Cara memilih pemimpin Sesuai Syari'at Islam
Cara Mengangkat Pemimpin Negeri Dan Bathilnya Berhukum Dengan Demokrasi
Tanya: Bismillaah… Ustadz, afwan, bagaimanakah cara memilih pemimpin sesuai Islam? Apakah pemilu itu diperbolehkan dikarenakan kita hidup di demokrasi?
Sebab kalau tidak ikut memilih maka yang akan jadi adalah pemimpin kafir.
Jazaakallohu khoiron.
Jawab:
ุจุณู
ุงููู ุงูุฑุญู
ู ุงูุฑุญูู
ูุจู ูุณุชุนูู
Cara memilih pemimpin telah dicontohkan oleh Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan para shahabatnya, yaitu:
Ditunjuk oleh pemimpin sebelumnya untuk menggantikan kedudukannya, sebagaimana Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah mengisyaratkan demikian itu, beliau memerintahkan Abu Bakr Ash-Shiddiq untuk mengimami manusia di dalam shalat, ketika ada yang bertanya sepeninggal beliau kemana hendak merujuk maka beliau perintahkan kepada Abu Bakr Ash-Shiddiq.
Ketika Abu Bakr Ash-Shiddiq meninggal dunia maka Umar Al-Faruq yang ditunjuk sebagai penggantinya.
Ditentukan oleh Ahlul Halli wal ‘Aqdi, sebagaimana pada pengangkatan Utsman bin ‘Affan sebagai khalifah, begitu pula pada pengangkatan Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah.
Adapun pemilu maka dia adalah cara batil yang sangat jelas bertentangan dengan Islam, padanya penyamarataan dalam pemberian suara, ahlul ma’ashiy suara mereka sama dengan suara Ahlul Halli wal ‘Aqdi, orang berpendidikan suaranya sama dengan suara buta huruf yang tidak bisa membaca dan tidak bisa menulis, orang Islam suaranya sama dengan orang kafir, para wanita suara mereka sama dengan suara para pria, dengan demikian jelas kebatilannya, dia bukan dari Islam dan hukum Islam tidak membolehkannya.
Ketahuilah _semoga Allah memberikan hidayah kepada kami dan kepada kalian_, hukum Islam tidaklah berubah, yang halal tetap dikatakan halal dan yang haram tetap dikatakan haram, karena:
ุฅู ุงูุญูุงู ุจูู ูุฅู ุงูุญุฑุงู ุจูู
“Sesungguhnya yang halal telah jelas dan sesungguhnya yang haram telah jelas.”
Suatu negri atau suatu adat istiadat tidaklah merubah hukum Islam, di mana saja umat Islam berada maka hukum Islam tetap berlaku pada mereka. Dan tidaklah ada yang membolehkan pemilu kecuali kalau dia melihat dengan pandangan hukum demokrasi, karena hukum demokrasi adalah hukum yang bila dilihat menyenangkan rakyat maka dianggap halal, karena hakekat demokrasi adalah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, dan hukum Islam membatilkan hukum demokrasi ini.
Adapun kalau dia melihat hukum pemilu dengan pandangan hukum Islam maka jelas tidaklah boleh. Begitu pula mengangkat pemimpin yang kafir tidaklah diperbolehkan oleh Islam, hukumnya adalah haram, adapun yang dikampanyekan oleh para pemuja akal yang dikenal dengan pengurus pusat baitul muslimin Indonesia yaitu *halal umat Islam dipimpin non Muslim* maka sungguh mereka telah condong kepada penyimpangan dan penyelewengan:
(َูุฃَู َّุง ุงَّูุฐَِูู ِูู ُُูููุจِِูู ْ ุฒَْูุบٌ ََููุชَّุจِุนَُูู ู َุง ุชَุดَุงุจََู ู ُِْูู ุงุจْุชِุบَุงุกَ ุงِْููุชَْูุฉِ َูุงุจْุชِุบَุงุกَ ุชَุฃِِِْูููู ۗ َูู َุง َูุนَْูู ُ ุชَุฃَُِْูููู ุฅَِّูุง ุงَُّููู ۗ َูุงูุฑَّุงุณِุฎَُูู ِูู ุงْูุนِْูู ِ ََُُูููููู ุขู ََّูุง ุจِِู ٌُّูู ู ِْู ุนِْูุฏِ ุฑَุจَِّูุง ۗ َูู َุง َูุฐََّّูุฑُ ุฅَِّูุง ุฃُُููู ุงْูุฃَْูุจَุงุจِ)
“Adapun orang-orang yang di dalam hati mereka condong kepada penyimpangan, maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat yang mutasyabihat padanya untuk memunculkan fitnah untuk mencari-cari ta’wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta’wilnya melainkan Allah. Dan adapun orang-orang yang luas dalam keilmuan maka mereka berkata: “Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari Rabb kami”. Dan tidak dapat mengambil pelajaran darinya kecuali orang-orang yang berakal.” [Al-Imran: 7].
Adapun perkataan mereka *kalau tidak ikut pemilu maka yang akan jadi adalah pemimpin kafir* maka ini juga termasuk kerancuan berpikir yang sengaja ditebar, sebagian saudara-saudari kita orang-orang Islam dari PKS sering menyuarakan perkataan itu, tanpa mereka sadari atau mungkin mereka berpura-pura tidak mau menyadari telah mengajak umat manusia untuk memilih pemimpin kafir, di kabupaten Seram Bagian Barat Maluku diadakan pemilihan bupati dan wakil bupati, pada angka nomor dua calon bupati seorang kristen dari PDIP, calon wakil bupati seorang muslim dari PKS, keduanya menggunakan semboyan *ina ama*, bila angka nomor dua ini menang maka jelas yang naik sebagai bupati adalah seorang kristen dan wakil bupati adalah muslim.
Bila ada lagi orang Islam mengatakan: Itu kan hanya pemilihan pemimpin daerah! Maka kita katakan kepadanya: Bukankah pemilihan pemimpin pusat yakni pemimpin negara nyata para calonnya adalah orang-orang seperti anda yang mengaku beragama Islam? Kalau seandainya calon pemimpin negara itu hanya dua orang yakni muslim dan non muslim seperti Acang dan Obet maka perkataan *kalau tidak ikut memilih maka yang akan jadi adalah pemimpin kafir* bisa dibenarkan sesuai hukum demokrasi.
Wallahu A’lam.
Ditulis oleh : [Abu Ahmad Muhammad Al-Khidhir di Pekalongan pada 14 Jumadil Akhirah 1438]
Sumber :
http://t.me/majaalisalkhidhir
Komentar
Posting Komentar