MENGENAI KEADAAN ORANG TUA ROSULULLAAH ﷺ

YANG BERHAK MENETAPKAN KEBERADAAN ORANG TUA NABI SHALLALLAHU 'ALAIHI WA SALLAM HANYALAH ORANG YANG MENDAPATKAN WAHYU DARI ALLAH SUBHANAHU WA TA'ALA

Di dalam Al-Qur’an telah dijelaskan:

وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَىٰ * إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَىٰ.

"Tidaklah dia berkata menurut hawa nafsu, tidaklah perkataannya itu kecuali wahyu yang diwahyukan kepadanya." [Surat An-Najm 3-4].

Pada ayat tersebut sangat jelas terdapat keterangan bahwa perkataan beliau bukanlah dari hawa nafsu, sebagaimana pada perkataan beliau terhadap ayah beliau yang beliau telah menetapkannya berada di dalam neraka, beliau pernah berkata kepada seseorang:

إِنَّ أَبِي وَأَبَاكَ فِي النَّارِ.

"Sesungguhnya ayahku dan ayahmu di dalam neraka." Riwayat Muslim.

Orang-orang yang menta'wil perkataannya yaitu "ayahku" kepada ta'wilan "pamanku" maka sungguh telah keliru dari sisi bahasa, adat dan pendalilan. Ta'wilan mereka bahwa "abiy" bermakna "'ammiy" dengan alasan: "Sesungguhnya Ibrahim 'Alaihish Shalatu Wassalam memanggil Azar dengan panggilan abiy, padahal ayahnya adalah Tarakh atau Tarah."

Maka kita katakan: Bahwa ayah Ibrahim Al-Khalil 'Alaihish Shalatu Wassalam memiliki dua nama yaitu:
Pertama: Azar, yang nama ini ditetapkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala di dalam Al-Qur’an dan ditetapkan oleh Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam di dalam As-Sunnah Ash-Shahihah.
Kedua: Tarakh, yang nama ini dikenal di dalam kitab-kitab sejarah dan kitab-kitab tafsir.
Sebagian Ahli Tafsir mengatakan:

إِنَّ لِوَالِدِ إِبْرَاهِيْمَ عَلَيْهِ السَّلَامُ اسْمَيْنِ: آزَرُ وَتَارَخُ مِثْلُ إِسْرَائِيلَ وَيَعْقُوبَ.

"Sesungguhnya ayah Ibrahim 'Alaihis Salam memiliki dua nama, yaitu Azar dan Tarakh seperti Israil dan Ya'qub." Riwayat Ath-Thabraniy di dalam "Jami'ul Bayan".

Kemudian mereka yang menyendirikan penamaan Azar, bahwa itu adalah nama pamannya bukan ayahnya, maka kita pertanyakan: Ini dari mana penetapannya? Sementara penetapan Azar sebagai ayah Ibrahim ini adalah penetapan dari Allah Subhanahu wa Ta'ala dan Rasul-Nya Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, bahkan penetapan dari Ibrahim 'Alaihish Shalatu Wassalam juga, semasa di dunia hingga di hari kebangkitan nanti.

Kemudian argumen mereka yang menetapkan bahwa orang tua Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam tidak berada di neraka karena waktu itu adalah zaman fatrah yaitu zaman belum di utus rasul, mereka berdalil dengan perkataan Allah Subhanahu wa Ta'ala:

وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّىٰ نَبْعَثَ رَسُولًا.

"Dan tidaklah kami menyiksa kecuali kami mengutus rasul terlebih dahulu." [Surat Al-Isra' 15].

Maka kita katakan: Benar rasul belum diutus karena zaman fatrah antara Nabi 'Isa dengan Nabi Muhammad 'Alaihimash Shalatu Wassalam adalah enam abad, berkata Salman Al-Farisiy Radhiyallahu 'Anhu:

فَتْرَةٌ بَيْنَ عِيسَى وَمُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سِتُّمِائَةِ سَنَةٍ.

"Fatrah antara 'Isa dan Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam adalah enam ratus tahun." Riwayat Al-Bukhariy.

Hanya saja perlu diketahui bahwa guru-guru Salman Al-Farisiy Radhiyallahu 'Anhu ketika itu mereka berdakwah meneruskan dakwah Nabi 'Isa 'Alaihish Shalatu Wassalam, demikian pula di Makkah sebelum diutusnya Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam ada yang berdakwah di atas agama Nabi Ibrahim 'Alaihish Shalatu Wassalam, ada Zaid bin 'Amr bin Nufail Radhiyallahu 'Anhu, bahkan beliau berani berkata kepada orang-orang musyrik Makkah:

وَالَّذِي نَفْسُ زَيْدٍ بِيَدِهِ مَا أَصْبَحَ أَحَدٌ مِنْكُمْ عَلَى دِيْنِ إِبْرَاهِيْمَ غَيْرِي.

"Demi Yang jiwa Zaid berada di tangan-Nya, tidaklah seorang pun di antara kalian berada di atas agama Ibrahim kecuali aku."
Beliau giat berdakwah di Makkah namun tidak diikuti dakwah beliau, dan Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam telah memuji dakwah beliau, beliau berkata:

يُحْشَرُ ذَاكَ أُمَّةً وَحْدَهُ بَيْنِي وَبَيْنَ عِيسَى بْنِ مَرْيَمَ.

"Beliau dibangkitkan kepada umat dalam bersendirian di antaraku dan di antara 'Isa bin Maryam."

Pasti orang tua dan kakek Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam mendapati dakwah beliau, hanya saja mereka tidak mengikuti beliau berdasarkan perkataan beliau tersebut.

