Ketaatan kepada orang tua hanya pada perkara yang ma'ruf
🍃Anak harus kerja di tempat ikhtilat karena takut durhaka terhadap orang tua?.
📙Soal dari humairah jakarta di group WA nashihatulinnisa.
Afwan ustadz, ada titipan pertnyaan.
Begini Ustadz bagaimna sikap seorang anak perempuan yang disuruh kerja sama orangtuanya di suatu perusahaan yang otomatis lingkungannya itu
akan bercampur baur dengan laki2, bahkan dia akan dsuruh melepas
cadarnya .
Disisi lain Si fulanah ini takut durhaka sama orangtuanya ustadz dan
dia jga ingin memberikan orangtuanya materi sperti saudara2nya yg lain
tapi disisi lain dia ingin istiqomah, dia tdk ingin melanggar syar’iat
terutama mengenai pakaiannya dan kodratnya sebagai wanita yang dia pun tdk terbiasa bercampur baur dengan laki2.
Dan Sebenarnya sifulanah ini lebih memilih untuk menikah dan sdah ada
ikhwan yg mau khitbah namun dri pihak orangtuanya si fulanah ini ksih
syrat yg belum bisa dipenuhi ikhwan tsbut, dan akhirnya skrang dia
ditekan terus untuk bekerja katanya buat apa itu ijazah mau apa kalau
tdk dipke kerja? .
Mohon sarannya apa yg si fulanah harus lakukan ?
Syukron.
┈┉┅━❀🍃🌹🍃❀━┅┉┈
Bekerja disuatu perusahan yang mengharuskan campur baur dan membuka
cadarnya adalah suatu kemungkaran yang nyata, walaupun ia bermaksud
hal ini dalam rangka untuk taat kepada orang tua dan untuk menyenangkannya
ketaatan pada orang tua tidak bersifat mutlak. Tidak sebagaimana
ketaatan pada Allah dan Rasul-Nya yang sifatnya mutlak. Ketaatan pada
orang tua haruslah dalam perkara yang ma’ruf yang tidak menyeliishi
syariat, dan tidak semua anak yang tidak mematuhi omongan orang tuanya
dikatakan sebagai anak durhaka. Yang menilai durhaka dan tidak, bukan
hanya orang tua dan menurut pandangan sang anak, tapi harus mengikuti
petunjuk syariat. Karena yang memerintahkan anak untuk berbakti kepada
orang tua adalah Allah.
Akan tetapi, engkau tidak boleh taat kepada orang tua dalam perkara-perkara yang tidak baik, berdasarkan hadits Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam :
إنَّـمَا الطَّاعَةُ فِـيْ الْـمَعْرُوفِ
“Ketaatan (kepada makhluk) hanya pada perkara-perkara baik saja”.
🖊Berkata ibnu daqiq al-ied Rohimahullooh :
" فلا يجب على الولد طاعتهما في كل ما يأمران به ، ولا في كل ما ينهيان عنه باتفاق العلماء
Maka tidak wajib bagi seorang anak untuk taat pada kedua orang tua
pada setiap apa yang keduanya memerintahkan, dan tidak pula pada
setiap apa yang dilarang oleh kedua orang tua darinya menurut
kesepakatan ulama.
📙 lihat Ihkaam Al-Ahkam syarh umdatul Al-ahkam 2/296.
🖊Berkata al-hafidz ibnu hajar Rohimahullooh :
" والمراد به – أي العقوق – صدور ما يتأذى به الوالد من ولده من قول أو
فعل إلا في شرك أو معصية ما لم يتعنت الوالد " .
Dan yang dimaksudkan dengan kedurkahan (pada orang tua) adalah
munculnya sesuatu yang orang tua merasa terganggu dengannya berupa sebuah perkataan atau perbuatan dari anaknya, kecuali pada kesyirikan
atau maksiat selama orang tua ta’ashshub (fanatik) dengan pemikiran
dan pendapatnya dalam keadaan sombong dan menentang.
