Menuntut ilmu di sisi Ahlissunnah

🍃 *Menuntut ilmu disisi ahli sunnah yang masyhur duduk dihadapan para ulama yang terpercaya*

🖊Muhammad bin Siiriin rahimahullah berkata:

‎إِنَّ هَذَا الْعِلْمَ دِينٌ، فَانْظُرُوا عَمَّنْ تَأْخُذُونَ دِينَكُمْ
“Sesungguhnya ilmu ini adalah agama, maka perhatikanlah dari siapa
kalian mengambil agama kalian”.
📚Diriwayatkan oleh Muslim dalam muqaddimah Shahiih-nya hal. 24, Ibnu Abi Syaibah 8/617 no. 27047, Ibnu Hibbaan dalam Al-Majruuhiin 1/21Al-Khathiib dalam Al-Jaami’
li-Akhlaaqir-Raawiy 1/195 no. 141, dan yang lainnya)

Dan terlalu banyak orang mengatakan da’i yang pada hakekatnya ia adalah penyeru kepintu pintu jahannam.

‎عَنْ حُذَيْفَةَ بْنِ الْيَمَان رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّهُ قَالَ : كَانَ النَّاسُ يَسْأَلُوْنَ رَسُوْلُ اللهِ ﷺ عَنِ الْخَيْرِ وَ كُنْتُ أَسْأَلُهُ عَنِ الشَّرِّ مَخَافَةَ أَنْ يُدْرِكَنِي فَقُلْتُ يَا
‎رَسُوْلُ اللهِ أِنَّا كُنَّا فِي جَاهِلِيَّةٍ وَشَرِّ فَجَاءَنَا اللَّهُ بِهَذَا الْخَيْرِ فَهَلْ بَعْدَ هَذَا الْخَيْرِ شَرِّ قَالَ نَعَمْ فَقُلْتُ هَلْ بَعْدَ ذَلِكَ الشَّرِّ مِنْ خَيْرِ قَالَ نَعَمْ وَفِيْهِ دَخَنٌ قَلْتُ وَمَا دَخَنُهُ قَالَ قَوْمٌ يَسْتَنُّوْنَ
‎بِغَيْرِ سُنَّتِي وَيَهْدُوْنَ بِغَيْرِ هَدْيِي تَعْرِفُ مِنْهُمْ وَتُنْكِرُ فَقُلْتُ هَلْ بَعْدَ ذَلِكَ الْخَيْرِ مِنْ شَرِّ قَالَ نعَمْ دُعَاةٌ عَلَى أَبْوَابِ جَهَنَّمَ مَنْ أَجَابَهُمْ إِلَيْهَا
‎قَذَفُوْهُ فِيْهَا فَقُلْتُ يَا رَسُوْلُ اللهِ صِفْهُمْ لَنَا قَالَ نَعَمْ قَوْمٌ مِنْ جِلْدَتِنَا وَيَتَكَلَمُوْنَ بِأَلْسِنَتِنَا فقلْتُ يَا رَسُوْلُ اللهِ فَمَا تَرَى إِنْ أَدْرَكَنِي ذَلِكَ قَالَ تَلْزَمُ جَمَاعَةَ الْمُسْلِمِيْنَ وَإِمَامَهُمْ فَقُلْتُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ لَهُمْ جَمَاعَةٌ وَلاَ إِمَامٌ قَالَ فَاعْتَزِلُ تِلكَ الْفِرَقَ
‎كُلَّهَا وَلَوْ أَنْ تَعَضَّ عَلَى أَصْلِ شَجَرَةٍ حَتَّى يُدْرِكَكَ الْمَوْتُ وَأَنْتَ عَلَى ذَلِكَ

Dari Hudzaifah bin Al-Yamaan radliyallaahu ‘anhu, ia berkata : “Dahulu
orang-orang bertanya kepada Rasulullooh tentang kebaikan, sedangkan
aku bertanya kepada beliau tentang keburukan karena khawatir aku akan
menimpaku”. Aku bertanya : “Wahai Rasulullah, sesungguhnya dulu kami
berada dalam keadaan jahiliyah dan kejelekan, lalu Allah mendatangkan
kebaikan (Islam) kepada kami. Apakah setelah kebaikan ini akan datang
kejelekan ?”. Beliau menjawab : “Ya”. Aku bertanya : “Apakah setelah kejelekan tersebut akan datang kebaikan?”. Beliau menjawab : “Ya,
tetapi padanya ada asap”. Aku bertanya : “Apa asapnya itu ?”. Beliau
menjawab : “Suatu kaum yang mengambil sunnah bukan dengan sunnahku,
dan memberikan petunjuk (kepada manusia) kepada selain petunjukku.
Engkau akan mengenal mereka dan engkau akan mengingkarinya”. Aku
bertanya : “Apakah setelah kebaikan tersebut akan datang kejelekan
lagi?”. Beliau menjawab : ”Ya, para dai yang menyeru ke pintu neraka
Jahannam. Barangsiapa yang menyambut seruan mereka, maka mereka akan menjerumuskannya ke dalamnya (Jahannam)”. Aku bertanya : “Wahai
Rasulullah, sebutkan ciri-ciri mereka kepada kami ?”. Beliau menjawab
: “Ya. Mereka adalah satu kaum yang berasal dari kulit-kulit kita dan
berbicara dengan bahasa kita”. Aku bertanya : “Lantas, apa saranmu
seandainya aku menemui hal itu ?”. Beliau menjawab : “Berpegang
teguhlah kepada jama’ah kaum muslimin dan imam mereka”. Aku bertanya :
“Apabila mereka tidak memiliki jama’ah dan imam?”. Beliau menjawab :
”Tinggalkan semua kelompok-kelompok (sesat) itu, meskipun engkau harus
menggigit akar pohon hingga kematian mendatangimu sedangkan engkau masih dalam keadaan seperti itu” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy  dan
Muslim ].

