ADAB YANG BENAR KETIKA MENDENGAR KAN MUROTTAL

🍃Bagaimana adab yang benar ketika mendengar terhadap Ayat ayat al quran lewat murattal

Allah Ta’ala memerintahkan secara umum kepada orang mukmin untuk
mendengarkan Al-Qur’an dan memperhatikan dengan tenang.

Allah subhanahu berfirman:

‎( وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ ) الأعراف/204

“Dan apabila dibacakan Al Quran, maka dengarkanlah baik-baik, dan
perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat.” SQ. Al-A’raf: 204.

Maka dari ayat ini perlu kita pahami terlebih dahulu perbedaan antara
makna is'tima’ dan in'shoot.

🖊Syaikh As-Sa’dy rahimahullah berkata:

‎هذا الأمر عام في كل من سمع كتاب الله يتلى، فإنه مأمور بالاستماع له
‎والإنصات، والفرق بين الاستماع والإنصات، أن الإنصات في الظاهر بترك التحدث أو الاشتغال بما يشغل عن استماعه. وأما الاستماع له، فهو أن يلقي سمعه، ويحضر قلبه ويتدبر ما يستمع، فإن من لازم على هذين الأمرين حين يتلى كتاب الله، فإنه ينال خيرا كثيرا وعلما غزيرا، وإيمانا مستمرا متجددا، وهدى متزايدا، وبصيرة في دينه، ولهذا رتب الله حصول الرحمة عليهما، فدل ذلك على أن من تلي عليه الكتاب، فلم يستمع له وينصت، أنه محروم الحظ من الرحمة، قد فاته خير كثير.
‎ومن أوكد ما يؤمر به مستمع القرآن، أن يستمع له وينصت في الصلاة الجهرية إذا قرأ إمامه، فإنه مأمور بالإنصات، حتى إن أكثر العلماء يقولون: إن اشتغاله بالإنصات، أولى من قراءته الفاتحة، وغيرها.

“Perintah ini umum bagi semua orang yang mendengarkan Kitabullah
ketika dibaca. Maka dia diperintahkan untuk mendengarkan dan
memperhatikan dengan tenang. Perbedaan antara mendengarkan dan
memperhatikan dengan tenang. ‘Al-Inshot’  pada penampakannya dengan
tidak berbicara atau meninggalkan kesibukan yang dapat mengganggu dari mendengarkan.
Sementara ‘Al-Is’tima’ adalah memasang telinga dan menghadirkan hati
untuk mentadaburi dari apa yang didengarkan. Karena  kelaziman dari
dua hal ini, ketika Kitabullah dibaca, maka dia akan mendapatkan
banyak kebaikan dan ilmu yang mendalam, terus memperbaharui keimanan,
petunjuk yang terus bertambah, pengetahuan agamanya. Oleh karena itu
Allah menyambungkan agar mendapatkan rahmat darinya. Dari situ menunjukkan,bahwa ketika dibacakan Kitabullah kepada seseorang
sementara tidak mendengarkan dan memperhatikan dengan tenang, maka dia tidak mendapatkan bagian rahmat, maka dia terlepas banyak kebaikan.
Diantara perintah yang ditekankan untuk mendengarkan AL-Qur’an, agar dia mendengarkan dan memperhatikan dengan tenang ketika dalam shalat yang dibaca keras ketika imam membacanya. Maka dia diperintahkan untuk
memperhatikan dengan tenang. Bahwakan kebanyakan ulama’ mengatakan, ‘Bahwa sibuk memperhatikan dengan tenang itu lebih baik daripada
membaca Al-Fatihah dan lainnya.” Selesai dari kitab ‘Tafsir As-Sa’dy,
314.

