Permasalahan Khulu' / gugatan cerai

🍃Bolehkah wanita meminta gugatan cerai atau khulu’ karena akhlak suami yang jelek atau rusak agamanya ??

📙Soal dari ema dana di group wa nashihatulinnisa

Assalamualaikum..
Afwan um, ana mau bertanya,
Apa hukumx, jika seorg istri menggugat suamix untk cerai, dgn alasn dia mencuri, KDRT n tidak menafkahi si istri bertahun2.?
Mohonx, jwabannya um,
Syukron..

‎┈┉┅━❀🍃🌹🍃❀━┅┉┈

Dari Tsauban radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda

أيُّما امرأةٍ سألت زوجَها طلاقاً فِي غَير مَا بَأْسٍ؛ فَحَرَامٌ عَلَيْهَا رَائِحَةُ الجَنَّةِ

“Wanita mana saja yang meminta kepada suaminya untuk dicerai tanpa
kondisi mendesak maka haram baginya bau surga” (HR Abu Dawud,
At-Tirmidzi  dan dishahihkan al-Albani).

Hadits ini menunjukkan ancaman yang sangat keras bagi seorang wanita
yang meminta perceraian tanpa ada sebab yang diizinkan oleh syariat.

🖊Ibnu Hajar berkata :

أن الأخبار الواردة في ترهيب المرأة من طلب طلاق زوجها محمولة على ما إذا لم يكن بسبب يقتضى ذلك

“Sesungguhnya hadits-hadits yang datang tentang ancaman terhadap wanita yang meminta cerai, dibawakan kepada jika sang wanita meminta cerai tanpa sebab”

📚 lihat Fathul Baari 9/402.

Dalam Aunul Ma’bud, Syarh sunan Abu Daud dijelaskan makna ‘tanpa
kondisi mendesak’,
Artinya :

أي لغير شدة تلجئها إلى سؤال المفارقة

“Yaitu tanpa ada kondisi mendesak memaksanya untuk meminta cerai…”

📚Aunul Ma’bud, 6/220.

Dalam hadis lain, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الْمُنْتَزِعَاتُ وَالْمُخْتَلِعَاتُ هُنَّ الْمُنَافِقَاتُ

“Para wanita yang berusaha melepaskan dirinya dari suaminya, yang suka khulu’ (gugat cerai) dari suaminya, mereka itulah para wanita
munafiq.” (HR. Nasa’i  dan dishahihkan al-Albani).

🖊Al-Munawi menjelaskan hadis di atas,

أي اللاتي يبذلن العوض على فراق الزوج بلا عذر شرعي

“Yaitu para wanita yang mengeluarkan biaya untuk berpisah dari suaminya tanpa alasan yang dibenarkan secara syariat.’
Beliau juga menjelaskan makna munafiq dalam hadis ini

نفاقاً عملياً والمراد الزجر والتهويل فيكره للمرأة طلب الطلاق بلا عذر شرعي

‘Munafiq amali (munafiq kecil). Maksudnya adalah sebagai larangan
keras dan ancaman. Karena itu, sangat dibenci bagi wanita meminta
cerai tanpa alasan yang dibenarkan secara syariat.’

📚 Lihat At-Taisiir bi
Syarh al-Jaami’ as-Shogiir, 1/607.

Tanpa ada sebab yang syar’i maka tidak boleh istri meminta gugatan cerai.

🕯Pada perkara apa saja yang membolehkan istri  minta gugatan cerai ??

🖊Imam ibnu qudamah Rohimahullooh menyebutkah kaidah :

وجمله الأمر أن المرأة إذا كرهت زوجها لخلقه أو خلقه أو دينه أو كبره أو ضعفه أو نحو ذلك وخشيت أن لا تؤدي  حق الله في طاعته جاز لها أن تخالعه بعوض تفتدي به نفسها  منه

“Kesimpulan masalah ini, bahwa seorang wanita, jika membenci suaminya
karena akhlaknya atau karena fisiknya atau karena agamanya, atau
karena usianya yang sudah tua, atau karena dia lemah, atau alasan yang
semisalnya, sementara dia khawatir tidak bisa menunaikan hak Allah
dalam mentaati sang suami, maka boleh baginya untuk meminta khulu’
(gugat cerai) kepada suaminya dengan memberikan biaya/ganti untuk melepaskan dirinya.”

