu Hatim, antum sekalian mengenalnya, dia adalah orang dekat Abul Hasan dan salah seorang dari murid-muridnya, dan Syaikhuna (Muqbil) senang kepadanya. Maka Abul Hasan memanfaatkan kecintaan beliau terhadap Abu Hatim untuk selalu menghubungi beliau dan berusaha mendekati.
Pendek kata, Syaikh kemudian meninggal, beliau memberi wasiat tentang murid-murid beliau dan berwasiat untuk warga Dammaj dan juga para masyayikh untuk menjaga dakwah ini dengan baik.
Akan tetapi sebagian orang tidak paham terhadap apa yang dimaksud oleh Asy Syaikh dalam wasiat tersebut, sehingga wasiat ini kemudian menjadi fitnah bagi mereka, karena mereka memahaminya tidak sesuai dengan yang dimaukan Asy Syaikh. Yang mereka pahami adalah bahwasanya tidak boleh bagi seorangpun untuk menghujat yang lain sampai kita ijtima’ (berkumpul) membicarakan orang tersebut.
Pemahaman seperti ini tidak betul, dan bukan dari manhaj salaf. Tidak pernah dikenal dalam manhaj salaf bila ada seseorang ingin menmenjelaskan kesalahan seseorang, sebelum dia berbicara tentang orang tersebut harus bermusyawarah, apakah orang ini berhak untuk dihujat atau tidak?
Pemahaman seperti ini salah, tidak betul, karena syaikhuna -hafidzohulloh- telah menghujat Abul Hasan ketika Asy Syaikh Muqbil masih hidup, dan kita tidak melihat pengingkaran Syaikhuna Muqbil sebelum beliau meninggal, terhadap Asy Syaikh Yahya. Tidak pula beliau mengatakan: “Wahai para masyayikh, berkumpullah kalian, telitilah permasalahan itu, karena dakwah akan terkena bahaya dan seterusnya,” bahkan Asy Syaikh mengatakan, “biarkanlah dia (Asy Syaikh Yahya) berbicara, karena dia tidak berbicara menurut hawa nafsunya.”
Hari-haripun berlalu, sementara itu Asy Syaikh Muqbil sama sekali tidak ijtima’ (berkumpul) dengan seorangpun hanya karena perkataan Asy Syaikh Yahya tentang Abul Hasan, karena beliau mengenal betul siapa Asy Syaikh Yahya, mengenal agama dan kesholehannya. Muqoddimah beliau terhadap kitab-kitab Asy Syaikh Yahya menunjukkan itu semua.
Asy Syaikh Yahya adalah salah seorang murid beliau yang paling menonjol, bahkan beliaulah yang paling menonjol. Sehingga Asy Syaikh Muqbil mengenal betul beliau karena kedekatan beliau berdua.
Yang jelas, wasiat ini telah dipermainkan. Kita tidak mengatakan bahwa wasiat tersebut dipahami dengan pemahaman yang tidak benar, wallohu a’lam. Akan tetapi kemungkinan besar memang ada pihak-pihak yang ingin mempermainkannya, ingin untuk memelintir leher wasiat tersebut, dan mengarahkannya kepada apa yang diinginkanya.
Di antaranya perkataan bahwasanya tidak boleh bagi siapapun untuk menghujat yang lain sampai bermusyawarah, sampai diadakan majlis khusus yang membahasnya sebelum dia mengeluarkan hujatannya. Ini tidak benar dan tidak boleh pemahaman seperti ini dinisbatkan kepada Asy Syaikh Muqbil –rohimahulloh–. Karena beliau sendiri sudah menghujat banyak ahlul ahwa, sedangkan waktu itu ada Asy Syaikh bin Bazz, Asy Syaikh Al ‘Utsaimin, Asy Syaikh al allamah Al Albaniy –rohimahumulloh– dan selain mereka dari imam-imam zaman tersebut, dan tidak ada seorangpun sepengetahuan kita yang menentang Asy Syaikh Muqbil: “mengapa berbicara tentang fulan dan seterusnya.”
