Hukum Homoseksual

*Pertanyaan: apa nasihat Anda tentang maraknya seruan kepada homoseksual dan berhubungan kelamin dengan binatang?*

Jawaban dengan memohon pertolongan kepada Allah ta’ala:
Adapun yang diucapkan atau dilakukan oleh sebagian orang: bahwasanya boleh seorang lelaki berhubungan kelamin dengan lelaki yang lain, atau perempuan berhubungan dengan perempuan yang lain –dengan istilah pernikahan ataupun bukan- , maka tentunya hal ini amat buruk lagi, jauh lebih kotor daripada perzinaan antara lelaki dan perempuan, dan betul-betul merusak fitrah.

Jika mereka mendambakan ketentraman jiwa, maka Pencipta mereka telah menetapkan bahwasanya ketentraman tadi didapatkan dari pernikahan lelaki dan perempuan. Allah ta’ala berfirman:

﴿وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ﴾.

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untuk kalian isteri-isteri dari jenis kalian sendiri, supaya kalian cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antara kalian rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”

Al Imam Ibnu Katsir رحمه الله berkata: “Firman Allah: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untuk kalian isteri-isteri dari jenis kalian sendiri” yaitu: Allah menciptakan untuk kalian para wanita dari jenis kalian agar mereka menjadi istri-istri kalian, “supaya kalian cenderung dan merasa tenteram kepadanya” sebagaimana firman Allah ta’ala:

﴿ هو الذي خلقكم من نفس واحدة وجعل منها زوجها ليسكن إليها ﴾ [الأعراف: 189]

“Dialah Yang menciptakan kalian dari diri yang satu dan darinya Dia menciptakan isterinya, agar dia merasa senang dan tentram kepadanya.” Yaitu: Hawwa, Allah menciptakannya dari Adam, dari tulang rusuk kirinya yang paling pendek. Andaikata Allah menjadikan Bani Adam semuanya adalah lelaki, dan Dia menjadikan perempuan mereka itu dari jenis yang lain, bukan jenis manusia, boleh jadi dari jenis jin atau hewan, niscaya tidak dihasilkan keterpaduan antara mereka dan istri-istri mereka, bahkan akan dihasilkan sikap menghindar satu sama lain andaikata istri itu bukan dari jenis yang sama (yaitu manusia). Kemudian termasuk dari kesempurnaan rohmat Allah pada Bani Adam: Allah menjadikan istri-istri mereka adalah dari jenis mereka (jenis mnusia), dan menjadikan di antara lelaki dan perempuan itu rasa cinta dan kasih sayang, karena seorang lelaki itu menahan istrinya boleh jadi karena rasa cintanya padanya, atau karena kasih sayang padanya karena dia punya anak darinya, atau karena wanita tadi memerlukan infaq darinya, atau karena keduanya sudah saling akrab, dan alasan yang lainnya. “Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”
(Selesai dari “Tafsirul Qur’anil ‘Azhim”/6/hal. 309).

Maka barangsiapa tidak merasa puas dengan pengaturan Penciptanya (yaitu Allah ta’ala), dan memilih hubungan badan lelaki dengan lelaki, atau perempuan dengan perempuan, maka itu adalah kerusakan fitrah dan dosa yang teramat besar. Allah ta’ala berfirman tentang kaum Luth yang suka homoseksual:

﴿فَلَمَّا جَاءَ أَمْرُنَا جَعَلْنَا عَالِيَهَا سَافِلَهَا وَأَمْطَرْنَا عَلَيْهَا حِجَارَةً مِنْ سِجِّيلٍ مَنْضُودٍ﴾.