📚 lihat al-Mughni, 7/323

🖊Berkata Imam Ibnu baz Rohimahullooh :

إن كانت مظلومة أو ظلمها وتعدى عليها فهي معذورة، أما إذا كانت تطلب الطلاق من غير بأس فلا يجوز لها ذلك؛ يقول النبي ﷺ: أيما امرأة
سألت الطلاق من غير ما بأس لم ترح رائحة الجنة، كونها تطلب الطلاق من غير علة شرعية لا يجوز، الواجب عليها الصبر والاحتساب، وعدم الطلبbللطلاق.

Jika istri tersebut terzholimi atau suami menzholiminya dan melampaui batas atasnya maka ia diberi udzur (Untuk minta cerai ), adapun jika istri minta cerai tanpa hal yang mendesak, maka tidak boleh baginya
akan hal itu, sebab Nabi bersabda “Wanita mana saja yang meminta
kepada suaminya untuk dicerai tanpa kondisi mendesak maka haram
baginya bau surga. Jadi keberadaan seorang istri meminta cerai tanpa
sebab yang syar’i maka tidak dibolehkan, dan yang wajib atasnya adalah bersabar, dan mengharapkan pahala, dan tidak boleh meminta cerai.

أما إذا كانت هناك علة؛ لأنه يغضبها ويؤذيها، أو لأنه يتظاهر بالفسق وشرب المسكرات، أو لأنه لم تقع في قلبها محبة له بل تبغضه كثيراً ولا تستطيع الصبر فلا بأس، مثلما فعلت زوجة ثابت بن قيس طلبت من النبي ﷺ أن يفرق بينها وبينه، فسألها النبي ﷺ عن ذلك؟ فقالت: إنها لا تطيقه بغضاً، إنها
لا تطيقه بغضاً، فقال لها عليه الصلاة والسلام: أتردين عليه حديقته؟ -يعني: المهر، الحديقة: بستان - فقالت: نعم، فأمره أن يقبل الحديقة ويطلقها تطليقة، والعلة أنها لا تستطيع البقاء معه من أجل البغض، والحياة مع البغض ما تستقيم.

Adapun jika ada sebab yang membuat minta cerai seperti suami membencinya(tidak cinta lagi) dan mengganggunya atau karena suami
menampakkan kefasikan (karena terus menerus melakukan dosa besar) dan
minum minuman yang memabukkan, atau karena tidak ada kecintaan istri
dalam hatinya untuknya, bahkan istri keseringan membencinya, dan istri
tidak mampu bersabar, maka tidak mengapa minta cerai. Semisal apa yang
dilakukan istri tsabit bin qais meminta pada Nabi untuk memisahkan antara dia dengan suaminya, maka ia bertanya kepada Nabi akan perkara
tersebut ? maka istrinya berkata sungguh ia tidak mampu untuk
bersamanya karena kebencian, maka Nabi berkata padanya, apakah kamu akan mengembalikan atasnya kebunnya (yang dijadikan mahar)??  Maka ia
berkata : iya, maka nabi memerintahkan pada tsaabit bin qais (suaminya
) untuk menerima kebun tersebut dan menceraikannya dengan satu kali
cerai, dan sebabnya bahwa istrinya tidak mampu lagi untuk tetap
bersamanya karena kebencian, dan kehidupan bersamanya dengan kebencian, maka tidak akan tegak keharmonisan