Sementara yang beliau bicarakan adalah orang yang dekat dengan mereka. Kita contohkan misanya Az Zindaniy. Asy Syaikh bin Bazz mengagungkan dan menghormatinya sampai beliau meninggal, sepengetahuan kita, sampai pernah suatu ketika ada salah seorang dari saudara kita datang kepada Syaikh bin Baz untuk meminta tazkiyah (rekomendasi untuk meminta dana dari pemerintah saudi) untuk sebuah masjid. Orang ini berasal dari negeri kami yaitu dari daerah Qushoi’ir. Maka beliau berkata, “Pergilah dan datang kembali ke sini dengan membawa tazkiyah dari Asy Syaikh Az Zindaniy atau Asy Syaikh Muqbil, setelah itu kami beri seberapa yang kamu minta.”
kesimpulannya bahwa beliau menghormati orang ini (Az Zindaniy), beliau juga menghormati Ahmad Al Mu’allim dan Ahmad Al Mua’llim maklum bagi kita keadaannya. Beliau juga menghormati Syaikhuna Muqbil –rohimahulloh– dengan penghormatan yang sangat, melebihi penghormatan beliau terhadap kedua orang itu.
Ada seseorang mengabarkan kepada saya, namanya Muhammad Habir, dari negeri kami dari daerah Diis, dia berkata: “Suatu ketika aku sholat di suatu masjid,” dia menyebutkan nama masjid itu tapi saya lupa, “Saya sholat di samping Asy Syaikh Bin Bazz, maka beliau mengucapkan salam dan berkata, “Wahai anakku, dari mana asalmu?” aku menjawab, “Dari Yaman,” beliau bertanya lagi, “Abdul Aziz Al Muqolih yang kafir itu dari tempatmu?” aku jawab, “Ya” beliau bertanya, “Kamu kenal Asy Syaikh Muqbil” aku jawab, “Ya” beliau berkata, “Wahai anakku, aku menasehatimu untuk selalu menyertai Asy Syaikh Muqbil, kalau tidak bisa maka kunjungilah walau sekali dalam sebulan” sementara pengawal beliau berdiri di atas kami seperti ini. Beliau membuatku menjadi sangat gembira, dan pembicaraan itu berlangsung beberapa lama sampai membuat gelisah pengawal beliau.
Pendek kata, wahai ikhwan, bahwasanya Syaikhuna (Muqbil) bukan seperti itu cara pandang beliau, dan bukan demikian itu jalan pikiran beliau, yaitu apabila beliau ingin menjelaskan kesalahan seseorang harus bermusyawarah dahulu. Dan bukan demikian pula jalan Asy Syaikh Bin Baz –rohimahulloh– bahkan beliau menjelaskan kesalahan orang yang salah dan mendekatkan diri kepada Alloh dengan perkataan beliau tersebut. Siapa saja yang beliau lihat dia dari ahlul ahwa, dan berhak untuk diperingatkan dari kesalahannya, dan sebagainya.
Akan tetapi perbuatan bid’ah masa kini tadi, kita tidak tahu dari mana datangnya. Terutama di negeri Yaman ini dan imbasnya sampai mengenai beberapa orang di Nejd sekarang, sedang sebelumnya yang seperti ini belum pernah di kenal di kalangan mereka. Apabila ada seseorang menjelaskan kesalahan orang lain, beramai-ramai orang bangkit menyerangnya, dan bila dia mengeluarkan pernyataan, dengan serta-merta diadakan majlis khusus membahas itu, dikeluarkan bayan-bayan dan seterusnya. Sehingga permasalahan menjadi semakin membengkak, dan timbul berbagai macam bahaya dengan sebab ini semua.
Jadi, ini merupakan sesuatu yang berbahaya yang didatangkan oleh para masyayikh kepada dakwah salafiyyah. Majlis-majlis pertemuan yang diadakan berulang- ulang, setiap kali Syaikhuna berbicara menjelaskan kesalahan orang-orang yang menimbulkan kekacauan dalam dakwah salafiyyah, sedangkan para masyayikh sendiri mengakui itu, tiba-tiba diadakan pertemuan yang berulang-ulang, majlis demi majlis, sarana dan prasarana dicurahkan dan hilang banyak waktu demi membicarakan beberapa perkara yang sebenarnya –demi Alloh– perkaranya lebih sepele daripada itu.