🖊Imam al-Laits, ulama masa tabi’ tabiin di Mesir  mengatakan,

‎يُقَال : ما الرحمة إلى أحد بأسرع منها إلى مستمع القرآن لقول الله جل ذكره: {وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ} . و{لَعَلّ} من الله واجبة

Rahmat apalagi yang lebih cepat diperolah seseorang melebihi rahmat
karena mendengarkan al-Quran. Karena Allah berfirman, (yang artinya),
“Apabila dibacakan al-Quran, perhatikanlah dan dengarkanlah, agar
kalian mendapatkan rahmat.” Sementara kata :la’alla (artinya: agar)
jika dari Allah, maknanya pasti.
📚(Tafsir al-Qurthubi, 1/9).

Dan ulama dalam hukum diam mendengarkan  terhadap bacaan Al quran
diluar sholat ada dua  pendapat :

‎القول الأول : الوجوب ، وهو مذهب الأحناف ، وبعضهم جعله وجوبا عينيا ، وآخرون قالوا وجوب كفائي ، واستدلوا بعموم قوله سبحانه وتعالى  (وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُواْ لَهُ وَأَنصِتُواْ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ ) الأعراف/204

📚Pendapat pertama:

hukumnya wajib dan ini adalah madzhab hanafi, dan sebagian mereka
menjadikan wajib secara individu dan yang lainnya wajib kifayah, dan
berdalilkan dengan keumuman firman allooh :

‎وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُواْ لَهُ وَأَنصِتُواْ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ

Artinya : “Apabila dibacakan Al-Qur’an, maka dengarkanlah dan diamlah
agar kalian mendapat rahmat.”(QS Al-A’raf,204)

Dan telah datang mausu’ah fiqhiyyah 4/86 :

‎" الاستماع إلى تلاوة القرآن الكريم حين يقرأ خا

رج الصلاة واجبٌ إن لم
‎يكن هناك عذرٌ مشروعٌ لترك الاستماع
‎وقد اختلف الحنفيّة في هذا الوجوب ، هل هو وجوبٌ عينيٌّ ، أو وجوبٌ كفائيٌّ ؟

mendengarkan dengan saksama terhadap bacaan Al quran ketika dibaca
diluar sholat adalah wajib jika tidak ada udzur yang syar’i untuk meninggalkan mendengarkan alquran.
Dan para ulama hanafiyah berbeda pendapat dalam wajibnya , apakah ini
wajib bagi individu atau kifayah ?

‎قال ابن عابدين : الأصل أنّ الاستماع للقرآن فرض كفايةٍ ، لأنّه لإقامة
‎حقّه ، بأن يكون ملتفتاً إليه غير مضيّعٍ ، وذلك يحصل بإنصات البعض ، كما
‎في ردّ السّلام . ونقل الحمويّ عن أستاذه قاضي القضاة يحيى الشّهير بمنقاري زاده : أنّ له رسالةً حقّق فيها أنّ سماع القرآن فرضُ عينٍ .
‎نعم إنّ قوله تعالى في سورة الأعراف ( وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ
‎فَاسْتَمِعُواْ لَهُ وَأَنصِتُواْ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ ) قد نزلت لنسخ جواز الكلام أثناء الصّلاة ، إلاّ أنّ العبرة لعموم اللّفظ لا لخصوص السّبب ، ولفظها يعمّ قراءة القرآن في الصّلاة وفي غيرها " انتهى

Berkata ibnu ‘abidin: secara asal bahwa mendengarkan alquran adalah wajib kifayah, karena ia telah menegakkan haknya, dari sisi ia menyampaikan kepada  orang yang tidak menelantarkan, dan hal itu
didapatkan dengan diamnya sebagian sebagaimana dalam menjawab salam.

Dan al hamawiyyi menukil dari ustadznya qodhi al-qudhoh yahya asy-syahir ia menambahkan, bhawa ustadznya punya risalah tulisan, yang dia mentahqiq pada tulisan tersebut bahwa mendengarkan al-quran adalah fardhu ‘ain(wajib perorangan), iya sebab firman allooh :

‎وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُواْ لَهُ وَأَنصِتُواْ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ.