Kalau mereka katakan: "Mungkin kebetulan mereka tidak bertemu" maka kita katakan: Bukankah ada juga Waraqah bin Naufal Radhiyallahu 'Anhu yang mendakwahkan agama Nabi 'Isa 'Alaihish Shalatu Wassalam, bahkan beliau juga berdakwah lewat terjemahan, beliau menerjemahkan Injil ke dalam bahasa Arab, yang mengikuti dakwah beliau adalah Khadijah Radhiyallahu 'Anha, di dalam riwayat Al-Bukhariy disebutkan oleh 'Aisyah Radhiyallahu 'Anha:

وَكَانَ امْرَأً تَنَصَّرَ فِي الْجَاهِلِيَّةِ، وَكَانَ يَكْتُبُ الْكِتَابَ الْعِبْرَانِيَّ، فَيَكْتُبُ مِنَ الإِنْجِيلِ بِالْعِبْرَانِيَّةِ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَكْتُبَ.

"Dahulu di zaman Jahiliyyah beliau memeluk agama 'Isa, dan keberadaan beliau adalah menulis kitab 'Ibraniy, beliau menulis dari Injil ke kitab 'Ibraniy Masya Allah beliau menulis."

Tidak satu riwayat pun menyebutkan bahwa beliau pernah didatangi dan ditanya tentang agama oleh orang tua dan kakek Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, yang datang ke beliau untuk bertanya hanya Khadijah Radhiyallahu 'Anha, dan terakhirnya beliau datang bersama Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bertanya kepadanya.

Kalau mereka memaksakan pendapat mereka dengan mengatakan bahwa zaman Jahiliyyah adalah zaman fatrah, apakah mereka juga akan mengatakan bahwa di zaman modern sekarang juga zaman fatrah karena tidak ada lagi nabi yang diutus?
Terus terang kita katakan: Seandainya kita dapati mereka melakukan kesyirikan terang-terangan di depan kita, misalnya mereka menyembah patung Jenderal Sudirman atau menyembah kuburannya, maka pasti kita akan katakan bahwasanya mereka adalah orang-orang musyrik, karena kita sudah dakwah di tengah-tengah mereka, kita hidup sezaman dengan mereka bahkan sangat mudah bagi mereka untuk mendapatkan dakwah kita.

Ikhwaniy fiddin Rahimakumullah.
Kemudian argumen mereka: Bahwa Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam terlahirkan dari kalangan orang-orang yang sujud, dalil mereka:

وَتَقَلُّبَكَ فِي السَّاجِدِينَ.

"Dan melihat perubahan gerakan badanmu di antara orang-orang yang sujud." [Surat Asy-Syu'ara: 219].

Maka kita katakan: Bahwa tidak setiap orang yang sujud itu mesti muslim, karena orang-orang musyrik juga pernah sujud, berkata 'Abdullah bin 'Abbas Radhiyallahu Anhuma:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَجَدَ بِالنَّجْمِ وَسَجَدَ مَعَهُ الْمُسْلِمُونَ وَالْمُشْرِكُونَ وَالْجِنُّ وَالإِنْسُ.

"Sesungguhnya Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam sujud pada pembacaan surat An-Najm dan beliau sujud bersama orang-orang muslim dan orang-orang musyrik, bersama jin dan manusia." Riwayat Al-Bukhariy.

Dan perlu diketahui bahwa penafsiran yang benar terhadap ayat:

وَتَقَلُّبَكَ فِي السَّاجِدِينَ.

"Dan melihat perubahan gerakan badanmu di antara orang-orang yang sujud." [Surat Asy-Syu'ara: 219].
Yaitu penafsiran yang diterangkan oleh 'Abdullah bin 'Abbas Radhiyallahu 'Anhuma:

مِنْ صُلْبِ نَبِيٍّ إِلَى نَبِيٍّ حَتَّى صِرْتَ نَبِيًّا. 

"Dari sulbi nabi sampai ke nabi hingga engkau menjadi nabi." Riwayat Ath-Thabraniy dan Al-Bazzar.
Yakni dari sulbi Nabi Ibrahim terus Nabi 'Ismail hingga Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam menjadi nabi.
Jadi tidak ada perekomendasian terhadap ayah Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dan kakeknya sebagai orang-orang yang sujud dan ahli tauhid, bahkan dalil yang telah kita sebutkan menunjukkan bahwa ayah Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam ditetapkan di dalam neraka karena dia berada di atas agama 'Abdul Muththalib sebagaimana juga Abu Thalib yang telah disebutkan di dalam "Shahihul Bukhariy":

هُوَ عَلَى مِلَّةِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ.

"Dia berada di atas agama 'Abdul Muththalib."

Dengan demikian semakin jelaslah bahwa orang tua dan kakek Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam memiliki agama tersendiri, dan mereka tidak mengikuti agama Nabi Ibrahim 'Alaihish Shalatu Wassalam yang dida'wahkan oleh Zaid bin 'Amr bin Nufail Radhiyallahu 'Anhu.

(Muhammad Al-Khidhir di Mutiara Gading Timur Bekasi pada malam Selasa 10 Sya'ban 1440 / 16 April 2019).

Join Channel :
http://t.me/Ghurbatulislam

Di nukil dari channel :
http://t.me/majaalisalkhidhir

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hukum Belajar Di Jami'ah Islamiyyah Madinah

Menanggapi akan makruh nya istri memakai celana dalam

Berqurban Sesuai Dengan Sunnah Rosulullooh ﷺ