Asy Syaikh berbicara tentang fulan dan kalian tidak sependapat dengan beliau? Mestinya kalian bersikap sebagaimana sikap Asy Syaikh Bin Baz –rohimahulloh ta’ala–, Asy Syaikh al Albaniy, dan para imam dakwah salafiyyah yang lain, dan dakwah tetap berjalan seperti sedia kala, bukankah demikian? Dakwah salafiyyah tetap berjalan dan kebaikan tetap ada, bahkan semakin sempurna.
Akan tetapi tatkala muncul bid’ah ini, muncullah bahaya yang besar mengancam dakwah salafiyyah. Dan perjalanan dakwah mereka mengalami kemunduran, sebagaimana hal itu terlihat dengan jelas. Hal ini dikarenakan mereka sibuk dengan perkara yang tidak ada kebaikannya sama sekali bagi mereka, dan tidak pula bagi dakwah mereka.
Adapun bagi Syaikh kita -hafidzohulloh- dakwah beliau terus berjalan. Beliau berbicara tentang fulan dengan niat mendekatkan diri kepada Alloh dalam perkataan beliau tersebut, dan dakwah terus berjalan. Beliau melihat pada orang tersebut ada kesalahan, membuat kekacauan di ma’had ini, menimbulkan kejelekan wal’iyadzubillah dan menginginkan tumbangnya beliau dengan dakwaan yang besar, maka beliau berbicara tentangnya menjelaskan kesalahannya dan dakwah tetap berjalan.
Beliau tetap dengan pelajaran-pelajarannya, tetap menulis kitab-kitabnya, sehingga menghasilkan kebaikan yang banyak bagi kaum muslimin, berupa kitab-kitab rujukan seperti kitab “Ahkamus Safar“, yang merupakan salah satu kitab rujukan bagi ummat, demikian juga “Ahkamul Jum’ah”,dan “Ahkamut Tayammum” meskipun berupa risalah kecil tapi itu merupakan rujukan yang bermanfaat bagi ummat. Juga kitab “Al Muntaqo” sebagaimana antum ketahui sekarang sudah siap untuk dicetak, dan merupakan kitab syarh yang bermanfaat sekali.
ini semua yang telah saya sebutkan baik “Ahkamus Safar”, “Ahkamul Jum’ah” dan lain-lainnya hanya sebagian kecil saja dari karangan-karangan beliau demikian juga bila dibanding kitab beliau“Syarh Muntaqo Ibnul Jarud“.
Maka lihatlah kesibukan beliau dan lihatlah apa yang dihasilkan beliau, yang dikatakan oleh Al Imam bahwa jalan beliau harus dirubah. Demikian juga Asy Syaikh Robi’ mengatakan bahwa beliau harus dipaksa untuk merubah arah jalannya.
Lihatlah arah jalan beliau dan hasilnya, dan bandingkanlah dengan perjalanan para “masyayikh” dan hasilnya, akan engkau dapati perbedaan yang sangat jauh. Syaikhuna -hafidzohulloh- terus menerus dalam mengajar, tidak pernah berhenti, terus menerus dalam menulis kitab, terus menerus dalam memberikan fatwa, terus menerus dalam memberikan nasehat dan pengarahan, terus menerus dalam mengingkari kemungkaran-kemungkaran dan apa-apa yang terjadi di masyarakat, yang perlu untuk diberikan nasehat padanya. Maka engkau dapati beliau menasehati, mengarahkan, mengingkari dan seterusnya, dan dihasilkan dari hal-hal tersebut kebaikan yang banyak bagi masyarakat, demi Alloh.
Ketika terjadi gerakan reformasi (sebenarnya adalah penggulingan pemerintahan di Yaman), Asy Syaikh menyampaikan nasehat dengan apa yang bisa mendekatkan diri kepada Alloh, dan nasehat beliau pada tempatnya. Di sisi lain kita tidak mendengar suatu nasehatpun dari para masyayikh berkenaan dengan fitnah itu, tidak pula suatu perkataan.