Artinya : “Apabila dibacakan Al-Qur’an, maka dengarkanlah dan diamlah
agar kalian mendapat rahmat.” (QS Al-A’raf  204).dan sungguh ayat ini
turun untuk menghapus akan bolehnya berbicara dipertengahan sholat,
maka ibroh (yang teranggap pelajaran) adalah keumuman lafadz bukan kekhususan sebab, dan lafadz ayat mencakup keumuman untuk mendengar diam terhadap bacaan Sholat dalam sholat dan diluar sholat.

📚Lihat mausu’ah fiqhiyyah 4/86.

Dan pendapat yang mengatakan wajib individu juga dikuatkan oleh syaikh al-bany

📚Pendapat kedua :
Hukumnya sunnah dan dianjurkan, adapun ayat diatas itu  khusus pada
keadaan sholat saja, adapun diluar sholat maka hukumnya sunnah.dan ini
adalah pendapat jumhur ulama dan dikuatkan oleh imam ibnu jarir(dalam
tafsir al quran al karim 2/372), dan  juga dikuatkan oelh syaikh al
utsaimin.

🖊Dan syaikh al utsaimin rohimahullooh  ditanya :

‎كان مجموعة في السيارة يمشون ، وشغل أحدهم شريط قرآن ، فهل يجب على الجميع استماع هذا الشريط ، وهل يأثم من يتكل والشريط شغال ؟

ada sekumpulan orang lagi berjalan, dan salah seorang, lagi membunyikan kaset al quran, apakah wajib bagi seluruhnya untuk mendengarkan kaset tersebut, dan apakah berdosa orang yang berbicara
sementara kaset lagi terputar ?

Maka beliau menjawab :

‎قال الإمام أحمد رحمه الله في هذه الآية : هذا في الصلاة . وقال : أجمعوا على أن ذلك في الصلاة . وعلى هذا فلو كنت بجوار شخص يقرأ القرآن ويجهر به ، وأنا أسبح وأهلل - ذكر خاص - فإنه لا يلزمني أن أستمع له ، وإنما ذلك في الصلاة فقط . ولكني أقول للأخ الذي شغل المسجل : لا تشغل والناس غافلون ؛ لأن هذا أدنى ما نقول فيه أنه يشبه من قال الله فيهم :

‎ ( وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لا تَسْمَعُوا لِهَذَا الْقُرْآنِ وَالْغَوْا فِيهِ لَعَلَّكُمْ تَغْلِبُونَ ) فصلت/26 ، فإذا رأيت إخوانك
‎لا يريدون الاستماع ، إنما هم مشغولون بالحديث بينهم ، فلا تشغل المسجل ، وإذا كنت تشتاق لهذا فهناك سماعة صغيرة أدخلها في أذنك ، ويجعل الصوت له وحده " انتهى .

Berkata imam ahmad rohimahullooh pada ayat tersebut, bahwa itu dalam
sholat, dan sepakat para ulama bahwa hal demikian dalam sholat, atas dasar inilah, seandainya aku disamping seseorang yang lagi membaca alquran dan membesarkan suaranya, sementara aku lagi bertasbih, bertahlil, dzikir khusus, maka ini tidak mengharuskanku untuk
mendengarnya, akan tetapi itu hanya didalam sholat saja, akan tetapi
saya katakan kepada saudara yang membunyikan radio, :
Jangan kamu nyalakan sementara manusia dalam keadaan lalai, sebab pada
perkara ini, hukum paling rendahnya, kita katakan ini menyerupai orang
yang Allooh telah katakan pada mereka dalam al-quran :