Al-Haafidh Ibnu Hajar rahimahullah berkata:

‎قوله دعاة على أبواب جهنم أي يدعون الناس إلى العمل بما يولج     

“Sabda Nabi : ‘Para dai yang menyeru ke pintu neraka Jahannam’, yaitu menyeru manusia untuk melakukan amalan yang menyebabkan masuk ke dalamnya (Jahannam)” [Fathul-Baariy, 1/117]

An-Nawawiy rahimahullah berkata:

‎دُعَاة عَلَى أَبْوَاب جَهَنَّم مَنْ أَجَابَهُمْ إِلَيْهَا قَذَفُوهُ فِيهَا قَالَ الْعُلَمَاء : هَؤُلَاءِ مَنْ كَانَ مِنْ الْأُمَرَاء يَدْعُو إِلَى بِدْعَة أَوْ ضَلَال آخَر كَالْخَوَارِجِ وَالْقَرَامِطَة وَأَصْحَاب الْمِحْنَة

“Sabda Nabi : ‘Para dai yang menyeru ke pintu neraka Jahannam.
Barangsi

apa yang menyambut seruan mereka, maka mereka akan menjerumuskannya ke dalamnya (Jahannam)’. Para ulama berkata : ‘Mereka berasal dari kalangan umaraa’ yang mengajak kepada bid’ah atau yang mengajak pada kesesatan lain seperti Khawaarij, Qaraamithah, dan ashhaabul-mihnah.

📚Syarh shohih muslim 12/237

Maka dari sini perlu untuk kita ketahui, siapa ahli ilmi yang pantas
untuk diambil ilmunya.

Dari abdurrahman bin Yazid mengatakan,

‎سَأَلْنَا حُذَيْفَةَ عَنْ رَجُلٍ قَرِيبِ السَّمْتِ وَالْهَدْيِ مِنْ النَّبِيِّ ﷺ حَتَّى نَأْخُذَ عَنْهُ فَقَالَ: مَا أَعْرِفُ أَحَدًا أَقْرَبَ سَمْتًا وَهَدْيًا وَدَلًّا بِالنَّبِيِّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ ابْنِ أُمِّ عَبْدٍ

“Kami pernah bertanya kepada Hudzaifah tentang siapakah orang yang
mempunyai kemiripan dengan Nabi dalam hal budi pekerti dan perangai
baiknya hingga kami bisa mengambil (ilmu) darinya. Shahabat Hudzaifah
menjawab, ‘Aku tidak mengetahui orang yang paling mirip dengan Nabi
dalam hal budi pekerti, perangai baik dan jalan hidupnya dengan Nabi
selain dari Ibnu Ummi ‘Abdin.” Yaitu abdullooh bin mas’ud (HR.
al-Bukhari ).

Ibrohim An Nakho’iy rohimahulloh berkata:

‎كانوا إذا أتوا الرجل ليأخذوا عنه العلم نظروا إلى صلاته و إلى سنته وإلى
‎هيئته ثم يأخذون عنه .

dahulu kaum salaf( para ulama) jika mereka mendatangi seseorang untuk mengambil ilmu darinya, Maka mereka akan melihat kepada shalatnya terlebih Dahulu Dan melihat kepada sunnah-sunnahnya Dan keadaanya (Apakah kokoh di atas manhaj salaf , tambahan pent')
Kemudian  setelah itu barulah mereka  akan mengambil ilmu
darinya"Dikeluarkan oleh Ad-Darimy dalam Sunanny 1 / 397, lihat at
tamhid 1/47.

Dari atsar diatas menunjukkan akan perlunya untuk melihat akhlak dari seorang guru terlebih dahulu, jika menunjukkan atas
kefasiqannya,karena senantiasa di atas dosa besar ,seperti seoarang
da,i tapi cukur jenggot, ustadz isbal, pendusta karena selalu bicara agama tanpa ilmu, melakukan perkara perkara bidah ,atau  tidak
kokoh diatas manhaj salaf, dan jauh dari sunnah, dan orang yang goncang manhajnya maka jangan diambil ilmu darinya, dan Jangan terpedaya dengan kemahiran mereka  dalam  bagusnya retorika(dalam
mengolah kata).

Berkata imam ibnu mandah rohimahullooh :

‎طفت الشرق والغرب مرتين, فلم أتقرب الى مذبذب , ولم أسمع من المبتدعين حديثا واحدا
Saya kelililng dari timur dan ke barat sebanyak dua kali, maka aku tidak mendekati pada orang yang mudzab’dzab(orang yang goncang, dan ragu serta tidak kokoh pendiriannya dalam menentukan sikap ketika
terjadi fitnah, tambahan pent’), dan akupun tidak mendengarkan satu
hadits dari kalangan ahlu bidah .

📚thobaqat al-hanabilah 2/167

Berkata imam an-nawawi rohimahullooh :

‎قالوا: ولا يأخذ العلم إلا ممن كملت أهليته، وظهرت ديانته، وتحققت معرفته واشتهرت صيانته وسيادته
ulama terdahulu mengatakan : dan janganlah mengambil Ilmu kecuali dari orang yang sempurna kemampuannya, dan tampak agamanya , serta pengetahuannya yang terbukti, juga terkenal kebaikannya dan
kemuliaannya ( Lihat Al Majmu’ :1/36 ).

Al Khothib Al Baghdadiy rohimahulloh berkata:

‎اتفق أهل العلم على أن السماع ممن ثبت فسقه لا يجوز.

“Para ulama telah bersepakat bahwa mendengar ilmu dari orang yang telah pasti kefasiqannya,maka tidak boleh.”( Al Jami’ Li Akhlaqir Rowi 1/ 138).

