PERMASALAHAN SEPUTAR BULAN SYA'BAN
🔎 *PERMASALAHAN SEPUTAR BULAN SYA’BAN*
1⃣ *Asal penamaan bulan Sya’ban*
📜 Al-Hafidz rohimahulloh mengatakan:
«شَعْبَانُ الشَّهْرُ المَعْرُوفُ، قِيْلَ سُمِّيَ بِذَلِكَ لِتَشَعُّبِهِمْ فِيْهِ أَي لِتَفَرُّقِهِمْ»
“Sya’ban adalah (nama) bulan yang ma’ruf, ada yang mengatakan: di namakan dengan hal tersebut karena pada waktu itu mereka berpencar-pencar, yakni karena mereka berpisah-pisah.” [ lihat “Muqoddimah Al-Fath” (hal.135)]
«وَسُمِّيَ شَعْبَانُ لِتَشَعُّبِهِمْ فِي طَلَبِ المِيَاهِ أَو فِي الغَارَاتِ بَعْدَ أَنْ يَخْرُجَ شَهْرُ رَجَبِ الحَرَامِ، وَهَذَا أَولَى مِنَ الَّذِي قَبْلَهُ وَقِيْلَ فِيْهِ غَيْر ذَلِكَ».
“Dinamakan Sya’ban karena pada waktu itu mereka berpencar-pencar untuk mencari air atau penyerbuan kepada musuh selepas dari bulan harom Rojab. Ini yang lebih pas daripada sebelumnya, dan ada juga yang berpendapat selain dari ini.” [lihat “Fathul Bari” (4/213)]
📜 Al-‘Ainiy rohimahulloh mengatakan:
عَنْ ثَعْلَب كَانَ شَعْبَانُ شَهْرًا تَتَشَعَّبَ فِيْهِ القَبَائِلُ أَيّ تَتَفَرَّقَ لِقَصْدِ المُلُوكِ وَالتِمَاسِ العَطِيَّةَ».
“Dari Tsa’lab: Sya’ban adalah bulan yang para Qobilah-Qobilah berpencar untuk mendatangi raja-raja dan mencari pemberian.” [lihat “Umdatul Qori” (17/49)]
2⃣ *Sya’ban adalah bulan yang padanya di angkat amalan seorang hamba.*
عَنْ أُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: قُلْتُ يَا رَسُولَ اللهِ، لَمْ أَرَكَ تَصُومُ مِنْ شَهْرٍ مِنَ الشُّهُورِ مَا تَصُومُ مِنْ شَعْبَانَ قَالَ: *«ذَاكَ شَهْرٌ يَغْفَلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيْهِ الأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ العَالَمِينَ وَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ»*.
Dari Usamah bin Zaid rodhiyaAllohu berkata: aku berkata; Ya Rosululloh, aku tidaklah melihat engkau berpuasa pada bulan dari bulan-bulan sebelumnya seperti engkau berpuasa pada bulan Sya’ban. Beliau menjawab: _*“Itu adalah bulan yang kebanyakan manusia lalai darinya yaitu antara Rojab dan Romadhon. Dan ia adalah bulan yang di angkat amalan hamba kepada Robb semesta alam, dan aku menyukai di angkat amalanku dalam keadaan aku berpuasa.”*_ [HR. An-Nasa’I, dan di hasankan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam “Shohih Targhib wa Tarhib” (no.1022)]
3⃣ *Memperbanyak puasa pada bulan Sya’ban.*
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: فَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إِلَّا رَمَضَانَ وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِي شَعْبَانَ
Dari ‘Aisyah rodhiyaAllohu anha mengatakan: _“Tidaklah pernah aku melihat Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam menyempurnakan puasa sebulan penuh kecuali pada Romadhon. Dan tidaklah pernah aku melihatnya lebih banyak berpuasa daripada ketika bulan Sya’ban.”_ [HR. Al-Bukhori (no.1969) Muslim]
📜 Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rohimahulloh mengatakan:
«فَيَنْبَغِي الإِكْثَارُ مِنَ الصِّيَامِ فِي شَعْبَانَ».