“Maka tatkala datang azab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah (Kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi.”
Perhatikanlah, bahwasanya hukuman homoseksual itu lebih keras daripada hukuman pezina yang pernah menikah.
Al Imam Ibnul Qoyyim رحمه الله berkata: “Dan hukuman pezina yang telah pernah menikah itu adalah pecahan dari hukuman Allah ta’ala untuk kaum Luth, yaitu dilempari dengan bebatuan. Yang demikian itu karena adanya persekutuan antara zina dan liwath (homoseksual) di dalam kekejian. Dan di dalam masing-masing dari kekejian ada kerusakan yang bertentangan dengan hikmah Allah di dalam taqdir dan syariat-Nya,

karena di dalam liwath itu ada kerusakan - kerusakan yang tidak terhitung dan tidak terbatas. Dan lebih baik bagi seseorang untuk dibunuh daripada dia diliwath, karena dia itu akan rusak dengan suatu kerusakan yang tidak diharapkan setelahnya perbaikannya selamanya, dan seluruh kebaikannya akan hilang, dan bumi menyedot rasa malunya dari wajahnya, maka setelah itu dia tidak merasa malu pada Allah ataupun pada makhluk-Nya. Dan air mani si pelaku telah mempengaruhi hatinya dan ruhnya seperti pengaruh racun pada badan.” (“Al Jawabul Kafi”/hal. 115).
Dari Ibnu Abbas رضي الله عنهما yang berkata: bahwasanya Nabi ﷺ bersabda:

«لعن الله من غير تخوم الأرض، لعن الله من ذبح لغير الله، لعن الله من لعن والديه، لعن الله من تولى غير مواليه، لعن الله من كمّه أعمى عن السبيل، لعن الله من وقع على بهيمة، لعن الله من عمل عمل قوم لوط، لعن الله من عمل عمل قوم لوط» ثلاثاً. (أخرجه أحمد في مسنده (2915)).

“Allah melaknat orang yang merubah alamat di bumi, Allah melaknat orang yang menyembelih untuk selain Allah, Allah melaknat orang yang melaknat orang tuanya, Allah melaknat orang yang menisbatkan diri pada selain walinya, Allah melaknat orang yang menyesatkan orang buta dari jalan yang benar, Allah melaknat orang yang menggauli binatang, Allah melaknat orang yang mengerjakan amalan kaum Luth, Allah melaknat orang yang mengerjakan amalan kaum Luth, Allah melaknat orang yang mengerjakan amalan kaum Luth.” (HR. Ahmad dalam “Musnad” beliau no. (2915)/hadits jayyid).
Saya hanya perlu menyebutkan pendapat terkuat dalam masalah ini, sebagai nasihat yang disegerakan untuk orang-orang yang tengah dijerat oleh setan.
Al Imam Ibnul Qoyyim رحمه الله berkata juga: “Manakala kerusakan liwath itu termasuk kerusakan terbesar, hukumannya di dunia dan di akhirat juga termasuk hukuman terbesar. Para ulama berselisih pendapat: apakah hukuman liwath itu lebih besar daripada hukuman zina? Ataukah hukuman zina lebih besar daripada hukuman liwath? Ataukah keduanya itu setara? Ada tiga pendapat.

Abu Bakr Ash Shiddiq, Ali bin Abi Tholib, Kholid ibnul Walid, Abdullah ibnuz Zubair, Abdullah bin Abbas, Kholid bin Zaid, Abdullah bin Ma’mar, Az Zuhriy, Robi’ah bin Abi Abdirrohman, Malik, Ishaq bin Rohauyah, dan Al Imam Ahmad dari riwayat yang paling shohih, dan Asy Syafi’iy dalam salah satu pendapat beliau, mereka semua berpendapat bahwsanya hukuman liwath itu lebih keras daripada hukuman zina, dan hukuman liwath adalah: dibunuh dalam kondisi apapun: sudah pernah menikah ataukah belum pernah.
-sampai pada ucapan beliau:-
Para pemilik pendapat yang pertama, dan mereka adalah mayoritas umat ini, dan lebih dari satu orang ulama menukilkan ijma’ para Sahabat. Mereka berkata: tidak ada di antara maksiat-maksiat yang kerusakannya lebih besar daripada kerusakan yang disebabkan oleh liwath, dan dia itu lebih besar setelah kerusakan akibat kekufuran. Dan boleh jadi dia itu lebih besar daripada kerusakan akibat pembunuhan, sebagaimana akan kami jelaskan insya Allah ta’ala. Mereka berkata: Dan Allah ta’ala tidak menguji satu orangpun di alam ini dengan dosa besar itu sebelum kaum Luth , dan menghukum mereka dengan suatu hukuman yang belum pernah ditimpakan pada umat sebelum mereka, dan Allah mengumpulkan terhadap mereka berbagai jenis hukuman, berupa pembinasaan, pembalikan negri, penenggelaman ke dalam tanah, pelemparan dengan batu dari langit, pembutaan mata, dan Allah menyiksa mereka dan menjadikan siksaan mereka itu terus berlanjut. Allah menghukum mereka dengan hukuman yang tidak pernah ditimpakan pada umat selain mereka. Yang demikian itu dikarenakan besarnya kerusakan kriminalitas yang ini, yang hampir-hampir bumi bergoncang di sekelilingnya jika perbuatan tadi dikerjakan di atasnya, malaikat lari ke tepi-tepi langit dan bumi jika menyaksikannya karena mengkhawatirkan turunnya siksaan pada penduduknya lalu menimpa mereka (para Malaikat) bersama mereka. Bumi bergolak mengeluh pada Robbnya تبارك وتعالى , dan hampir-hampir gunung-gunung berpindah dari tempat-tempatnya.