‎وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لا تَسْمَعُوا لِهَذَا الْقُرْآنِ وَالْغَوْا فِيهِ لَعَلَّكُمْ تَغْلِبُونَ

dan berkata orang orang kafir, jangan kalian mendengarkan  dengan
sungguh-sungguh akan alquran dan buatlah hiruk piruk (keributan)
terhadapnya supaya mereka tidak mendengarkannya, dan supaya kamu dapat
mengalaahkannya.)
Dan jika kamu melihat saudara kamu tidak ingin mendengarkannya, dan
mereka tersibukkan dengan ngobrol antara mereka, maka jangan kamu
putar alat perekam tersebut.dan jika kamu betul rindu untuk
mendengarkannya, maka ada yang namanya headset yang dimasukkan kedalam telinga kamu, dan  suara akan dijadikan untuknya saja.
📚 liqoo’aat al
bab al-maftuh  197 nomor soal 26

jadi hukuman yang paling rendah bagi yang memutar murattal sementara
sebagian manusia sibuk dan lalai, adalah dia menyerupai orang yang
Allooh telah katakan pada mereka dalam alquran.

‎وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لا تَسْمَعُوا لِهَذَا الْقُرْآنِ وَالْغَوْا فِيهِ لَعَلَّكُمْ تَغْلِبُونَ

dan berkata orang orang kafir, jangan kalian mendengarkan  dengan
sungguh-sungguh akan alquran dan buatlah hiruk piruk (keributan)
terhadapnya supaya mereka tidak mendengarkannya, dan supaya kamu dapat
mengalaahkannya.)

🖊Berkata imam as-sadi dalam tafsirnya akan ayat ini :

‎يخبر تعالى عن إعراض الكفار عن القرآن، وتواصيهم بذلك، فقال: { وَقَالَ
‎الَّذِينَ كَفَرُوا لَا تَسْمَعُوا لِهَذَا الْقُرْآنِ } أي: أعرضوا عنه
‎بأسماعكم، وإياكم أن تلتفتوا، أو تصغوا إليه ولا إلى من جاء به، فإن اتفق أنكم سمعتموه، أو سمعتم الدعوة إلى أحكامه، فـ { الْغَوْا فِيهِ } أي: تكلموا بالكلام الذي لا فائدة فيه، بل فيه المضرة، ولا تمكنوا -مع
‎قدرتكم- أحدًا يملك عليكم الكلام به، وتلاوة ألفاظه ومعانيه، هذا لسان
‎حالهم، ولسان مقالهم، في الإعراض عن هذا القرآن، { لَعَلَّكُمْ } إن فعلتم ذلك { تَغْلِبُونَ } ]وهذه[ شهادة من الأعداء، وأوضح الحق، ما شهدت به الأعداء، فإنهم لم يحكموا بغلبتهم لمن جاء بالحق إلا في حال الإعراض عنه والتواصي بذلك، ومفهوم كلامهم، أنهم إن لم يلغوا فيه، بل استمعوا إليه، وألقوا أذهانهم، أنهم لا يغلبون، فإن الحق، غالب غير مغلوب، يعرف
‎هذا، أصحاب الحق وأعداؤه.

Allloh mengkhabarkan akan berpalingnya orang orang kafir terhadap al
quran, dan mereka saling berwasiat akan perkara itu.Allooh menyebutkan
akan ucapan mereka “ dan orang orang kafir berkata jangan kalian
mendengarkan alquran ini”  maksudnya kata imam as-sa’di adalah kalian
palingkanlah pendengaran kalian dari Al quran, dan berhati-hati kalian
dari menoleh atau mendengarkan, dan tidak pula yang rasulullooh datang dengannya, dan jika bertepatan dengan kebetulan kalian mendengarkan alquran, atau kamu mendengarkan  ajakan pada hukum-hukumnya, maka “ buatlah hiruk piruk(keributan) maksudnya : berbicaralah kalian dengan
pembicaraan yang tidak ada manfaatnya, bahkan  pada  mengandung
bahaya, dan jangan kalian beri kesempatan peluang dengan kekuatan
kalian pada seseorangpun untuk menguasai pembicaraan atas kalian, dan bacaan lafadz-lafadznya dan makna-maknanya, ini adalah  lisan mereka
dari sisi keadaan mereka dan ucapan mereka dalam berpaling terhadap
al-quran, kemudian kata “la’allakum” agar kalian jika kalian lakukan
itu, “kalian akan menang”.
Dan ini adalah persaksian dari musuh(orang kafir),kebenaran yang
paling jelas apa yang musuh bersaksi dengannya, sebab orang kafir tidak akan berhukum dengan kekalahan mereka pada orang yang datang
dengan kebenaran ,kecuali dalam keadaan mereka akan berpaling  dari
kebenaran dan saling berwasiat akan hal tersebut. Jadi yang bisa
dipahami dari ucapan orang kafir tersebut,bahwa jika mereka tidak
bercira dengan pembicaraan yang tidak ada manfaatnya, dan mereka mendengarkan, dan memasang akal pikiran mereka, maka mereka tidak akan menang. Sebab yang namanya al haq kebenaran pasti akan menang, tidak terkalahkan, ini diketahui oleh pengikut al haq dan
musuh-musuhnya.lihat tafsir as-sa’di  pada ayat tersebut.