Adapun jika buruknya akhlaq seorang pengajar yang bukan karena
kefasiqan, dan bukan orang mengikuti hawa nafsu, dan mengajak orang untuk mengikutinya, serta bukan orang yang bodoh, yang menampakkan
kebodohannya, tapi memang kadang akhlaknya kaku, keras dalam mengajar(seperti yang kita saksikan salah seorang pengajar nahwu didarul hadits didammaj  dalam mengajarnya, ia memberi hukuman kepada murid yang tidak bisa menjawab soal, dengan menjewer, dan disuruh berdiri, dibentak), dan kadang seorang guru kurang ramah dalam bergaul, maka selama aqidahnya dan manhajnya benar dan memang memiliki
kecakapan serta kemapaman dalam bidangnya maka hendaknya kita bersabar
dengannya untuk mulazamah belajar dengannya, demi mendapatkan ilmunya.

Al Imam Asy Syafi’i rohimahulloh berkata:

‎كان يختلف إلى الأعمش رجلان, أحدهما كان الحديث من شأنه, والآخر لم يكن الحديث من شأنه. فغضب الأعمش يوما على الذي من شأنه الحديث فقال الآخر: لو غضب علي كما غضب عليك لم أعد إليه. فقال الأعمش: إذن هو أحمق مثلك ‎يترك ما ينفعه لسوء خلقي.

“Dahulu ada dua lelaki yang berbolak-balik mendatangi Al A’masy. Yang satu memang pakarnya hadits, sementara yang lain itu hadits bukanlah bidangnya. Lalu pada suatu hari Al A’masy marah pada orang yang hadits itu memang bidangnya. Maka lelaki yang lain berkata: “Andaikata Al A’masy marah padaku sebagaimana dia marah padamu, niscaya aku tidak akan datang lagi padanya(untuk mengambil ilmu).” Maka Al A’masy
berkata: “Jika demikian dia itu tolol sepertimu, meninggalkan perkara
yg bermanfaat untuknya karena buruknya akhlaqku.” Diriwayatkan oleh imam al baihaqy dalam manaqib asy-syafi’i 2/146.

Berkata bilal bin abi  burdah rohimahullooh,:

‎لا يمنعكم  سوء ما تعلمون منا أن تقبل أحسن  ما تسمعون منا

jangan sekali –kali menghalangi kalian dari buruknya akhlak apa yang kalian ketahui dari kami untuk kalian menerima apa yang baik yang kalian dengar dari kami(berupa ilmu). Jaami’ bayaan al’ilmi 207.

Imam Malik ibn Anas rahimahullah berkata:

‎لا يؤخذ العلم عن أربعة، ويؤخذ ممن سوى ذلك

Tidak diambil ilmu dari empat orang, dan diambil (ilmu tersebut) dari
selain mereka.

‎لا يؤخذ من صاحب هوى يدعو الناس إلى هواه

[1] Tidak diambil (ilmu) dari pengikut hawa nafsu, yang mengajak
manusia untuk mengikuti hawa nafsunya.

‎ولا من سفيه معلن بالسفه، وإن كان من أروى الناس

[2] Dan dari orang bodoh, yang menampakkan kebodohannya, walaupun dia termasuk orang yang paling banyak riwayatnya.

‎ولا من رجل يكذب في أحاديث الناس، وإن كنت لا تتهمه أن يكذب على رسول الله صلى الله عليه وسلم

[3] Dan dari seseorang yang terbiasa berdusta dalam pembicaraan dengan orang lain, meskipun ia tidak tertuduh berdusta atas Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam.

‎ولا من رجل له فضل وصلاح وعبادة إذا كان لا يعرف ما يحدث

[4] Dan dari seseorang yang tidak mengerti apa yang dia bicarakan,
meskipun ia memiliki keutamaan dan keshalihan, serta ahli ibadah.
(Diriwayatkan oleh Ibn Khallad ar-Ramahurmuzi di kitab beliau al-Muhaddits al-Fashil Bayna ar-Rawi wa al-Wa’i hlm. 403).

Dan perlu juga diketahu, hendaknya mengambil ilmu dari seorang guru
ahli sunnah yang dipersaksikan akan dirinya menuntut ilmu, dan bukan
hanya otodidak dari buku buku dan belajar sendiri.

Ibnu Aun rahimahullah berkata,

‎لا تأخذوا العلم الا ممن شهد له  بالطلب

“Tidak boleh diambil ilmu ini kecuali dari orang-orang yang
dipersaksikan dengan menuntut ilmu.”
(at-tamhid 1/45).

Berkata al khotib al bagh’dadi rohimahullooh :

‎وَيَكُونُ قَدْ أَخَذَ فِقْهَهُ مِنْ أَفْوَاهِ الْعُلَمَاءِ ، لا مِنَ الصُّحُفِ

Artinya : dia telah mengambil fiqhinya dari lisan lisan para ulama ,
dan bukan hanya dari kitab. (al’faqih al mutafaqqih 2/97).

Jangan tertipu hanya dengan sekedar  sudah bisa naik mimbar, hanya bisa membaca fadhoil A’mal, sudah bisa membawakan pengajian,  sudah dianggap sebagai ustazd atau orang yang alim yang bisa diambil ilmunya.

Berkata imam Ibnul-Jauziy rahimahullah:

‎العالم عند العوام من صعد المنبر        

“Orang ‘aalim versi orang awam adalah orang yang naik di atas mimbar”
[Al-Qashshaash wal-Mudzakkiriin, hal. 318].