_“Sepantasnya untuk memperbanyak puasa di bulan Sya’ban.”_ [lihat “Liqoo Bab Maftuh” (9/453)]
📜 Al-Hafidz Ibnu Rojab rohimahulloh mengatakan:
«وَقَدْ رَجَّحَ طَائِفَةٌ مِنَ العُلَمَاءِ مِنْهُمْ ابْنُ المُبَارَك وَ غَيْرُهُ : أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ يَسْتَكْمِلْ صِيَام شَعْبَانَ وَ إِنَّمَا كَانَ يَصُومُ أَكْثَرَهُ وَيَشْهَدُ لَهُ مَا فِي صَحِيْحِ مُسْلِمٍ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ: مَا عَلِمْتُهُ تَعْنِي النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَامَ شَهْرًا كُلَّهُ إِلاَّ رَمَضَانَ «
“Dan telah di rojihkan oleh sekelompok dari ‘Ulama di antara mereka adalah Ibnul Mubarok dan selainnya: bahwasanya Nabi shollallohu alaihi wa sallam tidaklah puasa sebulan penuh pada bulan Sya’ban, *akan tetapi beliau hanyalah kebanyakan apa yang di lakukannya adalah puasa*, yang menguatkan hal tersebut adalah apa yang terdapat dalam shohih Muslim dari ‘Aisyah rodhiyaAllohu anha berkata: Aku tidaklah mengetahui -yakni Nabi shollallohu alaihi wa sallam- berpuasa sebulan penuh kecuali pada bulan Romadhon.” [Lihat “Latho’if Ma’arif” (hal.138)]
4⃣ *Hikmah memperbanyak puasa pada bulan Sya’ban.*
📜 Ash-Shon’ani mengatakan:
▪ وَقِيلَ : *كَانَ يَصُومُ ذَلِكَ تَعْظِيمًا لِرَمَضَانَ* كَمَا أَخْرَجَهُ التِّرْمِذِيُّ مِنْ حَدِيثِ أَنَسٍ وَغَيْرِهِ { أَنَّهُ سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ الصَّوْمِ أَفْضَلُ فَقَالَ : شَعْبَانُ تَعْظِيمًا لِرَمَضَانَ } قَالَ التِّرْمِذِيُّ : فِيهِ صَدَقَةُ بْنُ مُوسَى وَهُوَ عِنْدَهُمْ لَيْسَ بِالْقَوِيِّ
“Ada yang mengatakan: *Beliau melakukan puasa (Sya’ban) karena sebagai bentuk pengagungan bulan Romadhon*, sebagaimana yang di keluarkan At-Tirmidzi dari hadits Anas dan selainnya; bahwasanya beliau bertanya kepada Rosululloh tentang puasa apakah yang paling afdhol? Beliau menjawab: *“Sya’ban, sebagai bentuk pengagungan Romadhon.”* At-Tirmidzi mengatakan: “Terdapat pada sanadnya Shodaqoh bin Musa, di sisi mereka dia bukanlah orang yang kuat (dalam suatu sisi)” [Subulus Salam (3/358)]
▪ وَقِيلَ : *كَانَ يَصُومُهُ { ؛ لِأَنَّهُ شَهْرٌ يَغْفُلُ عَنْهُ النَّاسُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ }* " كَمَا أَخْرَجَهُ النَّسَائِيّ وَأَبُو دَاوُد وَصَحَّحَهُ ابْنُ خُزَيْمَةَ عَنْ أُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ قَالَ : { قُلْت : يَا رَسُولَ اللَّهِ لَمْ أَرَك تَصُومُ فِي شَهْرٍ مِنْ الشُّهُورِ مَا تَصُومُ فِي شَعْبَانَ قَالَ : ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَالُ إلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ فِيهِ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ .قُلْت : وَيُحْتَمَلُ أَنَّهُ كَانَ يَصُومُهُ لِهَذِهِ الْحِكَمِ كُلِّهَا