📚lihat Fathul bari
10/406.
🖊Berkata syaikhul islam ibnu taimiyah Rohimahullooh :
ويلزم الإنسان طاعة والديه في غير المعصية ، وإن كانا فاسقين ... وهذا
فيما فيه منفعة لهما ولا ضرر عليه ... ؛ لسقوط الفرائض بالضرر . وتحرم
الطاعة في المعصية ، ولا طاعة لمخلوق في معصية الخالق " .
Diharuskan taat pada orang tuannya bukan pada perkara maksiat,
walaupun kedua orangtuanya fasik... ini pada perkara yang didalamnya
ada manfaat untuk kedua orang tuanya dan tidak ada bahaya yang kembali
pada anaknya..disebabkan jatuhnya kewajiban taat pada orang tua karena
ada bahaya. Dan diharamkan taat pada kemaksiatan, dan tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Allooh.
📚Lihat al-akhbar al-ilmiyah minal ikhtiyarat al-fiqhiyyah lil’ba’li hal 170.
Jadi walaupun orang tua dari satu sisi dapat manfaat di dunia berupa
pemberian materi dari hasil kerja anaknya, tapi disisi lain ini memberikan bahaya pada anaknya dengan menimbulkan fitnah dan maksiat.
🖊Berkata al-adawi al-maliky rohimahullooh :
وكذا لا يجب طاعتهما فيما كان في تركه ضرر ، مثل : أن يأمراه بترك معيشة ، أو صناعة "
Demikian pula tidak wajib untuk taat pada kedua orang tua pada perkara
yang apabila ditinggalkan akan menimbulkan bahaya. Misalkan kedua
orang tua untuk memerintahkan untuk meninggalkan pencarian nafkah kehidupan atau pekerjaan .
📚lihat pada hasyiah al-adawi 4/289.
🔎Sekarang Terpujikah wanita yang kerja diluar rumah?
Dan soal yang telah kami ajukan pada ulama yaman.
احسن الله اليك يا شيخنا
المرأة لها العمل والشغل فى خارج البيت، مع انها قد سمعت من قول أهل العلم على أن النساء يمدحن بملازمة البيوت، ويذممن بكثرة الخروج، هل المرأة التى لها العمل وشغل فى خارج من البيت ليست من النساء يمدحن، لانها كثرة الخروج من البيت؟؟؟هى تريد النصيحة؟؟
Soal : seorang wanita yang punya perkerjaan dan kesibukan diluar rumah, bersamaan dengan itu ia telah mendengar perkataan dari ahli
ilmi bahwa wanita yang terpuji adalah yang senantiasa berada dirumah,
dan wanita akan tercela dengan banyaknya keluar dari rumah, Apakah
wanita yang punya kesibukan dan pekerjaan di luar rumah bukan termasuk dari wanita yang terpuji, disebabkan seringnya ia keluar dai rumah ?? wanita tersebut ingin nasehat ??.
🖊jawaban asy syaikh Al faqih Hasan basy syuaib Hafidzhohullooh :
اجابة الشيخ الفقية حسن بالشعيب: وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته
النصيحة أن تلزم بيتها امتثالًا لقوله تعالى: (وقرن في بيوتكن)
Nasehat untuknya agar tetap senantiasa dirumahnya , dalam rangka melaksanakan perintah Allooh
*"Dan tetaplah kalian (para wanita) dirumah rumah kalian.*"
🖊Jawaban asy syaikh Fathul qadasi Hafidzhohullooh
أن كان عملها لا محظورة فيه ولا معصية ولا إثم وكانت تذهب بقدر الحاجة وترجع، وليس عليها فتنة ولا معصية ، فهذا مباح،لا سيما اذا كانت لا تجد من يتفق عليها
Adapun jika pekerjaannya tidak ada larangan didalamnya, tidak ada
maksiat, dan dosa , dan ia pergi keluar disesuaikan dengan hajat dan
kemudian ia kembali, dan tidak ada atas wanita tersebut fitnah dan
maksiat , maka ini perkara mubah(boleh), terkhusus lagi jika tidak ia tidak dapat orang yang memberikan nafkah Atasnya. Selesai penukilan
dari jawaban ulama..
