MASALAH SHOHIH TIDAK NYA ATSAR

Pertanyaan:
Apakah shohih dari Ali bin Abi Tholib rodhiyallohu ‘anhu atsar berikut ini?

“Jangan menjelaskan tentang dirimu kepada siapapun, karena yang menyukaimu tidak memerlukan itu, dan yang membencimu tidak percaya itu.”
-----------------------

Jawaban dengan memohon pertolongan pada Alloh:

Hal ini punya beberapa jawaban, yang pertama:

kita ini ada di zaman banyaknya fitnah dan tersebarnya kedustaan. Maka orang yang melariskan atsar semacam tadi, harusnya dia dituntut untuk menyebutkan sumber terpercaya dari pengambilannya atau sanadnya.

Al Imam Muhammad bin Sirin rohimahulloh: “Sesungguhnya ilmu ini adalah agama, maka perhatikanlah dari siapa kalian mengambil agama kalian.” (“Muqoddimah Shohih Muslim”/hal. 12/atsar shohih).

Dan beliau rohimahulloh juga berkata: “Dulu mereka tidak bertanya tentang sanad, manakala terjadi fitnah, mereka berkata: “Sebutkanlah pada kami para rowi kalian.” Lalu diperhatikan jika para rowi tadi dari Ahlissunnah, hadits mereka diambil, dan jika dari ahli bida’ maka tidaklah diambil hadits mereka.” (“Muqoddimah Shohih Muslim”/hal. 12/atsar shohih).

Al Imam Ibnul Mubarok rohimahulloh berkata: “Sanad itu adalah bagian dari agama. Andaikata bukan karena tuntutan adanya sanad, niscaya orang yang ingin bicara itu akan bicara sesukanya.” (“Muqoddimah Shohih Muslim”/hal. 12/atsar shohih).

Al Hakim An Naisaburiy rohimahulloh berkata: aku mendengar Abul ‘Abbas Muhammad bin Ya’qub berkata: aku mendengar Ar Robi’ bin Sulaiman berkata: Aku mendengar Asy Syafi’iy berkata: “Orang yang menuntut ilmu tanpa hujjah itu bagaikan pencari kayu bakar di malam hari, dia mengumpulkan seikat kayu bakar yang di dalamnya ada ular yang akan menggigitnya dalam keadaan dirinya tidak tahu.”
Dalam riwayat rowi yang lain, dari Ar Robi’ dengan lafazh: “Orang yang menuntut ilmu tanpa sanad...”
(selesai dari “Al Madkhol Ilal Iklil”/hal. 1).

Maka tidak layak menisbatkan sesuatu pada seseorang kecuali disertai dengan menyebutkan sumber terpercaya dari pengambilannya atau sanadnya, agar diketahui kejujuran dan kedustaan berita tadi, terutama berita yang dinisbatkan pada Ali bin Abi Tholib rodhiyallohu ‘anh, karena sedemikian banyaknya kedustaan atas nama beliau.

Dari Thowus yang berkata: “Didatangkan kepada Ibnu Abbas suatu kitab yang di dalamnya ada keputusan-keputusan Ali rodhiyallohu ‘anh, lalu beliau menghapusnya kecuali seukuran –Sufyan bin Uyainah, salah seorang rowi, mengisyaratkan- satu hasta.” (“Muqoddimah Shohih Muslim”/hal. 12/atsar shohih).

Dan dari Abu Ishaq yang berkata: “Manakala mereka (orang-orang syi’ah) membuat-buat perkara itu setelah wafatnya Ali rodhiyallohu ‘anh, salah seorang sahabat Ali berkata: “Semoga Alloh memerangi mereka (atau melaknat mereka), alangkah banyaknya ilmu yang mereka rusak.” (“Muqoddimah Shohih Muslim”/hal. 12/atsar shohih).

Dan dari Al Mughiroh yang berkata: “Tidak ada yang jujur atas nama Ali rodhiyallohu ‘anh kecuali dari para sahabat Abdulloh bin Mas’ud.” (“Muqoddimah Shohih Muslim”/hal. 12/atsar shohih).

Jawaban kedua:
yang disebutkan di dalam atsar tadi hanyalah dua jenis manusia yaitu: orang yang menyukaimu, dan orang yang membencimu.