“Ada yang mengatakan juga: *Beliau puasa pada bulan tersebut (Sya’ban), karena itu adalah bulan yang manusia lalai padanya, (karena) di antara Rojab dan Romadhon.* Sebagaimana di keluarkan An-Nasa’I Abu Dawud serta dishohihkan oleh Ibnu Khuzaimah dari Usamah bin Zaid aku berkata; Ya Rosululloh, aku tidaklah melihat engkau berpuasa pada bulan dari bulan-bulan sebelumnya seperti engkau berpuasa pada bulan Sya’ban. Beliau menjawab: _*“Itu adalah bulan yang kebanyakan manusia lalai darinya yaitu antara Rojab dan Romadhon. Dan ia adalah bulan yang di angkat amalan hamba kepada Robb semesta alam, dan aku menyukai di angkat amalanku dalam keadaan aku berpuasa.”*_ Aku katakan: “Dan ini mungkin beliau melakukan puasa bulan Sya’ban karena sebab semua hikmah-hikmah tersebut.” [lihat “Subulus Salam” (3/359)]
5⃣ *Puasa tathowu’ di bulan Sya’ban tidaklah ada kaitan pada waktu tertentu.*
📜 Al-‘Ainiy mengatakan:
*«الأَعْمَالُ الَّتِي يَتَطَوَّعُ بِهَا لَيْسَتْ مَنُوطَةٌ بِأَوقَاتٍ مَعْلُومَةٍ* وَإِنَّمَا هِيَ عَلَى قَدْرِ الإِرَادَةِ لَهَا وَالنَّشَاطِ فِيْهَا».
*“Amalan yang seseorang berbuat tathuwu’ padanya tidaklah ada terkait dengan waktu yang maklum*, akan tetapi ia berdasarkan keinginan untuk melakukan hal tersebut dan semangat pada waktu itu.” [lihat “Umdatul Qori” (17/52)]
6⃣ *Hukum puasa berturut-turut pada bulan Rojab, Sya’ban dan Romadhon.*
📜 Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rohimahulloh mengatakan:
«كَذَلِكَ أَيْضًا يُوْجَدُ فِي رَجَبٍ بَعْضُ النَّاسِ يَخُصُّهُ بِالصَومِ يَقُولُ: إِنَّهُ يُسَنُّ الصِّيَامُ فِيْهِ، وَهَذَا غَلَطٌ، فَإِفْرَادُهُ بِالصَّوْمِ مَكْرُوهُ، *أَمَّا صَومُهُ مَعَ شَعْبَانَ وَرَمَضَانَ فَهَذَا لاَ بَأْسَ بِهِ، وَفَعَلَهُ بَعْضُ السَّلَفِ،* وَلَكِنْ مَعَ ذَلِكَ نَرَى أَن لاَ يَصُومَ الثَّلاَثَةَ الأَشْهُر، أَيّ: رَجَب وَشَعْبَان وَرَمَضَان».
“Begitu juga didapati pada bulan Rojab sebagian manusia mengkhususkan dengan puasa, yang ia menyatakan: (di sunnahkan baginya puasa pada waktu itu), maka ini adalah salah, menyendirikan puasa pada Rojab adalah perkara makruh. *Adapun puasa pada Rojab bersamaan dengan Sya’ban, Romadhon, maka ini tidaklah mengapa, dan telah dilakukan oleh sebagian salaf.* Akan tetapi bersamaan dengan itu, kami berpendapat hendaknya ia tidak puasa 3 bulan berturut-turut; yaitu Rojab, Sya’ban dan Romadhon.”
📜 Al-Hafidz Ibnu Abdil Barr rohimahulloh mengatakan:
«وَاسْتَحَبَّ ابْنُ عَبَّاسٍ وَجَمَاعَةٌ مِنَ السَّلَفِ - رَحِمَهُمُ اللهُ - *أَنْ يَفْصِلُوا بَيْنَ شَعْبَانَ وَرَمَضَانَ بِفِطْرِ يَومٍ أَوْ أَيَّامٍ* كَمَا كَانُوا يَسْتَحِبُّونَ أَنْ يَفْصِلُوا بَيْنَ صَلاَةِ الفَرِيْضَةِ وَالنَّافِلَةِ بِكَلاَمٍ أَوْ قِيَامٍ أَوْ مَشْيٍ أَوْ تَقَدُّمٍ أَوْ تَأَخُّرٍ مِنَ المَكَانِ».