Dan banyak dari orang awam yang mengambil manfaat dari nasehat syaikh kita, karena nasehat tersebut tersebar luas, bahkan sampai disiarkan melalui setasiun televisi (dengan suara saja tanpagambar), sehingga suasana menjadi tenang. Sampai-sampai ada dari para penggerak reformasi yang mengakui bahwa penyebab kegagalan gerakan mereka adalah Al Hajuriy, sedangkan mereka memprediksi hasil reformasi lebih dahsyat dari itu dalam merusak negeri ini. Akan tetapi sebaliknya terjadi kebaikan yang banyak, karena penduduk Yaman mau menerima nasehat. Dan dikarenakan keimanan ada pada ahlul Yaman ditambah dengan sifat-sifat terpuji yang lain, dan di negeri Yaman masih ada sisa-sisa kebaikan walillahil hamd.
Kebaikan masih terus ada, dan tidaklah dakwah ini melainkan sebaik-baik saksi tentang masih adanya kebaikan di negeri Yaman, dan bahwasanya mereka menerima kebenaran, menerima sunnah dan mencintai kitabulloh subhanahu wata’ala.
Intinya bahwa telah terwujud kebaikan yang banyak bagi masyarakat dengan sebab perkataan beliau tersebut. Sehingga ada sebagian orang awam mengabarkan kepada saya, dia berkata: “Saya pernah berdebat dengan seorang anggota partai Ishlah (Al Ikhwanul Muslimin, salah satu partai yang menuntut reformasi), dia berkata demikian, maka saya bantah bahwa Asy Syaikh Yahya berkata begini, dalilnya ini, sedangkan kamu apa dalilmu?” Kata dia, “Ibnu Zubeir memberontak, demikian juga fulan dan fulan…” Saya menjawab, “Asy Syaikh Yahya mengatakan firman Alloh, tapi kamu mengatakan Ibnu Zubeir? Sebutkanlah dalil dari Rosululloh demikian dan demikian, bukan dari Ibnu Zubeir berbuat demikian dan demikian.” Demikianlah, sedangkan dia adalah seorang yang awam, tapi bisa mengambil faedah dari muhadhoroh Asy Syaikh Yahya dan pengarahan beliau.
Lihatlah terciptanya manfaat yang besar bagi ahlul Yaman dengan sebab nasehat-nasehat yang bagus dan besar nilainya yang telah membuahkan hasil.
Demikianlah “bahaya-bahaya” yang disoroti oleh Muhammad Al Imam, “bahaya” yang pertama adalah adanya nasehat-nasehat bagi muslimin ketika terjadi pergolakan reformasi. Ini bahaya atau manfaat? Ini adalah manfaat yang besar sekali. Kitab-kitab yang ditulis beliau tadi, apakah itu bahaya atau manfaat? Hasil didikan beliau dan pelajaran-pelajaran bagus yang beliau ajarkan, demikian juga para penuntut ilmu dengan jumlah yang amat banyak seperti ini, yang mereka mendapatkan apa yang mereka cari, mendapatkan kebaikan di tempat ini, ini semua menurut Al Imam mungkin adalah sebuah bahaya, seakan mereka tidak melihat kebaikan ini, dan tidak menyaksikannya.
Ini adalah kebaikan bagi kalian dan bagi seluruh muslimin. Yang sepantasnya bagi kalian adalah mengangkat kepala karenanya, bangga akan keberadaannya, dan membantunya, bukan sebaliknya kalian menginginkan kemusnahannya wal’iyadzubillah, kalian menginginkan tercerai-berinya kebaikan ini, dan menjauhkan manusia darinya.
Yang seperti inilah yang berbahaya, demi Alloh, berbahaya bagi kalian dan bagi muslimin. Karena sebagian orang mungkin percaya kepada kalian, mendengarkan kalian, menyangka kalian adalah “masyayikh”, mengira kalian adalah para ulama dan seterusnya, sehingga mereka menerima pengarahan kalian.
{لِيَحْمِلُوا أَوْزَارَهُمْ كَامِلَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَمِنْ أَوْزَارِ الَّذِينَ يُضِلُّونَهُمْ بِغَيْرِ عِلْمٍ} [النحل: 25]
“Supaya mereka memikul dosa-dosa mereka sendiri secara sempurna, dan memikul dosa-dosa orang-orang yang telah disesatkannya tanpa didasari ilmu,”
(Bersambung ke bagian kedua, insyaalloh
Sumber :
https://ashhabulhadits.wordpress.com
Komentar
Posting Komentar