Dan di bunuh nya seseorang itu lebih baik dari dia di liwath, karena jika dia di liwath; dia itu bagaikan di bunuh dengan suatu pembunuhan yang tidak di harapkan lagi kehidupan nya setelah itu, berbeda jika dia memang dibunuh oleh pelakunya, dia itu orang yang terzholimi, mati syahid, dan boleh jadi dia akan mengambil manfaat bagi Akhiratnya.
Mereka berkata: dan dalil akan hal ini adalah: Allah سبحانه telah menjadikan hukuman bagi seorang pembunuh itu diserahkan pada pilihan ahli waris orang yang dibunuh: jika dia menghendaki, dan dia boleh memaafkannya. Dan Allah mewajibkan dibunuhnya luthiy (pelaku homoseksual), sebagai telah disepakai oleh para Sahabat, dan ditunjukkan oleh sunnah Rosulullah yang jelas yang tidak punya dalil penentang. Bahkan seperti itulah amalan para Sahabat beliau dan para Khulafaur Rosyidin رضي الله عنهم أجمعين.
(Selesai dari “Al Jawabul Kafi”/hal. 118-120).

Al Imam Ibnul Qoyyim رحمه الله berkata juga: “Tidak datang laknat Nabi pada pezina sampai tiga kali dalam satu haditspun, padahal beliau telah melaknat sekumpulan pelaku dosa besar, tapi laknat beliau terhadap mereka tidak melampaui satu kali. Dan beliau mengulang laknat terhadap luthiy dan menguatkannya sampai tiga kali. Dan para Sahabat Rosulullah bersepakat akan dibunuhnya pelakunya, dan tidak ada  dua orang dari mereka yang berselisih tentang itu. Mereka hanyalah berselisih tentang bentuk pembunuhannya.” (“Al Jawabul Kafi”/hal. 120).

Dan pelaku seksual pada binatang itu terlaknat, sebagaimana dari hadits terdahulu, dari Ibnu Abbas رضي الله عنهما yang berkata: bahwasanya Nabi ﷺ bersabda:

«لعن الله من وقع على بهيمة». (أخرجه أحمد في مسنده (2915)).

“Allah melaknat orang yang menggauli binatang.” (HR. Ahmad dalam “Musnad” beliau no. (2915)/hadits jayyid).
Ini hanyalah nasihat yang singkat.
Dan seluruh pembahasan ini dan yang sebelumnya telah dibicarakan dengan tambahan nasihat-nasihat penting di dalam buku “Kemanakah Anda Hendak Melangkah? (Renungan tentang maraknya transgender, freesex, homoseksual, menggauli hewan, dan dunia yang penuh fitnah)”. Semoga Allah memberikan taufiqnya pada kita semua.

والله تعالى أعلم بالصواب.
والحمد لله رب العالمين.

Faedah tanya jawab bersama Asy Syaikh Abu Fairuz Abdurrohman bin Soekojo Aljawiy yang di bagikan oleh Al Ustadz Abu Adam Almalayzy حَفِظَهُمَا اللّٰه

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hukum Belajar Di Jami'ah Islamiyyah Madinah

Menanggapi akan makruh nya istri memakai celana dalam

YANG ROJIH DALAM TUNTUNAN SHOLAT