Dan ada beberapa masalah  yang berkaitan dengan murattal al quran ketika diputar.

1.      Hukum memutar murattal ketika lagi makan atau aktivitas  yang tidak
menyibukkan.

🖊Imam Ibnu Utsaimin mengatakan,

‎لا حرج عليه أن يستمع الإنسان إلى القرآن وهو مشتغل بالأكل؛ لأن ذلك لا
‎يمنعه من الاستماع، أما لو كان العمل يستدعي حضور القلب والفكر ويلهيه عن استماع القرآن فالأولى ألا يستمع, مثل: لو كان يعمل عمل مهنة مثلاً يصلح سيارة، أو يصلح أشياء تحتاج إلى أن يكون الذهن مرتبطاً بهذا العمل فهنا نقول: الأولى ألا يستمع إلى القرآن؛ لأنه حينئذٍ يكون غافلاً عنه

Seseorang dibolehkan mendengarkan al-Quran sambil makan. Karena
kegiatan makan tidak menghalangi dia untuk tetap mendengarkan
al-Quran. Namun jika dia melakukan kegiatan yang butuh konsentrasi,
sehingga tidak bisa mendengarkan al-Quran, maka lebih utama dia tidak
mendengar( dia matikan bunyi al Qurannya).misalkan seandainya ia bekerja dengan pekerjaan melayani, misalkan memperbaiki mobil, atau
memperbaiki sesuatu yang membutuhkan pikiran yang berkaitan dengan pekerjaan tersebut, maka disini kita katakan : lebih utama ia tidak mendengar (jadi dimatikan perekam suaranya), karena pada waktu ia lalai dari al quran.
📚(Liqa’ al-Bab al-Maftuh, volume 97 no. 11)

2.      Hukum memutar bacaan al quran ketika lagi berhubungan badan suami
istri  dengan maksud mengusir syaitan

‎والمتعين هو الاقتصار على الوارد، وعليه فإن سماع القرآن المرتل من
‎المذياع حال الجماع لغرض طرد الشيطان من المنزل زيادة على المشروع فلا تجوز، والقرآن العظيم أجل قدرا وأعظم حرمة من توظيف استماعه في الحالة المذكورة
‎والله أعلم‏.‏ وبالله التوفيق، وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم‏
Oleh karena itu, wajib untuk hanya menggunakan dzikir yang diajarkan.
Dengan demikian, mengisi ruang dengar dengan bacaan al-Quran dari
radio ketika hubungan badan, dengan tujuan untuk mengusir setan dari
rumah, termasuk memberi tambahan dari apa yang disyariatkan, sehingga
hukumnya terlarang. Al-Quran al-Adzim lebih mulia dan lebih terhormat
untuk diperdengarkan dalam keadaan semacam itu.Allahu a’lam, wa
billahi at-Taufiq.
📚(Fatwa Lajnah Daimah, no. 16221).

.
3.      Hukum mendengarkan murattal alquran sebagai pengantar tidur.

🖊Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin ditanya: “sebagian orang
mendengarkan Qur’an sebelum tidur, atau juga ketika sedang sibuk
mengerjakan yang lain. Apakah ini adab yang baik dan bagaimana
hukumnya?”