Adapun wanita yang keluar dari rumah untuk bekerja yang mengharuskan
untuk buka cadar dan ikhtilat, ini sudah jelas akan menimbulkan fitnah
dan maksiat, sehingga tidak ada ketaatan pada orang tua dalam hal ini.
Maka janganlah ia melakukan perkara yang haram dengan alasan ingin
berbakti pada orang tua dan takut akan durhaka.
Ketika ia menaati orang tua dalam bermaksiat pada Allah, agar orang
tuanya ridha dan senang, Padahal sebenarnya Allah Murka padanya (anak
tersebut). Maka, bisa jadi Allah justru akan membuat orang tuanya
tetap murka pula kepada anaknya. Meski
pun ia telah menuruti keinginan orang tuanya .
Dan saat ia menuruti orang tua dalam perbuatan maksiat pada
Allah, Tidakkah ia khawatir Allah akan murka pada orangtuanya disebabkan mereka terus memerintahkannya bermaksiat kepada-Nya.
Dalam kondisi seperti ini hendaknya anak menasehati orang tua dengan hikmah dan lemah lembut.
Allâh Ta’âla berfirman:
إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا
“….. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai
berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu
mengatakan kepada keduanya perkataan “Ah” dan janganlah kamu membentak mereka. Ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia” [Al-Isrâ`/17:23].
Dan jangan sekali beranggapan bahwa takut orang tua tersinggung, marah sehingga ia tidak mau menasehatinya.
Anggaplah terjadi jika kedua orang tua tersinggung dengan nasehat anak , apakah anak termasuk berdosa
dan durhaka pada orang tua ??.
Kita dengarkan nasehat dari Syaikh Al Utsaimin Rohimahulloh ketika
beliau di tanya?
Jika orang tua marah karena tidak komitmen dengan perkara agama ,
seperti sholat , puasa ,zakat dari anaknya ketika ia menasehati nya
dan berupaya agar orang tuanya komitmen dengan Perkara syariat ,
apakah anak termasuk dosa dengan kemarahan orang tua , dan masuk dalam bentuk kedurkahan ,
Kami inginkan faidah dari masalah ini??
🖊jawaban Asy Syaikh Al allamah Al Utsaimin Rohimahulloh ;
نصيحة الابن لأبيه، أو لأمه، أو لأقاربه ليست عقوقاً للوالدين، ولا
قطيعةً للأقارب، بل هذا من بر الوالدين ، فالواجب على الإنسان أن يبر بوالديه بنصيحتهما، وأن يصل أقاربه بنصيحتهم، كما قال الله تعالى لنبيه محمد صلى الله عليه وسلم: ﴿وأنذر عشيرتك الأقربين﴾
Nasehatnya seorang anak terhadap bapaknya, atau ibunya, atau kerabatnya, bukanlah bentuk kedurkahan terhadap orang tua , dan bukan
untuk memutuskan silatahurahim terhadap kerabat, bahkan nasehat(seperti itu) masuk dalam berbuat bakti pada orang tua dan
menyambung silaturahmi dengan kerabat.
Maka yang wajib bagi seseorang untuk berbuat bakti pada orang tuanya
dengan menasehatinya, dan menyambung silaturahmi dengan kerabatnya dengan menasehati mereka, sebagaimana firman Allooh terhadap nabinya.