*“Ibnu ‘Abbas dan jama’ah dari Salaf -rohimahumulloh- menyukai untuk tidak menyambung puasa antara Sya’ban dan Romadhon dengan berbuka satu hari atau beberapa hari* sebagaimana mereka menyukai untuk melakukan jeda anatara sgolat faridhoh (wajib) dan nafilah (sunnah) dengan ucapan atau berdiri atau berjalan atau maju ke depan atau mengkahirkan dari tempat sebelumnya.” [lihat “Al-Istidzkar” (3/371)]
7⃣ *Menghidupkan malam nisfu sya’ban di masjid dengan ibadah tertentu adalah perkara bid’ah.*
▪ Malam nisfu Sya’ban adalah malam ke-15,
📜 Al-Mubarokfuri rohimahulloh mengatakan:
«هِيَ اللَّيْلَةُ الخَامِسَةُ عَشَرَ مِنْ شَعْبَانَ وَتُسَمَّى لَيْلَةُ البَرَاءَةِ».
_“Itu adalah malam 15 dari Sya’ban, dan di namakan juga dengan malam al-baroo’ah.”_ [lihat “Tuhfatul Ahwadzi” (3/364)]
📜 Syaikhul Islam rohimahulloh mengatakan:
«وَأَمَّا لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَفِيْهَا فَضْلٌ، وَكَانَ فِي السَّلَفِ مَنْ يُصَلِّي فِيْهَا لَكِنْ الإِجْتِمَاع فِيهَا لإِحْيَائِهَا فِي المَسَاجِدِ بِدْعَةٌ».
*“Adapun malam nisfu sya’ban terdapat padanya keutamaan, dan para salaf mereka melakukan sholat pada malam tersebut, akan tetapi berijtima’ padanya dengan menghidupkan di masjid-masjid adalah perkara yang bid’ah.”* [lihat “Fatawa Kubro” (5/342)]
📜 Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rohimahulloh mengatakan:
«وَأَكْثَرُ مَنْ كَانُوا يُعَظِّمُونَهَا أَهْلُ الشَّامِ -التَّابِعُونَ لَيْسَ الصَّحَابَةُ- وَالتَّابِعُونَ فِي الحِجَازِ أَنْكَرُوا عَلَيهِمْ أَيْضًا، قَالُوا: لاَ يُمْكِن أَن نُعَظِّمَ شَيْئاً بِدُونِ دَلِيلٍ صَحِيْحٍ. *فَالصَّوَابُ: أَنَّ لَيْلَةَ النَّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ كَغَيْرِهَا مِنَ الَّليَالِي، لاَ تَخصّ بِقِيَامٍ، وَلَا يَومَ النِّصْفِ بِصِيَامٍ*، لَكِنْ مَنْ كَانَ يَقومُ كُلَّ لَيْلَةٍ، فَلاَ نَقُولُ: لاَ تَقُمْ لَيْلَةَ النَّصْفِ، وَمَنْ كَانَ يَصُومُ أَيَّامَ البِيْضِ لاَ نَقولُ: لاَ تَصُمْ أَيَّامَ النِّصْفِ، إِنَّمَا نَقُولُ: *لاَ تَخُصُّ لَيْلَهَا بِقِيَامٍ وَلَا نَهَارَهَا بِصِيَام»ٍ.*
“Kebanyakan yang memberikan pengagungan pada malam nisfu Sya’ban addalah Ahlu Syam -Tabi’un bukanlah shohabat-, dan Tabi’un di Hijaz pun menginkari mereka juga, mereka mengatakan: Tidaklah mungkin kita mengagungkan sesuatu tanpa ada dalil yang shohih. *Maka yang benar adalah: Malam nisfu Sya’ban seperti malam lainnya; tidak di khususkan dengan sholat malam, dan tidak pula dengan puasa*, akan tetapi barang siapa yang kebiasaannya adalah melakukan sholat malam, maka kami tidaklah mengatakan: janganlah kalian sholat malam pada malam nisfu Sya’ban. Dan barang siapa yang punya kebiasaan puasa biydh, maka kami tidaklah mengatakan: janganlah kalian puasa pada hari nisfu Sya’ban, akan tetapi kami katakan: *Janganlah mengkhususkan malam tersebut dengan sholat malam dan tidak pula siangnya dengan puasa.”* [lihat “Liqoo Bab Maftuh” (6/476)]
8⃣ *Mengkhususkan puasa pada nisfu Sya’ban adalah makruh dan tidak ada asalnya.*
📜 Syaikhul Islam rohimahulloh mengatakan:
*«أَمَّا صَومُ يَوْمِ النِّصْفِ مُفْرَدًا فَلاَ أَصْلَ لَهُ، بَلْ إِفْرَادُهُ مَكْرُوهٌ،* وَكَذَلِكَ اتِّخَاذُهُ مُوسِمًا تُصْنَعُ فِيْهِ الأَطْعِمَة، وَتَظْهَرُ فِيهِ الزِّيْنَة: هُوَ مِنَ المَوَاسِمِ المُحْدَثَةِ المبُتْدَعَةِ الَّتِي لاَ أَصْلَ لَهَا».