فلهذا يلزمها أن ترد المهر، فإذا ردت المهر فعليه أن يطلق، والله يقول سبحانه: وَإِنْ يَتَفَرَّقَا يُغْنِ اللَّهُ كُلًّا مِنْ سَعَتِهِ وَكَانَ اللَّهُ وَاسِعًا حَكِيمًا [النساء:130].
وهكذا إذا كان يتعاطى السكر، أو معروف بالتساهل في الزنا وتعاطي الفحشاء، هذا لها عذر لأن البقاء معه يضرها، أما إن كان لا يصلي فلا يجوز لها البقاء معه، إذا كان لا يصلي فالواجب عليها الامتناع منه، وعدم تمكينه من نفسها؛ لأن ترك الصلاة كفر أكبر على الصحيح، وإن لم يجحد وجوبها، لقول النبي ﷺ: بين الرجل وبين الكفر والشرك ترك الصلاة، وقوله عليه الصلاة
والسلام: العهد الذي بيننا وبينهم الصلاة فمن تركها فقد كفر، فالأمر
عظيم، فإذا كان لا يصلي فليس لها البقاء معه، نسأل الله العافية
والسلامة، نعم.

Maka karena itulah ia mengembalikan mahar, maka jika ia mengembalikan
mahar tersebut, maka atas suami untuk menceraikannya, dan Allooh telah
berfirman :  jika mereka berdua (suami istri ) berpisah,  maka Allooh
akan mencukupkan masing masing dari setiap  keduanya dengan karuniaNya, dan sunngguh
Allooh Maha Luas (akan karunianya ) dan Maha Hakim.

Demikian pula jika
suami melakukan sesuatu yang memabukkan atau diketahui ia
bergampangan dalam berzina atau kekejian, ini adalah udzur,  sebab
tetapnya ia bersama suaminya ini akan membahayakannya.

Adapun jika suami tidak sholat, maka tidak boleh lagi istri bersamanya, jika ia tidak
sholat, maka wajib atas istri untuk mencegah dan tidak memberikan
kesempatan dirinya (untuk digauli),sebab meninggalkan sholat kufur
akbar (kekafiran  yang besar) menurut pendapat yang shohih, walaupun
Suami  tidak mengingkari akan kewajibannya,. berdasarkan sabda Rasulullooh : antara seseorang dengan kekafiran dan kesyririkan adalah meninggalkan sholat, dan juga Hadits Rasulillaah : perjanjian antara kami dan mereka adalah sholat, maka siapa yang meninggalkannya maka ia telah kafir.

Maka ini perkara yang besar, maka jika ia tidak sholat maka tidak ada bagi istri untuk tetap besamanya. Nasalullaah al’afiyah
was-salamah.

📚Sumber :
https://binbaz.org.sa/fatwas/9429/حكم-المراة-التي-تكثر-طلب-الطلاق-من-زوجها.

Dan beliau juga berkata :

عليك أن تنصحيه وقت صحوه، وتطلبي من أبيه إن كان موجوداً أو جده أو إخوته الكبار أو أمه أو من يعز عليه من أخوال وأعمام، حتى ينصحوه وحتى يوجهوه إلى الخير، لعله يهتدي بأسبابك، فإن هداه الله وتاب فالحمد لله، وإن أصر على حاله السيئة فلك أن تطلبي الطلاق، تتصلي بالمحكمة حتى يحصل الطلاق؛ لأن بقاءه معك وهو بهذه الحالة يضرك، ويضر أولادك، وأنت أحق بأولادك ما دام بهذه الحالة

Yang wajib atas kamu (seorang istri) untuk menasehatinya waktu
sadarnya atau santainya, dan mintalah dari mertua jika ada atau
kakeknya atau saudari perempuannya yang lebih tua atau ibunya atau
siapa yang di hormati atasnya dari paman pihak ibu atau paman pihak bapak sampai
mereka menasehatinya dan mengarahkan pada kebaikan, boleh jadi ia
mendapatkan hidayah dengan sebab sebab yang kamu lakukan, mungkin
Alllooh memberikan hidayah padanya dan bertaubat, alhamdulilah, dan jika ia terus menerus atas keadaannya yang jelek, maka bagimu untuk
meminta cerai, kamu berhubungan dengan pengadilan sampai kamu mendapat cerai, sebab tetapnya ia bersamamu, ini membahayakanmu, dan
anak-anakmu, dan kamu lebih berhak terhadap anak-anakmu(jika masih
dalam pengasuhan).....