Benarlah apa yang dikatakan oleh ‘Abdullah bin Mas’uudradliyallaahu
‘anhu dalam perkataannya:

‎إنَّكُمْ فِي زَمَانٍ كَثِيرٌ عُلَمَاؤُهُ، قَلِيلٌ خُطَبَاؤُهُ، وَإنَّ بَعْدَكُمْ زَمَانًا كَثِيرٌ خُطَبَاؤُهُ، وَالْعُلَمَاءُ فِيهِ قَلِيلٌ

“Sesungguhnya kalian berada di zaman yang banyak ulamanya namun (para pencerama. Dan sesungguhnya zaman setelah kalian nanti akan banyak penceramanya namun sedikit ulamanya” [Diriwayatkan oleh Abu Khaitsamah Zuhair bin Harb dalam Kitaabul-‘Ilm hal. 45 no. 109; dishahihkan oleh Al-Albaaniy dalam  takhrij-nya terhadap kitab tersebut].

Dan rasulullah telah memperingatkan akan ummatnya, akan muncul  para da’i yang menyampaikan hadits yang palsu dan cerita khurafat, seperti yang selalu dibawah oleh kelompok jamaah tabligh,

‎سَيَكُونُ فِي آخِرِ أُمَّتِى، أُنَاسٌ يُحَدِّثُونَكُمْ مَا لَمْ تَسْمَعُوا أَنْتُمْ، وَلَا آبَاؤُكُمْ، فَإِيَّاكُمْ وَإِيَّاهُمْ

“Akan ada sekelompok manusia di akhir umatku yang akan berbicara
kepada kalian dengan sesuatu yang tidak pernah kalian dengar
sebelumnya tidak pula oleh bapak-bapak kalian, maka berhati-hatilah
kalian dan hindarilah mereka” [Diriwayatkan oleh Muslim dalam
mukaddimah shohihnya halaman 6].

Imam Al-Manawiy rahimahullah berkata

‎(سيكون في آخر الزمان أناس من أمتي) يزعمون أنهم علماء (يحدثونكم بما لم تسمعوا به أنتم ولا آباؤكم) من الأحاديث الكاذبة والأحكام المبتدعة والعقائد الزائفة (فإياكم وإياهم) أي احذروهم وبعدوا أنفسكم عنهم وبعدوهم عن أنفسكم

Sabda Nabi:  ‘(Akan ada sekelompok manusia di akhir umatku’) adalah,
yang menyangka diri mereka ulama. (‘yang akan berbicara kepada kalian
dengan sesuatu yang tidak pernah kalian dengar sebelumnya tidak pula
oleh bapak-bapak kalian’), berupa hadits-hadits dusta, hukum-hukum
yang diada-adakan (bid’ah), dan ‘aqidah-‘aqidah palsu. (‘maka
berhati-hatilah kalian dan hindarilah mereka’), yaitu waspadalah terhadap mereka, serta jauhkanlah diri kalian dari mereka dan
jauhkanlah mereka dari diri kalian” [Faidlul-Qadiir, 4/174].

Maka dari sini perlu berhati-hati sebelum mengambil guru untuk
belajar, untuk mencek keadaan mereka, gimana aqidah, dan manhaj
mereka, dimana belajar dan mengambil ilmu,

Syaikh Shalih bin Fauzan al Fauzan hafidzahullah berkata  
   
‎ليست العبرة بالإنتساب أو فيما يظهر! بل العبرة بالحقائق وبعواقب الأمور، والأشخاص الذين ينتسبون إلى الدعوة يجب أن يُنظر فيه
‎أين درسوا ؟ومَن أين أخذوا العلم ؟وأين نشأوا ؟وما هي عقيدتهم ؟وتنظر أعمالهم وآثارهم في الناس وماذا أنتجوا من الخير ؟وماذا ترتب على أعمالهم من الإصلاح ؟يجب أن تُدرس أحوالُهم قبلَ أن يُغترَّ بأقوالِهم ومظاهرِهم. هذا أمر لابد منه خصوصاً في هذا الزمان الذي كَثُرَ فيه دعاة الفتنة؛ وقد وصف الرسول دعاة الفتنة بأنهم: (من جلدتنا ويتكلمون بألسنتنا!)».

Yang menjadi tolak ukur bukanlah penyadaran, bukan pula apa yang
terlihat saja. Namun yang menjadi tolak ukur ialah realita dan akibat.
Dan orang-orang yang pantas untuk disandarkan kepadanya dakwah harus
dilihat darinya perkara-perkara berikut:
Dimana dia belajar?
Dari siapa dia mengambil ilmu?
Dimana dia tumbuh berkembang?
Apa aqidahnya?
Anda lihat tingkah laku dan pengaruhnya terhadap manusia serta apa yang ia hasilkan berupa kebajikan?
Apa hasil dari perbaikan yang dilakukannya?
Wajib bagi Anda untuk mengetahui keadaan mereka sebelum Anda terlena dengan ucapan mereka dan amalan mereka yang tampak.
Hal seperti ini harus dilakukan, terlebih khusus pada zaman ini dimana
banyak dai-dai pegusung fitnah. Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam telah mensifati dai-dai pegusung fitnah tersebut,  bahwa mereka, “Berasal dari kulit kita dan mereka berbicara dengan bahasa kita.(Al Ijabaatul Muhimmah hal 47-48.)

Asy-Syaikh Shaalih Al-Fauzaan hafidhahullah  juga berkata:

‎فلا يجوز الأخذ عن الجُهّال ولو كانوا متعالمين، ولا الأخذ عن المنحرفين
‎في العقيدة بشرك أو تعطيل، ولا الأخذ عن المبتدعة والمنحرفين وإن سُمّوا علماء. فالأصناف ثلاثة : أهل العلم النافع والعمل الصالح، وأهل العلم بدون عمل، وأهل العمل بدون علم. وقد ذكر الله – تعالى – هذه الأصناف في آخر سورة الفاتحة، وأمرنا أن نسأله أن يهدينا إلى طريق الصنف الأول، وأن يجنّبنا طريق الصنفين الآخرين، قال – تعالى - :اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ * صِرَاطَ
‎الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلا الضَّالِّينَ. فجعل الصنف الأول مُنْعَمًا عليه، والصنف الثاني مغضوبًا عليه، والصنف الثالث ضالاً.وهذان الصنفان الأخيران يمثلان الفِرق المنحرفة اليوم، وإن كانت تنتسب إلى الإسلام.