*“Adapun puasa nisfu Sya’ban secara sendiri maka tidak ada asalnya ha tersebut, bahkan menyendirikan puasa pada waktu tersebut adalah makruh.* Begitu juga menjadikannya musiman yang padanya dibuatkan makanan, ditampakkan perhiasan; maka itu adalah musiman yang muhdats lagi bid’ah yang tidak ada asalnya.” [lihat “Iqtidho’ Shirotol Mustaqim”]
9⃣ *Bolehnya puasa tathowwu’ setelah pertengahan bulan Sya’ban.*
📜 Al-‘Ainiy rohimahulloh mengatakan:
*«وَقَالَ جُمْهُورُ العُلَمَاءِ يَجُوزُ الصَّومُ تَطَوُّعًا بَعْدَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ.* وَقَالَ بَعضُهُمْ: وضَعَّفُوا الحَدِيثَ الوَارِدَ فِيْهِ، وَقَدْ قَالَ أَحْمَدُ وَابْنُ مَعِيْنٍ إِنَّهُ مُنْكَرٌ».
*“Jumhur ‘Ulama mengatakan bolehnya puasa tathowwu’ setelah pertengahan Sya’ban.* Sebagian mengatakan: melemahkan hadits yang terdapat pada permasalahan tersebut, telah dikatakan oleh Ahmad dan Ibnu Ma’in: (Hadits tersebut mungkar).” [Lihat “’Umdatul Qori’” (16/312)]
🔟 *Tidak makruh untuk puasa terus menerus pada 10 hari terakhir dari Sya’ban.*
📜 Syaikhul Islam rohimahulloh mengatakan:
«وَلاَ يُكْرَهُ صَومُ العَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ شَعْبَانَ عِنْدَ أَكْثَرِ أَهْلِ العِلْمِ»
_“Dan tidaklah dimakruhkan untuk puasa 10 hari terakhir dari Sya’ban menurut mayoritas Ahlul ‘Ilmi.”_ [Al-Fatawa Al-Kubro]
1⃣1⃣ *Hadits tentang keutamaan sholat nisfu Sya’ban adalah hadits palsu.*
📜 Al-Hafidz Al-‘Iroqi rohimahulloh mengatakan:
»حَدِيْثُ صَلاَة لَيْلَةِ النِّصْفِ مَوضُوعٌ عَلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكَذِبٌ عَلَيْهِ»
*“Hadits sholat pada malam nisfu Sya’ban adalah maudhu’ (palsu) terhadap Rosululloh dan kedustaan kepadanya.”* [di nukil dari Majmu Fatawa Ibnu Baz]
📜 Imam An-Nawawi mengatakan:
*«الصَّلاَةُ المَعْرُوفَةُ بِصَلاَةِ الرَّغَائِبِ، وَهِيَ ثِنْتَا عَشْرَةَ رَكْعَةً تُصَلَّى بَينَ المَغْرِبِ وَالعِشَاءِ لَيْلَةَ أَوَّل جُمْعَةٍ فِي رَجَبٍ،, وَصَلاَةُ لَيْلَةِ نِصْفِ شَعْبَانَ مِائَةَ رَكْعَةً، وَهَاتَانِ الصَّلاَتَانِ بِدْعَتَانِ وَمُنْكَرَانِ قَبِيْحَتَانِ* وَلاَ يَغْتَرُّ بِذِكْرِهِمَا فِي كِتَابِ (قُوتُ القُلُوبِ)، و(إِحْيَاءُ عُلُومِ الدِّينِ), وَلاَ بِالحَدِيْثِ المَذْكُورِ فِيْهِمَا فَإِنَّ كُلَّ ذَلِكَ بَاطِلٌ»