Beliau menjawab:

‎هذا ليس من الآداب، ليس من الآداب أن يتلى كتاب الله ولو بواسطة الشريط وأنت متغافل عنه، لقول الله تبارك وتعالى: { وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا }

“(mendengarkan murrattal sambil mengerjakan yang lain) ini bukan adab yang baik. Bukan adab yang baik terhadap Al Qur’an jika Al Qur’an dibacakan lalu ia sibuk mengerjakan yang lain, berdasarkan firman
Allah Ta’ala (yang artinya): ‘Jika dibacakan ayat Qur’an maka
dengarkanlah dan diamlah‘ (QS. Al A’raf: 204)”
Lalu beliau mengatakan:

‎بعض الناس يقول لي: لا ينام إلا على سماع القرآن، إذا كان كذلك فلا بأس إذا كان مضطجعاً ينتظر النوم ما عنده شغل، فيستمع هذا لا بأس به، ومن استعان بسماع كلام الله، على ما يريد الإنسان من الأمور المباحة، لا بأس ليس هناك مانع

“Sebagian orang berkata kepadaku: saya tidak bisa tidur kecuali dengan
mendengar Al Qur’an. Jika demikian maka tidak masalah. Jika ia sudah
berbaring, menunggu tertidur dan tidak mengerjakan apa-apa lalu ia mendengarkan Al Qur’an, maka tidak mengapa. Dan meminta pertolongan dengan kalamullah (Al Qur’an) untuk perkara-perkara mubah yang diinginkan, hukumnya mubah. Tidak ada masalah”.
📚(Liqa Baabil Maftuh, 146/9).

4.      Hukum Memasak Sambil dengar Murratal
Fadhilatus Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah menjawab tatkala beliau ditanya

Saya menghabiskan berjam-jam waktu di dapur guna menyiapkan (memasak dan sebagainya) hidangan untuk suami. Karena saya bersemangat mengisi waktu saya dengan sesuatu yang berfaedah, saya pun mengerjakan tugas
saya sambil mendengarkan bacaan Al-Qur`anul Karim, baik lewat siaran
radio ataupun dari kaset. Apakah perbuatan saya ini bisa dibenarkan
atau tidak sepantasnya saya lakukan mengingat firman Allah
“Apabila dibacakan Al-Qur`an maka dengarkanlah dengan baik dan
perhatikanlah dengan tenang, mudah-mudahan kalian dirahmati.”
(Al-A’raf: 204)

Jawab:

‎لا بأس باستماع القرآن الكريم من المذياع أو من المسجل والإنسان يشتغل ، ولا يتعارض هذا مع قوله : ( فَاسْتَمِعُواْ لَهُ وَأَنصِتُواْ ) ؛ لأن
‎الإنصات مطلوب حسب الإمكان ، والذي يشتغل ينصت للقرآن حسب استطاعته "

“Tidak mengapa mendengarkan Al-Qur`an dari radio atau dari tape
recorder sementara yang mendengarkan tengah sibuk dengan suatu
pekerjaan. Dan ini tidaklah bertentangan dengan firman Allah :

‎فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا,

karena inshat (diam
memerhatikan) yang dituntut di dalam ayat adalah sesuai dengan kemampuan. Dan orang
yang sedang mengerjakan suatu pekerjaan, ia inshat ketika Al-Qur`an dibacakan sesuai dengan kemampuannya.”
📚 (Fatawa Al-Mar`ah Al-Muslimah, hal.578).

5.      Hukum memutar kaset bacaan Al-Qur`an tapi ada sebagian orang yang tidak menyimak seperti memutar dipasar atau 30 menit sebelum adzan subuh.
.
🖊Jawaban asy-syaikh al bany rohimahullooh ketika beliau ditanya 
Apabila dalam suatu majelis (perkumpulan) diperdengarkan kaset
murattal (bacaan Al-Qur’an) tetapi orang-orang yang hadir dalam
majelis tersebut kebanyakan mengobrol dan tidak menyimak kaset
tersebut. Siapakah dalam hal ini yang berdosa ? Yang mengobrol atau
yang memutar (memasang) kaset ?