“Tidak boleh mengambil ilmu (agama) dari orang-orang bodoh meskipun
mereka mengaku pandai. Begitu juga tidak boleh mengambil ilmu dari
orang-orang yang menyimpang dalam ‘aqidah berupa kesyirikan atau
penafian ayau penolakan sifat Allah’). Begitu juga dari kalangan ahli
bid’ah dan menyimpang meskipun mereka disebut sebagai  ulama.
Ada tiga golongan orang, yaitu ulama yang mengajarkan ilmu bermanfaat dan beramal shalaih, ulama yang tidak mengamalkan ilmunya, dan ulama yang tidak memiliki ilmu. Allah menyebutkan tiga golongan orang ini dalam surat Al-Faatihah, dan Allah ta’ala memerintahkan kita agar memohon kepada-Nya memberikan
hidayah  kepada kita kepada jalan golongan pertama. ‘Tunjukilah kami
jala

n yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka’ (QS. Al-Faatihah : 6-7). Dan (memerintahkan kita memohon kepada-Nya) agar menjauhkan kita dari
jalan dua golongan yang lainnya. Allah ta’ala berfirman : ‘bukan
(jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat’
(QS. Al-Faatihah : 7).
Allah  menjadikan golongan pertama sebagai golongan yang dianugerahkan
nikmat, golongan kedua adalah golongan yang dimurkai, dan golongan
ketiga adalah golongan yang sesat.
Dua golongan terakhir seperti kelompok-kelompok menyimpang pada hari ini, meskipun mereka menisbatkan diri pada Islam”
[Al-Ajwibatul-Mufiidah, hal 251-254].

bahaya suka duduk di majlis Hizby?
Menghadiri  majlis ilmu ahli bid’ah akan membuat  orang-orang condong
dan tertiipu sehingga akhirnya membenarkan kebid’ahan dan penyimpangan
mereka, apalagi dainya seorang yang terkenal, dan punya banyak
pengikut.

Asy-Syaathibiy rahimahullah berkata:

‎فإن توقير صاحب البدعة مظنة لمفسدتين تعودان بالهدم على الإسلام:
‎أحدهما: التفات الجهال والعامة إلى ذلك التوقير ، فيعتقدون في المبتدع
‎أنه أفضل الناس ، وأن ما هو عليه خير مما عليه غيره ، فيؤدي ذلك إلى
‎اتباعه على بدعته دون اتباع أهل السنة على سنتهم.
‎والثانية: أنه إذا وقر من أجل بدعته صار ذلك كالحادي المحرض له على انشاء الابتداع في كل شيء. وعلى كل حال ؛ فتحيا البدع ، وتموت السنن ، وهو هدم الإسلام بعينه.

“Sesungguhnya penghormatan kepada ahli bid’ah merupakan sumber dari dua kerusakan yang berhubungan dengan hancurnya Islam.
Pertama, berpalingnya orang-orang bodoh dan masyarakat awam kepada
penghormatan itu dan berkeyakinan bahwa ahli bid’ah tersebut adalah
seutama-utama manusia. Selain itu, apa yang ada pada ahli bid’ah
dianggap lebih baik daripada yang ada pada selainnya (dari kalangan
Ahlus-Sunnah). Akibatnya, mereka malah mengikuti bid’ahnya, bukan mengikuti sunnah yang ditempuh Ahlus-Sunnah.
Kedua, apabila orang tersebut menghormatinya (ahli bid’ah) karena
bid’ah yang dilakukannya, maka ini menjadi faktor pendorong baginya
(ahli bid’ah) untuk mengadakan bid’ah di semua perkara.
Bagaimanapun juga, hidupnya bid’ah akan menyebabkan matinya sunnah. Inilah maksud kehancuran Islam itu sendiri” [Al-I’tishaam, 1/202].

Dari Abu Daawud As-Sijistaaniy, ia berkata :

‎قُلْتُ لأَبِي عَبْدِ اللَّهِ أَحْمَدَ بْنِ حَنْبَلٍ: أَرَى رَجُلا مِنْ أَهْلِ السُّنَّةِ، مَعَ رَجُلٍ مِنْ أَهْلِ الْبِدْعَةِ، أَتْرُكُ كَلامَهُ؟ قَالَ: لا، أَوَتَعْلَمُهُ أَنَّ الرَّجُلَ الَّذِي رَأَيْتَهُ
‎مَعَهُ صَاحِبُ بِدْعَةٍ، فَإِنْ تَرَكَ كَلامَهُ، فَكَلِّمْهُ، وَإِلا، فَأَلْحِقْهُ بِهِ، قَالَ ابْنُ مَسْعُودٍ " الْمَرْءُ بِخِدْنِهِ "

Aku pernah bertanya kepada Abu ‘Abdillah Ahmad bin Hanbal : “Aku
melihat seseorang dari kalangan Ahlus-Sunnah bersama dengan ahli
bid’ah. Apakah aku mesti meninggalkan berbicara dengannya?”. Abu
‘Abdillah menjawab : “Tidak. Atau hendaknya engkau memberitahunya
bahwa orang yang engkau lihat bersamanya itu adalah ahli bid’ah.
Apabila ia meninggalkan tidak berbicara dengan ahli bid’ah tersebut,
maka berbicaralah dengannya. Apabila tidak, maka gabungkanlah ia
bersamanya (ahli bid’ah)” [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Ya’laa dalam
Thabaqaatul-Hanaabilah, 1/429; sanadnya shahih].
Asy-Syaikh Ibnu Baaz rahimahullah pernah ditanya tentang orang yang memuji dan menyanjung ahli bid’ah, apakah ia dikelompokkan/digabungkan dengan mereka (ahli bid’ah) ?. Beliau rahimahullah menjawab :

‎نعم، ما فيه شك، من أثنى عليهم ومدحهم هو داع إليهم، هو من دعاتهم، نسأل الله  العافية

“Ya, tidak ada keraguan lagi. Barangsiapa yang memuji dan menyanjung
mereka, maka ia menyeru kepada mereka. Ia termasuk para da'i mereka.
Nas-alullaahal-‘aafiyah.[Syarh Fadhlil-Islaam, hal. 10].