*“Sholat yang ma’ruf dengan sholat ghoroo’ib, yang jumlahnya ada 12 rakaat; dikerjakan antara maghrib dan Isya pada malam awal-awal Jum’ah pada Rojab, dan sholat malam nisfu Sya’ban sebanyak 100 rakaat, maka dua sholat ini adalah bid’ah, mungkar lagi jelek.* Janganlah ia terkecoh dengan disebutkannya dua sholat ini dalam kitab (Quutul Quluub), dan (Ihyaa ‘Ulumud Dien), dan tidak pula dengan hadits yang disebutkan tentang dua perihal tersebut, karena semuanya adalah bathil.” [lihat “Al-Majmu’” (3/548)]
📜 Asy-Syaukani rohimahulloh mengatakan:
*«وَصَلاَةُ لَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ، أَقُولُ هَذَا حَدِيثٌ مَوضُوعٌ مَكْذُوبٌ فِيْهِ* عَلَى مَنْ صَلَّى مِائَةَ رَكْعَةً فِي لَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ يَقْرَأُ فِي كُلِّ رَكْعَةٍ بِفَاتِحَةِ الكِتَابِ وَ قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ عَشَرَ مَرَّاتٍ إِلَّا قَضَى اللهُ لَهُ حَاجَة. وَفِي أَلْفَاظِهِ المُصَرَّحَة بِثَوَابٍ مَنْ يَفْعَلُ ذَلِكَ مَا يَشْعُرُ أَعْظَمُ إِشْعَارٍ وَيَدُلُّ أَبْلَغُ دِلاَلَةٍ عَلَى أَنَّهُ مَكْذُوبٌ. قَالَ المَجْدُ فِي «المُخْتَصَر» حَدِيْثٌ صَلاَةُ لَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ بَاطِلٌ وَهَكَذَا قَالَ غَيْرُهُ».
*“Sholat nisfu Sya’ban; aku katakan: ini adalah hadits maudhu’ (palsu) dan dusta*, yang isinya adalah (barang siapa sholat 100 rakaat pada malam nisfu Sya’ban, dengan membaca pada setiap rakaatnya Al-Fatihah dan surat Al-Ikhlash sebanyak 10 kali kecuali Alloh akan tuntaskan hajat-hajatnya.) dan pada lafadznya menjelaskan dengan gamblang tentang pahala orang yang melakukan hal tersebut merasakan besarnya hal tersebut yang hal itu adalah bukti nyata bahwa hal itu adalah hadits palsu. Al-Majd mengatakan dalam “Al-Muktashor”: *(Hadits Sholat malam nisfu Sya’ban adalah bathil.” Begitu yang lainnya juga menyatakan semisal ini.”* [lihat “Tuhtafut Dzakirin” (oleh Asy-Syaukani (hal.216)]
1⃣2⃣ *Merayakan malam nisfu Sya’ban adalah bid’ah.*
📜 Asy-Syaikh Ibnu Baz mengatakan:
*«وَمِنَ البِدَعِ الَّتِي أَحْدَثَهَا بَعْضُ النَّاسِ: بِدْعَةُ الاِحْتِفَالِ بِلَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ*، وَتَخْصِيْصُ يَوْمِهَا بِالصِّيَامِ، وَلَيسَ عَلَى ذَلِكَ دَلِيْلٌ يَجُوزُ الاِعْتِمَادِ عَلَيهِ، وَقَدْ وَرَدَ فِي فَضْلِهَا أَحَادِيْثُ ضَعِيْفَةٌ لاَ يَجُوزُ الاِعْتِمَادِ عَلَيْهَا، أَمَّا ماَ وَرَدَ فِي فَضْلِ الصَّلاَةِ فِيْهَا، فَكُلُّهُ مَوضُوعٌ، كَمَا نَبَّهَ عَلَى ذَلِكَ كَثِيْرٌ مِنْ أَهْلِ العِلْمِ».