📚sumber :
https://binbaz.org.sa/fatwas/7409/حكم-معاشرة-الزوجة-لزوجها-السكران-وطلب-الطلاق-منه

🖊Berkata Asy-Syaikh al Utsaimin Rohimahullooh :

" لا يحل للمرأة أن تسأل زوجها الطلاق إلا لسبب شرعي؛ لأن النبي صلى الله عليه وسلم قال: ( من سألت زوجها الطلاق من غير ما بأس فحرام عليها رائحة الجنة )، أما إذا كان هناك سبب شرعي بأن كرهته في دينه، أو كرهته
في خلقه، أو لم تستطع أن تعيش معه وإن كان مستقيم الخلق والدين، فحينئذٍ لا حرج عليها أن تسأل الطلاق، ولكن في هذه الحال تخالعه مخالعة، بأن ترد عليه ما أعطاها ثم يفسخ نكاحها.

Tidak halal bagi seorang wanita untuk meminta pada suaminya cerai
kecuali dengan sebab yang syar’i  sebab Nabi telah bersabda : siapa
yang meminta pada suaminya cerai bukan pada perkara yang mendesak maka haram baginya bau surga.

Adapun jika di situ ada sebab yang syar’i seperti istri membenci suami
pada agamanya atau membencinya pada akhlaknya atau tidak mampu untuk
hidup bersamanya walaupun suamk istiqomah pada akhlaknya dan agamanya, maka
ketika itu tidak mengapa atasnya untuk  meminta cerai , akan tetapi pada
keadaan tersebut istri
meminta khulu’ dengan mengembalikan atas suami apa yang ia pernah
berikan padanya berupa mahar kemudian setelah itu suami memutuskan
tali pernikahan dengannya.

ودليل ذلك: .... ثم ذكر حديث امرأة ثابت بن قيس المتقدم ، ثم قال : فأخذ العلماء من هذه القضية أن المرأة إذا لم تستطع البقاء مع زوجها فإن لولي الأمر أن يطلب منه المخالعة، بل أن يأمره بذلك، قال بعض العلماء: يلزم بأن يخالع؛ لأن في هذه الحال لا ضرر عليه؛ إذ أنه سيأتيه ما قدم لها من مهر، وسوف يريحها.
أما أكثر العلماء فيقولون: إنه لا يُلزم بالخلع، ولكن يندب إليه ويرغب
فيه، ويقال له: ( من ترك شيئاً لله عوضه الله خيراً منه )

Dalil akan perkara tersebut : Bahwasanya istri Tsaabit bin Qois
mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata, “Wahai
Rasulullah, suamiku Tsaabit bin Qois tidaklah aku mencela akhlaknya
dan tidak pula agamanya, akan tetapi aku takut berbuat kekufuran dalam
Islam”. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Apakah
engkau (bersedia) mengembalikan kebunnya (yang ia berikan sebagai
maharmu-pen)?”. Maka ia berkata, “Iya”. Rasulullah pun berkata kepada
Tsaabit, “Terimalah kembali kebun tersebut dan ceraikanlah ia !” (HR
Al-Bukhari ) maka para ulama mengambil hukum dari permasalah ini bahwa jika istri tidak lagi mampu tinggal bersama suaminya maka waliyul amr (dalam hal ini pemerintah : KUA ) meminta dari suami tersebut untuk
melepaskannya, bahkan memerintahkannya dengan perkara tersebut, bahkan sebagian ulama mengharuskan untuk melepaaskannya (dengan gugatan
cerai istri ) sebab pada keadaan seperti ini tidak ada bahaya atas suami sebab akan datang kembali padanya apa yang telah ia kedepankan berupa mahar,
dan itu akan melegakannya.
dan kebanyakan ulama berkata : tidak diharuskan untuk suami khulu’(melepaskan) bahkan
disunnahkan bagi suami untuk menerimanya dan diberikan dorongan, dan
dikatakan padanya : siapa yang meninggalkan sesuatu karena Allooh,
maka Alloh akan menggantinya lebih baik.