Jawab:

‎الجواب عن هذه القضية يختلف باختلاف المجلس الذي يُتلى فيه القران من المُسجلة , فإن كان المجلس مجلس علم وذكر وتلاوة قران , فيجب -والحالة هذه - الإصغاء التام , ومن لم يفعل فهو آثم , لمخالفته بقول الله تبارك
‎وتعالى في القران ( وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ )]الأعراف204 [ .
‎أما إذا كان المجلس ليس مجلس علم ولا ذكر ولا تلاوة قران , وإنما مجلس
‎عادي كأن يكون إنسان يعمل في البيت , أو يدرس أو يطالع , ففق هذه الحالة لا يجوز فتح آلة التسجيل , ورفع صوت التلاوة بحيث يصل إلى الآخرين الذين هم ليسوا مكلفين بالسماع , لأنهم لم يجلسوا له , والمسؤول هو الذي رفع صوت المسجلة وأسمع صوتها للآخرين , لأنه يُحرجُ على الناس , ويحملهم على أن يسمعوا للقران في حالة هم ليسوا مستعدين لها.
‎وأقرب مثال على هذا : أن أحدنا يمر في الطريق , فيسمع من السمان , وبائع الفلافل , الذي يبيع أيضاً هذه الأشرطة المُسجلة ( الكاسيتات ) فقد ملأ صوت القران , وأينما ذهبت تسمع هذا الصوت , فهل هؤلاء الذين يمشون في الطريق - كل في سبيله - هم مكلفون أن ينصتوا لهذا القران الذي يُتلى في غير محله ؟! لا , وإنما المسؤول هو هذا الذي يُحرجُ على الناس , ويسمعهم
‎صوت القران , إما للتجارة أو لإلفات نظر الناس , ونحو ذلك من المصالح
‎المادية , فإذاً هم يتخذون القران من جهةٍ مزامير - كما جاء في بعض
‎الأحاديث , ثم هم يشترون بآيات الله ثمناً قليلاً في أسلوب آخر غير أسلوب اليهود والنصارى الذين قال الله عزوجل في حقهم في هذه الآية ( اشْتَرَوْا بِآيَاتِ اللَّهِ ثَمَنًا قَلِيلًا )]التوبة9[.

Artinya :
Permasalahan ini berbeda  beda disesuaikan dengan majlis yang dibacakan ayat al quran didalamnya dari radio atau semisalnya.
Apabila majelis tersebut memang majelis dzikir dan ilmu yang di dalamnya ada tilawah Al-Qur’an, maka siapapun yang hadir dalam majelis tersebut wajib diam dan menyimak bacaan tersebut. Dan berdosa bagi siapa saja yang sengaja mengobrol dan tidak menyimak bacaan tersebut.

Dalilnya adalah  :

‎وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُواْ لَهُ وَأَنصِتُواْ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
Artinya : “Apabila dibacakan Al-Qur’an, maka dengarkanlah dan diamlah
agar kalian mendapat rahmat.” (QS Al-A’raf  204).

Adapun jika majelis tersebut bukan majelis ilmu dan dzikir serta bukan
majelis tilawah Al-Qur’an akan tetapi hanya kumpul-kumpul biasa untuk mengobrol, diskusi, bekerja, belajar ataupun pekerjaan lain-lain, maka
dalam suasana seperti ini tidak boleh kita mengeraskan bacaan
Al-Qur’an baik secara langsung ataupun lewat pengeras suara (kaset),
sebab hal ini berarti memaksa orang lain untuk ikut mendengarkan
AL-Qur’an, padahal mereka sedang mempunyai kesibukan lain dan tidak
siap untuk mendengarkan bacaan Al-Qur’an. Jadi dalam keadaan seperti
ini yang salah dan berdosa adalah orang yang memperdengarkan kaset
murattal tersebut.
Di dalam masalah ini ada sebuah contoh : Misalnya kita sedang melewati
sebuah jalan, yang di jalan tersebut terdengar suara murattal yang keras yang berasal dari sebuah toko kaset. Begitu kerasnya murattal ini sehingga suaranya memenuhi jalanan.