*“Termasuk bid’ah yang di ada-adakan sebagian manusia adalah bid’ah memeringati malam nisfu Sya’ban*, serta mengkhususkan hari tersebut dengan puasa, dan tidak ada dalil yang menunjukkan hal tersebut yang dengannya seseorang boleh menyandarkan pada hal tersebut. Dan telah datang keutamaan hal tersebut pada hadits-hadits dho’if yang tidak boleh menyendarkan pada hal tersebut. Adapun apa yang datang tentang keutamaan sholat padanya, maka semuanya adalah hadits palsu, sebagaimana telah disebutkan hal tersebut oleh kebanyakan dari ahlul ‘ilmi.” [Fatawa Ibnu Baz (1/188)]
1⃣3⃣ *Menyalakan lilin pada malam nisfu Sya’ban adalah sunnahnya Majus.*
📜 Al-‘Ainiy rohimahulloh mengatakan:
*«وَأَمَّا الوُقُودُ فِي تِلْكَ اللَّيْلَةِ فَزَعَمَ ابْنُ دِحْيَةَ أَنَّ أَوَّلَ مَا كَانَ ذَلِكَ زَمَنُ يَحْيَى بْنِ خَالِدٍ بْنِ بَرْمَكَ أَنَّهُمْ كَانُوا مَجُوسًا فَأَدْخَلُوا فِي دِيْنِ الإِسْلاَمِ».*
*“Adapun menyalakan (api) pada malam tersebut; Ibnu Dihyah mengatakan bahwa awal pertama kali hal tersebut pada zaman Yahya bin Kholid bin Barmak, yang mereka dulunya adalah kaum Majusi yang kemudian memasukkannya ke dalam agama Islam.”* [Lihat “Umadatul Qori” (17/50)]
1⃣4⃣ *Malam nisfu Sya’ban tidaklah sama dengan lailatul qodar.*
📜 Al-Hafidz Ibnu Katsir rohimahulloh mengatakan:
*«مَنْ قَالَ إِنَّهَا لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَقَدْ أَبْعَدَ فَإِنَّ نَصَّ القُرْآنِ أَنَّهَا فِي رَمَضَانَ».*
*“Barang siapa mengatakan bahwa lailatul qodr adalah malam nisfu Sya’ban maka sungguh amat jauh (dari kebenaran), karena nash Al-Qur’an menunjukkan bahwa lailatul qodr pada bulan Romadhon.”* [Tafsir Ibnu Katsir]
📜 Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rohimahulloh mengatakan:
فَالمُهِمُّ أَنَّ يَومَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ وَلَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ لاَ يَخْتَصَّانِ بِشَيءٍ دُونَ سَائِرِ الشُّهُورِ، فَلَيْلَةُ النِّصْفِ لاَ تَخْتَصُّ بِفَضْلِ قِيَامٍ. *وَلَيْلَةُ النِّصْفِ لَيْسَتْ لَيلَةُ القَدْرِ وَيَوْمُ النِّصْفِ لاَ يَخْتَصُّ بِصِيَامٍ».*
“Al-Muhim; bahwa hari nisfu Sya’ban dan malam nisfu Sya’ban tidaklah di khususkan dengan sesuatu yang lain dari bulan-bulan yang lainnya, maka malam nisfu Sya’ban tidak dikhususkan dengan keutamaan puasa, *dan malam nisfu Sya’ban bukanlah seperti Lailatul Qodr. Dan hari nisfu Sya’ban tidak dikhususkan dengan puasa.”* [lihat “Liqoo Bab Maftuh” (5/313)]
📋 Dikumpulkan:
Abu Muhammad Fuad Hasan bin Mukiyi
غفر الله له ولوالديه
2 Sya’ban 1436 Hijriyyah
Komentar
Posting Komentar