Karena orang yang seperti ini, sudah diberikan ilmu, dijelaskan  akan bahayanya bermajlis dengan ahlu bi’dah, masih saja tetap untuk menghadirinya,
maka ini lebih berbahaya.

Ibnu ‘Aun rahimahullah sampai berkata:

‎مَنْ يُجَالِسُ أَهْلَ الْبِدَعِ أَشَدُّ عَلَيْنَا مِنْ أَهْلِ الْبِدَعِ

“Orang yang bermajelis dengan ahli bid’ah lebih berbahaya daripada
ahli bid’ah itu sendiri” [al-i’tishom, 2/473].

Dan yang senang datang kemajlis ilmu ahlul bid'ah atau hizbiy, bisa
mengantarkan kepada kemunafikan.

Berkata Asy syeikh Muhammad Aaman Al jaami'  Rohimahulloh

‎«وأقل ما يصاب به الطالب الذى يطلب العلم على أيدي المبتدعة؛أن تخرج من قلبه كراهة البدع والمعاصى والمخالفات، ويفقد واجب الحب في الله والبغض
‎في الله، ولا يبالي جالس سنياً أو مبتدعاً، وإنما الحكم عنده لما يظنهُ
‎مصلحةً للدعوة، يدور معه حيث دار، والله المستعان، وذلك من علامات مرض القلب الذى يؤدى إلى نوع من النفاق عياذاً بالله»

Paling sedikitnya ((minimal) yang menimpa seorang penuntut ilmu yang menuntut ilmu di  sisi ahli bid'ah(termasuk orang orang Hizby tambahan
pent') adalah
1⃣ akan hilang dari hatinya kebencian terhadap bid'ah(sebab hizbiyyah
itu merupakan perkara bi'dah , tambahan pent'), merupakan maksiat dan
penyelisihan syariat ,
2⃣akan kehilangan  wajibnya kecintaan  dan kebencian  karena Allah
(wala wal  bara tidak jelas , tambahan pent') dan
3⃣tidak peduli  duduk  bermajlis kepada seorang ahlussunnah ataukah
kepada seorang ahlu bid'ah(atau seorang Hizby ),
dan hanyalah hukum yang ada di sisinya adalah terhadap apa yang dia
sangka sebagai maslahat bagi dakwah,  dia  berputar bersamanya
dimanapun ia berputar, Allahul musta'an.
4⃣Dan hal tersebut (duduk bermajlis dengan orang orang Hizby) termasuk tanda akan  sakitnya hati yang dapat mengantarkan  kepada jenis dari kemunafikan.
kita berlindung kepada Allah".(majmu' rasail al jami, / 42).

Dan juga tidak akan aman fitnah dari seorang pengajar Hizby  akan
melemparkan syubhat syubhat di majlisnya, dan akan membuat hati sakit.

Berkata imam Ibnu batthoh Rohimahulloh

‎اعلموا إخواني أنِّي فكَّرتُ في السبب الذي أخرج أقوامًا من السنَّة
‎والجماعة، واضطرَّهم إلى البدعة والشناعة، وفتح باب البليَّة على
‎أفئدتهم، وحجب نور الحقِّ عن بصيرتهم، فوجدتُ ذلك من وجهين: أحدهما:
‎البحث والتنقير وكثرة السؤال عمَّا لا يغني ولا يضرُّ العاقلَ جهلُه، ولا
‎ينفع المؤمنَ فهمُه. والآخر: مجالسة من لا تُؤْمَن فتنتُه، وتُفسد
‎القلوبَ صحبتُه

Ketahuilah wahai saudara-saudaraku sesungguhnya aku  memikirkan tentang sebab yang dapat mengeluarkan suatu kaum  dari Ahlus Sunnah wal Jama’ah, dan  mendorong dengan paksa  mereka terjatuh ke dalam bid’ah dan keburukan,
Dan  membuka pintu musibah atas hati hati  mereka, dan menghalangi
cahaya kebenaran dari pandangan mereka
maka aku mendapatkan bahwa semua perkara  itu disebabkan karena  dua sisi.
yang pertama : adalah membahas, mencari dan banyak bertanya tentang
perkara yang tidak  bermanfaat untuknya, kejahilannya tidak
membahayakan bagi orang berakal , dan pemahamannya tidak pula
bermanfaat bagi seorang mukmin.
Yang kedua : adalah bermajelis dengan orang yang tidak aman dari
fitnahnya dan menyebabkan rusaknya hati jika bersahabat  dengannya.(alibanah Al kubro 1/390).

Dari Ibnu ‘Abbaas, ia berkata :

‎لا تُجَالِسْ أَهْلَ الأَهْوَاءِ، فَإِنَّ مُجَالَسَتَهُمْ مَمْرَضَةٌ لِلْقُلُوبِ

“Jangan bermajelis dengan pengikut hawa nafsu, karena bermajelis
dengan mereka menyebabkan hati menjadi sakit” [Diriwayatkan oleh
Al-Aajurriy dalam Asy-Syarii’ah1/196 no. 139; shahih].