"Berilah peringatan pada keluargamu dan kerabatmu"
وإذا غضب الوالدان أو الأقارب من هذه النصيحة فغضبهم عليه وليس عليك منهم شيء، ولا يعد، ولا يعد إغضابهم بالنصيحة قطيعةً، ولا عقوقاً؛ ولكن يجب عليك أن تكون حكيماً في النصيحة بأن تتحرى الأحوال التي يكونون بها أقرب
إلى الإجابة والقبول، وألا تعنف وتسب وتشتم؛ لأن هذا قد ينفر من توجه إليهم النصيحة؛ فإذا أتيت بالتي هي أحسن مخلصاً لله عز وجل ممتثلاً لأمره ناصحاً لعباده كان في هذا خيرٌ كثير، ولا يضرك غضب من غضب
Jika kedua orang tua marah atau kerabat marah dengan nasehat seperti
itu, maka kemarahan mereka atas dirinya, dan tidak atas kamu
sedikitpun (dosa) dari kemarahan mereka, dan tidak teranggap kendaraan mereka dengan nasehat sebagai bentuk memutuskan silatahurahim dan kedurhakaan.
Akan tetapi yang wajib bagi kamu adalah kamu betul betul harus
bijaksana (memiliki sifat hikmah) dalam menasehati dengan mencari
keadaan yang lebih dekat untuk mereka memenuhi dan menerima nasehat.
Dan jangan kamu bersikap kasar,mencela, dan menghardik, karena ini
membuat lari yang diarahkan nasehat untuk mereka ..
Dan jika kamu datang dengan nasehat yang baik ,ikhlas kepada Allooh,
dan dalam rangka melaksanakan perintah Alloh, dan menasehati hambanya, maka ini ada kebaikan yang sangat besar , dan tidak membahakan kamu
Marahnya orang yang marah.
ألم تر في هذه القصة التي جرت بين إبراهيم الخليل وأبيه في سورة مريم؛ حيث قال عليه الصلاة والسلام لأبيه: يا أبتي لم تعبد ما لا يسمع، ولا يبصر، ولا يغني عنك شيئاً
Tidakkah kamu melihat kisah ,yang berlangsung antara Ibrahim dan
bapaknya dalam surah Maryam,ketika Ibrahim alaihi salam berkata pada
bapaknya (dalam firman Allooh) "Wahai bapakku, untuk apa kamu menyembah yang ia tidak mendengar,dan
tidak melihat, dan tidak mencukupkan kamu sedikitpun."
فتأمل هذا التلطف في الخطاب يقول له: يا أبتي، وهو يعلم أنه مشرك لم تعبد ما لا يسمع، ولا يبصر، ولا يغني عنك شيئا.
Maka perhatikanlah Ini , kelembutan dalam berbicara, Ibrahim berkata pada bapaknya: wahai bapakku, sementara Ibrahim mengetahui bahwa
bapaknya musyrik,
Tapi beliau katakan.
(42). إِذْ قَالَ لِأَبِيهِ يَا أَبَتِ لِمَ تَعْبُدُ مَا لَا يَسْمَعُ وَلَا يُبْصِرُ وَلَا يُغْنِي عَنْكَ شَيْئًا
Ingatlah ketika ia berkata kepada bapaknya: "Wahai bapakku, mengapa
kamu menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak
dapat menolong kamu sedikitpun?
(43). يَا أَبَتِ إِنِّي قَدْ جَاءَنِي مِنَ الْعِلْمِ مَا لَمْ يَأْتِكَ فَاتَّبِعْنِي أَهْدِكَ صِرَاطًا سَوِيًّا
Wahai bapakku, sesungguhnya telah datang kepadaku sebahagian ilmu
pengetahuan yang tidak datang kepadamu, maka ikutilah aku, niscaya aku
akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus.""
ولم يقل: يا أبتي إني عالم وأنت جاهل، بل قال: إني قد جاءني من العلم ما لم يأتك فلم يشاء أن يصف أباه بالجهل مع أن أباه لا شك أنه جاهلٌ بما عند إبراهيم من علم
nabi Ibrahim tidak mengatakan wahai bapakku saya orang yang punya ilmu ,dan kamu jahil,
Bahkan Ibrahim mengatakan sungguh telah datang padaku dari ilmu yang tidak datang padamu
Nabi Ibrahim tidak ingin mensifatkan bapaknya dengan kebodohan ,
bersamaan dengan itu ,tanpa di ragukan lagi,bahwa bapaknya jahil
terhadap apa yang ada di sisi Ibrahim berupa ilmu.