📚 Lihat al-liqoo al- maftuh 6/54.

Dari keterangan fatwa ulama diatas, disebutkan beberapa keadaan yang boleh membuat istri menggugat cerai :

1. Akhlak suami yang buruk terhadap sang istri, seperti kekerasan
dalan rumah tangga

2. Agama suami yang buruk karena sering melakukan dosa-dosa, seperti mencuri, minum khomr, berjudi,

3. Jika suami tidak menunaikan hak istri dengan  tidak memberikan
nafkah kepadanya...

4. Jika  suami ternyata tidak bisa menggauli istrinya dengan baik,
misalnya jika tidak bisa melakukan hubungan biologis karena ada suatu
kecacatan.

5. Jika istri sama sekali tidak membenci suami, hanya saja istri
khawatir tidak bisa menjalankan kewajibannya sebagai istri sehingga
tidak bisa menunaikan hak-hak suaminya dengan baik dan terjerumus
dalam dosa. Maka boleh baginya meminta agar suaminya meridoinya untuk khulu’,

6. Jika  istri membenci suaminya bukan karena akhlak yang buruk, dan
juga bukan karena agama suami yang buruk. Akan tetapi istri tidak
bisa mencintai suami karena kekurangan pada jasadnya, seperti
perawakan yang buruk.

7.  Jika suami sangat nampak membenci  istri, tapi tidak mau menceraikannya.

Faidah tambahan :

Dari fatwa diatas disimpulkan jika suami suka melakukan dosa besar
atau jelek dalam bermuamalah dengan istrinya maka hendaknya jangan tergesa gesa minta gugatan cerai sampai  ia mengambil langkah-langkah berikut ini:

1. Menasihatinya dengan cara yang bijak dan penuh hikmah dan memilih
waktu yang tepat. Bersama itu ia selalu berdoa agar suaminya dapat kembali ke jalan yang lurus. Jika ini tidak berhasil ia menempuh
langkah kedua

2. Langkah kedua, maka ia meminta bantuan pihak ketiga, yaitu orang
tua suami atau saudaranya yang tertua yang ia segani dan yang didengari ucapaannya atau orang lain yang dihormati dari sisi agama, mudah mudahan ia mendapatkan hidayah.Jika ini tidak bisa  mengubahnya,
maka langka ketiga adalah

3. Istri  meminta cerai (khulu’); yakni apabila dosa besar yang dilakukannya dan membahayakan agama istri dan juga anak-anaknya.

4. Apabila dosa tersebut merupakan perbuatan syirik akbar atau
kekufuran dan suami tidak mau tobat dari perbuatan tersebut dan telah dinasehati
maka wajib bagi istri bercerai dengan suami. Hal ini sebagaimana
firman Allah Ta’ala :

لَا هُنَّ حِلٌّ لَّهُمْ وَلَا هُمْ يَحِلُّونَ لَهُنَّ وَآتُوهُم مَّا أَنفَقُوا

Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir
itu tiada halal pula bagi mereka. Dan berikanlah kepada (suami suami)
mereka, mahar yang telah mereka bayar [al-Mumtahanah: 10 ].

✍Di susun Oleh
Abu Hanan As-Suhaily Utsman As-Sandakany.

20  Robi'ul awal 1440- 28 November 2018.

🌾 *من مجموعة نصيحة للنساء* 🌾

Sumber :
https://t.me/Nashihatulinnisa

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hukum Belajar Di Jami'ah Islamiyyah Madinah

Menanggapi akan makruh nya istri memakai celana dalam

Berqurban Sesuai Dengan Sunnah Rosulullooh ﷺ