Orang yang menghadiri majlis hizby atau ahli bid’ah dapat menyebabkan
menolak kebenaran, dan membuat kebenaran kabur.

‎عَنْ أَبِي قِلَابَةَ قَالَ: " لَا تُجَالِسُوا أَهْلَ الْأَهْوَاءِ وَلَا تُجَادِلُوهُمْ، فَإِنِّي لَا آمَنُ أَنْ يَغْمِسُوكُمْ فِي ضَلَالَتِهِمْ، أَوْ يَلْبِسُوا عَلَيْكُمْ مَا كُنْتُمْ تَعْرِفُونَ "

Dari Abu Qilaabah , ia berkata : “Jangan kalian bermajelis dengan
pengikut hawa nafsu dan jangan pula berdebat dengan mereka, karena aku khawatir mereka akan menenggelamkan kalian ke dalam kesesatan mereka
atau mengaburkan kepada kalian hal-hal yang telah kalian ketahui sebelumnya (sebagai kebenaran)” [Diriwayatkan oleh Ad-Daarimiy hal. 387 no. 405, Ibnu Baththah dalam Al-Ibaanah2/435].

Sehingga akhirnya  beranggapan  yang benar menjadi salah, dan yang
salah menjadi benar.

Hudzaifah bin Al-Yamaan radliyallaahu ‘anhu berkata:

‎فَاعْلَمْ أَنَّ الضَّلالَةَ حَقَّ الضَّلالَةِ أَنْ تَعْرِفَ مَا كُنْتَ تُنْكِرُ، وَأَنْ تُنْكِرَ مَا كُنْتَ تَعْرِفُ، وَإِيَّاكَ وَالتَّلَونَ، فَإِنَّ دِينَ اللَّهِ وَاحِدٌ

“Ketahuilah bahwasannya kesesatan yang benar-benar kesesatan adalah
menganggap

ma’ruf yang sebelumnya kamu ingkari, dan kamu mengingkari
yang sebelumnya,kamu anggap ma’ruf. Jauhilah kamu  bersikap berubah-ubah, karena agama Allah itu satu” [Diriwayatkan oleh Al-Baihaqiy dalam Al-Kubraa, 10/42 , Al-Haitsamiy dalam
Bughyatul-Baahits hal. 527-528 , shahih].

Dengan menghadiri majlis hizby atau ahlli bi’dah akan tertancap benih
kesesatan dalam hati tanpa ia menyadarinya.

‎عَنْ أَسْمَاءَ بْنِ عُبَيْدٍ، قَالَ: دَخَلَ رَجُلَانِ مِنْ أَصْحَابِ الْأَهْوَاءِ عَلَى ابْنِ سِيرِينَ، فَقَالَا: يَا أَبَا بَكْرٍ، نُحَدِّثُكَ بِحَدِيثٍ؟، قَالَ: لَا، قَالَا: فَنَقْرَأُ عَلَيْكَ آيَةً مِنْ كِتَابِ اللَّهِ؟، قَالَ: لَا، لِتَقُومَانِ عَنِّي أَوْ لَأَقُومَنَّ، قَالَ: فَخَرَجَا، فَقَالَ بَعْضُ الْقَوْمِ: يَا أَبَا بَكْرٍ، وَمَا كَانَ عَلَيْكَ أَنْ يَقْرَآ عَلَيْكَ آيَةً مِنْ كِتَابِ اللَّهِ تعَالَى قَالَ: " إِنِّي خَشِيتُ أَنْ يَقْرَآ عَلَيَّ آيَةً مِنْ كِتَابِ اللَّهِ فَيُحَرِّفَانِهَا، فَيَقِرُّ ذَلِكَ فِي قَلْبِي "

Dari Asmaa’ bin ‘Ubaid, ia berkata : Ada dua orang dari kalangan pengikut hawa nafsu yang masuk menemui Ibnu Siiriin. Mereka berkata :
“Wahai Abu Bakr, bolehkah kami menceritakan satu hadits kepadamu?”.
Ibnu Siirin menjawab : “Tidak”. Mereka berkata : “Kalau begitu, akan
kami bacakan kepadamu satu ayat dari Kitabullah”. Ibnu Siiriin menjawab : “Tidak. Sungguh, kalian yang pergi dariku atau aku yang akan pergi dari kalian !!”. Lalu mereka berdua pergi. Sebagian orang
ada yang bertanya : “Wahai Abu Bakr, mengapa engkau tidak membiarkan
mereka membacakan sebuah ayat dari Kitabullah?”. Ibnu Siiriin menjawab
: “Aku khawatir akan dibacakan satu ayat dari Kitabullah kepadaku,
lalu mereka mengubah-ubah maknanya yang kemudian pemahaman itu menetap dalam hatiku” [Diriwayatkan oleh Ad-Daarimiy 1/389-400  shahih].

Dengan menghadiri majlis ahli bid’ah dan ahli ahwa akan menanamkan
kebencian di hati kaum mukminin

‎عَنِ الأَعْمَشِ، قَالَ: قَالَ إِبْرَاهِيمُ: لا تُجَالِسُوا أَهْلَ الأَهْوَاءِ، فَإِنَّ مُجَالَسَتَهُمْ تَذْهَبُ بِنُورِ الإِيمَانِ مِنَ
‎الْقُلُوبِ، وَتُسْلِبُ مَحَاسِنَ الْوُجُوهِ، وَتُورِثُ الْبِغْضَةَ فِي قُلُوبِ الْمُؤْمِنِينَ

Dari Al-A’masy, ia berkata : Telah berkata Ibraahiim An-Nakha’iy:
“Jangan bermajelis dengan pengikut hawa nafsu, karena bermajelis
dengan mereka akan memadamkan cahaya keimanan dalam hati, merenggut kebaikan wajah, dan mewariskan kebencian/permusuhan di hati orang-orang beriman” [Diriwayatkan oleh Ibnu Baththah dalam Al-Ibaanah2/439 no. 375; sanadnya hasan].