Ibrohim mengatakan.
(44). يَا أَبَتِ لَا تَعْبُدِ الشَّيْطَانَ ۖإِنَّ الشَّيْطَانَ كَانَ لِلرَّحْمَٰنِ عَصِيًّا
Wahai bapakku, janganlah kamu menyembah syaitan. Sesungguhnya syaitan
itu durhaka kepada Tuhan Yang Maha Pemurah.
(45). يَا أَبَتِ إِنِّي أَخَافُ أَنْ يَمَسَّكَ عَذَابٌ مِنَ الرَّحْمَٰنِ فَتَكُونَ لِلشَّيْطَانِ وَلِيًّا
Wahai bapakku, sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan ditimpa azab dari Tuhan Yang Maha Pemurah, maka kamu menjadi kawan bagi syaitan".
apa yang di katakan bapaknya terhadap Ibrahim
(46). قَالَ أَرَاغِبٌ أَنْتَ عَنْ آلِهَتِي يَا إِبْرَاهِيمُ ۖلَئِنْ لَمْ تَنْتَهِ لَأَرْجُمَنَّكَ ۖوَاهْجُرْنِي مَلِيًّا
Berkata bapaknya: "Bencikah kamu kepada tuhan-tuhanku, hai Ibrahim?
Jika kamu tidak berhenti, maka niscaya kamu akan kurajam, dan
tinggalkanlah aku buat waktu yang lama".
مليا فهل تجد غضباً أشد من هذا الغضب. يقول لابنه: لئن لم تنتهِ لأرجمنك ويقول اهجرني ملياً طويلاً.
apakah kamu(wahai saudariku) mendapatkan kemarahan yang lebih besar dari kemarahan bapaknya terhadap Ibrohim. Ia berkata pada
anaknya..jika kamu tidak berhenti (mencaci sembahan ku) saya akan
rajam kamu, dan bapaknya berkata keselamatan atasmu, saya akan memohon pengampunan pada rabbku untukmu.
، فاتخذ من هذه القصة عبرة، فإن إبراهيم عليه الصلاة والسلام أفضل
الأنبياء بعد محمد عليه الصلاة والسلام، وهو الذي قال الله لنبيه: ﴿ثم أوحينا إليك أن اتبع ملة إبراهيم حنيفاً وما كان من المشركين﴾
Ambillah pelajaran dari kisah ini. Dan sungguh Ibrahim alaihi salam
seafdhol afdhol nabi setelah Muhammad,
Dan dialah Allooh yang telah berkata pada nabinya "Kemudian kami wahyuhkan padamu, untuk mengikuti Millah Ibrohim yang Hanif dan beliau bukan termasuk dari orang musyrik"..
حفياومع هذا يخاطب أباه المشرك بهذا الخطاب، وهذه المحاورة، ثم يقول في الأخير: سلامٌ عليك سأستغفر لك ربي إنه كان بي حفيا واعتزلكم وما تدعون من دون الله وأدعو ربي عسى ألا أكون بدعاء ربي شقيا.
tapi bersamaan dengan itu Ibrohim berbicara dengan bapaknya yang musyrik dengan pembicaraan Seperti diatas, dan ini adalah dialog,
kemudian Ibrohim mengatakan pada dialog terakhir
"Keselamatan atasmu dan saya akan memohon ampunan dari robbku untukmu' dan sungguh dia sangat baik terhadapku.
المهم أن الواجب عليك أن تنصح والدك على ما هو عليه من المعاصي لعل الله أن يمن عليه بالتوبة والهداية، ولو غضب؛ فلا يهمنك غضبه فإنما غضبه على نفسه.
dan yang terpenting bahwa kewajiban atas kamu untuk menasehati kedua orang tuamu atas apa yang ia berada diatas kemaksiatan, mudah mudahan Alloh memberikan padanya taubat dan hidayah, walaupun ia marah,
Maka janganlah membuatmu sedih atas kemarahannya, sebab sunnguh kemarahannya kembali atas dirinya.