Pembagian tadi kurang sekali, dan menyelisihi kenyataan, karena manusia itu banyak jenisnya, di antaranya adalah: orang yang belum mengenalmu.
Orang yang belum mengenal dirimu boleh jadi memerlukan penjelasan yang cukup tentang dirimu, dan dia mengambil manfaat dari penjelasan tadi.

Ibnul Jauziy –semoga Alloh mengampuninya- berkata: “Jika seseorang bertanya: bagaimana orang ini (Sa’d bin Abi Waqqosh rodhiyallohu ‘anh) memuji dirinya sendiri sementara karakter seorang mukmin adalah tawadhu’ (rendah hati)?
Maka jawabnya adalah: sesungguhnya jika seseorang terpaksa untuk menampakkan keutamaan dirinya, maka upaya penampakan tadi adalah baik, sebagaimana ucapan Yusuf ‘alaihis salam:

(إني حفيظ عليم)

“Sesungguhnya saya ini sangat memelihara wewenang saya, dan sangat berilmu tentang pengaturan perbendaharaan negri.”

Oleh karena itulah manakala beliau (Sa’d bin Abi Waqqosh rodhiyallohu ‘anh) diejek oleh orang-orang bodoh, beliau terpaksa menyebutkan keutamaan beliau. Dan ketahuilah bahwasanya pujian itu jika kosong dari kezholiman pada orang lain, dan kosong dari sikap sombong terhadap ahlul haq, dan tujuan dari yang mengucapkan pujian itu adalah untuk menegakkan suatu kebenaran, atau membatalkan suatu ketidakadilan, atau untuk menampilkan suatu kenikmatan, maka hal itu tidaklah tercela.

Seandainya seseorang berkata: “Saya benar-benar hapal Kitabulloh, tahu tentang tafsirnya, dan paham terhadap agama ini” dan dia bertujuan untuk menampakkan syukur, atau memperkenalkan ilmu yang dimilikinya pada para pelajar agar mereka mengambil faidah darinya, yang mana jika dia tidak menjelaskan itu maka ilmu yang dimilikinya itu tidak diketahui sehingga tidak dicari darinya, maka amalan tadi tidaklah dinilai sebagai kejelekan.”
(selesai dari “Kasyful Musykil”/hal. 163).

Jawaban ketiga:
disebutkan dalam atsar yang dianggap berasal dari Ali rodhiyallohu ‘anh itu: “karena yang menyukaimu tidak memerlukan itu”. Ini menyelisihi dalil naqli dan dalil aqli.

Yang demikian itu karena para Shohabat rodhiyallohu ‘anhum itu teramat mencintai Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam, akan tetapi tetap saja Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam memberikan penjelasan pada mereka tentang tingginya kedudukan beliau, manakala beliau memandang perlunya mereka untuk diingatkan atau diberitahu akan hal itu.

Dari Umar bin Abu Salamah rodhiyallohu ‘anhuma: yang mana Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda:

«أما والله إني لأتقاكم لله وأخشاكم له».

“Maka demi Alloh, sungguh aku itu benar-benar paling bertaqwa kepada Alloh di antara kalian, dan aku adalah orang yang paling takut pada Alloh di antara kalian.” (HR. Muslim (1108)).

Dan dari ‘Aisyah rodhiyallohu ‘anha yang berkata:

كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا أمرهم أمرهم من الأعمال بما يطيقون قالوا: إنا لسنا كهيئتك يا رسول الله إن الله قد غفر لك ما تقدم من ذنبك وما تأخر. فيغضب حتى يعرف الغضب في وجهه ثم يقول: «إن أتقاكم وأعلمكم بالله أنا».

“Dulu Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam jika memberikan suatu perintah pada orang-orang, beliau memberikan pada mereka perintah yang mereka mampui. Mereka berkata: “Sesungguhnya kami tidaklah seperti keadaan Anda wahai Rosululloh, karena sesungguhnya Alloh telah mengampuni untuk Anda dosa yang terdahulu dan dosa yang belakangan.” Maka Beliau marah hingga kemarahan itu nampak pada wajah beliau. Lalu beliau bersabda: “Sungguh orang yang paling bertaqwa kepada Alloh di antara kalian, dan orang yang paling brilmu tentang Alloh di antara kalian adalah aku.” (HR. Al Bukhoriy (20) dan Muslim (1110)).