Dan juga rasulullloh bersabda akan bahayanya orang yang mengikuti hawa nafsu dan berdalilkan dengan ayat ayat mutasyabih seperti orang –orang khawarij

‎عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، قَالَتْ: تَلَا رَسُولُ اللَّهِ  هَذِهِ الْآيَةَ هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ مِنْهُ آيَاتٌ مُحْكَمَاتٌ هُنَّ أُمُّ الْكِتَابِ وَأُخَرُ مُتَشَابِهَاتٌ فَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُونَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَاءَ الْفِتْنَةِ وَابْتِغَاءَ تَأْوِيلِهِ وَمَا يَعْلَمُ
‎تَأْوِيلَهُ إِلا اللَّهُ وَالرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ يَقُولُونَ آمَنَّا بِهِ كُلٌّ مِنْ عِنْدِ رَبِّنَا وَمَا يَذَّكَّرُ إِلا أُولُو الأَلْبَابِ، قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ : " فَإِذَا رَأَيْتِ الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ فَأُولَئِكِ الَّذِينَ
‎سَمَّى اللَّهُ فَاحْذَرُوهُمْ "

Dari ‘Aaisyah radliyallaahu ‘anhaa, ia berkata : “Rasulullah membaca
ayat ini : ‘Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al Qur'an) kepada kamu.
Di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat itulah pokok-pokok isi Al Qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. Adapun
orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka
mengikuti sebagian ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan
fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya, padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam
ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat,
semuanya itu dari sisi robb kami." Dan tidak dapat mengambil pelajaran
(daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal’ (QS. Aali ‘Imraan :
7).
‘Aaisyah melanjutkan : “Kemudian Rasulullah   bersabda : ‘Apabila
engkau melihat orang-orang yang mengikuti

ayat-ayat mutasyaabihaat,
mereka itulah yang dimaksud oleh Allah. Maka waspadalah terhadap
mereka!” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 4547, Muslim no. 2665,
].
Setelah membawakan riwayat di atas, Ayyuub As-Sakhtiyaaniy rahimahullah berkata:

‎وَلا أَعْلَمُ أَحَدًا مِنْ أَهْلِ الأَهْوَاءِ يُجَادِلُ إِلا بِالْمُتَشَابِهِ
“Aku tidak mengetahui seorang pun dari kalangan pengikut hawa nafsu
(ahli bid’ah) yang berdebat kecuali dengan menggunakan ayat
mutasyaabihat” [Diriwayatkan oleh Ibnu Baththah dalam Al-Ibaanah2/605
, Diriwayatkan oleh Ibnul-Mundzir dalamTafsiir-nya no. 237;
shahih].

An-Nawawiy rahimahullah menjelaskan:
‎وَفِي هَذَا الْحَدِيث التَّحْذِير مِنْ مُخَالَطَة أَهْل الزَّيْغ ، وَأَهْل الْبِدَع ، وَمَنْ يَتَّبِع الْمُشْكِلَات لِلْفِتْنَةِ
“Dalam hadits ini terdapat dalil peringatan bergaul dengan orang-orang
yang menyimpang, ahli bid’ah, dan orang yang mengikuti yang samar
samar(dari nash) untuk menimbulkan fitnah” [Syarh Shahiih Muslim,
16/217].
Sebagai kesimpulan hendaknya sebagai penutut ilmu yang sejati, punya pendirian yang kuat tidak menghadiri majlis ilmu yang dibawakan oleh
ahlul bidah atau seorang hizby, walaupun pengajarnya orang yang
mudzab’dzab(orang yang  ragu, goncang, tidak punya pendirian dalam
menyikapi fitnah yang terjadi mana yang hak dan salah).

🔎Tambahan keterangan
apa itu hizbiyyah ????
Terlalu sering kita mendengar, jangan hadiri majlis  si Fulan , sebab
sifulan itu Hizby , atau kelompok itu adalah  kelompok hizbiyyah ,
tapi mayoritas kita tidak tahu apa itu hizbiyyah dan hizby.
Adapun hizbiyyah adalah pensifatan yang ada pada seseorang atau kelompok tertentu yang menyimpang  ,sementara hizby itu sendiri adalah
orang / pelakunya,
jadi misalkan si Fulan  berada di atas hizbiyyah atau alamat alamat
dari hizbiyyah , maka di katakan  si Fulan itu Hizby
Jadi perlu kita pahami  makna hizbiyyah :
‎الحزبية : تعصب الشخص لشيعته وطائفته وفرقته فيوافقهم فى الأعمال أو الأهواء او افكار ضد الحق.
Hizbiyyah maksudnya adalah  ta'asshubnya (fanatiknya seseorang) pada sektenya, golongan , kelompoknya , dan ia bersesuaian (mencocoki)
mereka pada amalan, atau hawa nafsu , dan pemikiran mereka dalam
menentang Al Haq (kebenaran) .[Lihat tajliyyah Li amaraati Al hizbiyyah hal 8 karangan asy syaikh abu
Fairuz Abdur Rahman bin sukaya Hafidzhohullooh] .

✍Disusun oleh
Abu Hanan As Suhaily Utsman As Sandakany
13 Muharram 1440 – 23 September 2018.

Sumber :
https://t.me/Nashihatulinnisa

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hukum Belajar Di Jami'ah Islamiyyah Madinah

Menanggapi akan makruh nya istri memakai celana dalam

YANG ROJIH DALAM TUNTUNAN SHOLAT