📚Sumber : mauqi binothaimeen.
Dari penjelasan ulama di atas yang orang anggap sebagai kedurhakaan
pada orang tua, padahal sebenarnya bukan bentuk kedurkahan :
1⃣ .Anak menolak perintah orangtua yang melanggar syariat Islam, seperti kuliah atau bekerja pada tempat yang campur baur,dan lain
sebagainya, Bahkan dengan penolakannya termasuk bentuk bakti kepada orang tua karena mencegah mereka dari perbuatan haram.
2⃣ .Anak tidak patuh akan larangan orang tua agar ia menjalankan
syariat Islam dan untuk tetap istiqomah, seperti disuruh buka cadar,
dilarang berjenggot, di larang ta’lim.
3⃣ .Orang tua yang marah dan sedih serta tersinggung atas nasihat dari anaknya dengan adab yang baik dan penuh hikmah.
Walaupun itu bukan termasuk bentuk kedurhakaan, tetap seorang anak menempuh cara yang baik untuk mengatasi permasalahan yang terjadi
dengan orang tua yaitu dengan menjelaskan dalil-dalil syariatnya,
keharusan mentaati Allah dan RasulNya, bahaya dan akibat yang timbul
terhadap perbuatan maksiat kepada Allah dan RasulNya, sambil terus
konsisten melaksanakan kebenaran,dan istiqomah diatas kesholihannya
serta tidak mematuhi perintah yang menyelisihi kebenaran, baik perintah itu dari, ayah, atau ibu sekalipun itu suami.
Dan yang terakhir sebagai bentuk nasihat, jangan keluh kesah memberikan pelayanan pada orang tua dan berbuat baik padanya dengan tidak cepat berputus asa dalam menasehatinya dan doakan mereka agar
mendapatkan hidayah dan taufik.
🖊Berkata Asy Syaikh Al allamah Al muhaddits Ahmad an-najmi Rohimahullooh :
فأحسن إلى أمك واصبر عليها ؛ ولا تريها شيئاً من التضجر منها. وتيقن أن الله لا بد أن يعوضك في نفقتك عليها وخدمتك لها .
Berbuat baiklah pada ibumu, dan bersabar atasnya, dan jangan kamu
nampakkan padanya sesuatu berupa keluh kesah padanya., Dan yakinlah , bahwasanya Allooh pasti akan menggantikan untukmu dalam pemberian
nafkahmu atas ibumu, dan pelayanan terhadapnya.
📚Lihat fathu ar_robb Al
Walid 2/382.
Jangan sakiti Orang tuamu walaupun hanya dengan pandangan sinis
karena dengan alasan orang tuamu belum mau menerima nasehatmu, dan marah terhadapmu.
🖊Berkata Urwah ibnuz-Zubair rahimahullah :
ﻣﺎ ﺑﺮ ﻭاﻟﺪﻩ ﻣﻦ ﺷﺪ اﻟﻄﺮﻑ ﺇﻟﻴﻪ.
"Bukanlah orang berbuat bakti kepada orang tuanya, yaitu orang yang
memandang orang tuanya dengan pandangan tajam (sinis, karena ngga
sukah atau marah, tambahan pent')
📚Lihat Tahdzibus-Siyar 2/528, lihat Hayātus-Salaf/262.
ختاما أعتذر عن قصوري في فهم المسائل ، أسأل الله التوفيق والسداد
والحمد لله.
✍Di susun oleh :
Abu Hanan As-Suhaily Utsman As-Sandakany
8 Robi'ul awal 1440-16 November 2018.
🌾 *من مجموعة نصيحة للنساء* 🌾
Sumber :
https://t.me/Nashihatulinnisa
Komentar
Posting Komentar