Apakah dalam keadaan seperti ini kita wajib diam untuk mendengarkan
bacaan Al-Qur’an yang tidak pada tempatnya itu ? Jawabannya tentu saja
“tidak”. Dan kita tidak bersalah ketika kita tidak mampu untuk
menyimaknya.
Yang bersalah dalam hal ini adalah yang memaksa orang lain untuk
mendengarkannya dengan cara memutar keras-keras kaset murattal tersebut dengan tujuan untuk menarik perhatian orang-orang yang lewat
agar mereka tertarik untuk membeli dagangannya.

Dengan demikian mereka telah menjadikan Al-Qur’an ini seperti seruling
(nyanyian) sebagaimana telah di-nubuwah-kan (diramalkan) dalam sebuah
hadits shahih , Kemudian mereka itu juga menjual ayat-ayat Allah
dengan harga yang rendah sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani, hanya caranya saja yang berbeda.

“Mereka menukar ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit.” (QS. At-Taubah : 9).
📚(lihat : Kaifa yajibu ‘alaina annufasirral qur’anil karim  Syaikh Al-Albani).

6.Hukum mendengarkan murattal dengan memakai headset dalam wc sambil mencuci.

📙soal kita ajukan pada ulama yaman

‎ ابو حنان السندكاني: السلام عليكم ورحمه الله وبركاته
‎احسن الله اليك يا شيخنا
‎ما حكم تشغيل المسجل بمرتل وأدخل السماعة الصغيرة  فى أذني مع العلم انا فى الحمام فى غسل الثياب ، هل هذا من الأدب المحمود مع القرآن ؟
[8/10 8:59 AM]
‎🖊 الشيخ حسن بالشعيب: وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته
‎إن كان ولا بد اجعل المسجل يشتغل خارج الحمام بصوت عال وأنت بداخله تسمع ولا تشغله داخل الحمام

Soal, apa hukum memutar tip murattal dengan memasukkan headset kedalam telingaku, bersamaan dengan itu saya di wc mencuci pakaian, apakah
dari adab yang terpuji bersama alquran?

🖊Jawaban asy-syaikh al faqih hasan basy-syuaib hafidzahullooh :

Jika memang harus kamu mau mendengarkan murattal, maka jadikanlah
tip(alatpemutar) diluar wc dengan suara yang keras dan kamu didalam wc
mendengar, dan kamu tidak memutarnya dalam wc.

7. Hukum mengikuti bacaan murattal apakah ini bertentangan dengan ayat
“jika dibacakan al quran maka dengarkanlah......”؟

🖊Syaikh al utsaimin rohimahullooh ditanya tentang hukum
membaca(mengikuti) bacaan bersama  dengan qori’ yang ada di tip(radio)
?

Beliau menjawab :

‎"إذا كان للحفظ : فلا بأس به ، وإذا كان لغيره : فيقال : الأفضل أن تنصت" انتهى

Adapun jika maksud mengikuti bacaan qori untuk menghafal, maka tidak mengapa, adapun jika selain dari itu, maka dikatakan lebih utamanya ia diam.
📚Fatawa ats-tsulatsiyyah.

✍Disusun oleh

Abu Hanan As Suhaily Utsman As Sandakany

29 Muharram 1440 – 9 0ktober 2018

Sumber :
https://t.me/Nashihatulinnisa

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hukum Belajar Di Jami'ah Islamiyyah Madinah

Menanggapi akan makruh nya istri memakai celana dalam

Berqurban Sesuai Dengan Sunnah Rosulullooh ﷺ