Dan dari Abu Huroiroh rodhiyallohu ‘anh yang berkata:

أتي رسول الله - صلى الله عليه وسلم - بلحم ، فرفع إليه الذراع ، وكانت تعجبه ، فنهس منها نهسة ثم قال: «أنا سيد الناس يوم القيامة، هل تدرون مم ذلك؟» الحديث.

“Dibawakan kepada Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam sepotong daging, lalu diangkat pada beliau bagian lengan dari daging tadi. Dan bagian itu adalah yang paling beliau sukai. Maka beliau menggigitnya satu kali, kemudian beliau bersabda: “Aku adalah pemimpin manusia pada Hari Kiamat. Tahukah kalian kenapa demikian?...” (HR. Al Bukhoriy (4712) dan Muslim (194)).
 
Dan dari sisi akal: sesungguhnya orang-orang yang suka pada kita itu terkadang mereka tidak mengetahui sebagian keutamaan dari orang yang mereka sukai, maka diperlukan untuk menyebutkannya pada mereka agar bertambahlah kecintaan mereka padanya dan minat mereka dengan keutamaan dia.

Para pecinta yang jujur itu akan bergembira dengan kemajuan orang yang mereka cintai dan keutamaan yang dia raih.

Dari Anas rodhiyallohu ‘anh yang berkata:

لما انصرف رسول الله صلى الله عليه و سلم من الحديبية نزلت هذه الآية { إنا فتحنا لك فتحا مبينا ليغفر لك الله ما تقدم من ذنبك وما تأخر ويتم نعمته عليك ويهديك صراطا مستقيما } قال المسلمون يا رسول الله هنيئا لك ما أعطاك الله فما لنا فنزلت { ليدخل المؤمنين والمؤمنات جنات تجري من تحتها الأنهار خالدين فيها ويكفر عنهم سيئاتهم وكان ذلك عند الله فوزا عظيما }.

“Manakala Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa’ala alihi wasallam pulang dari Hudaibiyyah, turunlah ayat ini: “Sesungguhnya Kami benar-benar memberikan kepadamu kemenangan yang jelas, agar Alloh telah mengampuni untuk Anda dosa yang terdahulu dan dosa yang belakangan, dan menyempurnakan kenikmatan-Nya padamu, dan membimbingmu pada jalan yang lurus.” Maka kaum Muslimin berkata: “Selamat (sungguh enak dan nikmat) untuk Anda wahai Rosululloh, atas apa yang Alloh karuniakan pada Anda. Maka apakah yang akan Dia karuniakan pada kami?” Maka turunlah ayat ini: “Agar Alloh memasukkan kaum Mukminin dan Mukminat ke dalam Surga-surga yang di bawahnya itu mengalir sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya selamanya, dan Alloh menghapus kesalahan-kesalahan mereka, dan yang demikian itu adalah keberuntungan yang agung.” (HR. Ahmad (12248) dan Al Hakim (3712)/hadits shohih).

Adapun orang yang dengki, maka urusan dia itu lain (tidak seperti pecinta yang jujur), karena di dalam relung hatinya, dia itu tidak rela saudaranya meraih keutamaan-keutamaan dalam bidang yang sama dengan bidang si pendengki ini, dan dia tidak ridho dengan pembagian kedudukan yang Alloh berikan di antara para hamba-Nya.

Al Imam Ahmad bin Hanbal رحمه الله berkata pada orang di sekeliling beliau: “Ketahuilah, semoga Alloh ta’ala merohmati kalian, bahwasanya seseorang dari ulama itu jika dikaruniai Alloh suatu ilmu yang tidak diberikan pada teman seiringnya dan yang setingkat dengannya, mereka akan mendengkinya, lalu mereka menuduhnya dengan perkara yang tidak ada pada dirinya. Dan hasad adalah karakter yang paling jelek pada ulama.” (dinukilkan oleh Al Baihaqiy dalam kitab “Manaqibusy Syafi’iy”/2/hal. 259/cet. Maktabah Darit Turots).

Al Imam Ibnu Hibban rohimahulloh berkata: “Dan kedengkian yang paling banyak didapatkan adalah di antara para rekan sejawat, atau orang yang urusannya itu hampir sama, karena juru tulis itu tidak dengki kecuali pada juru tulis, sebagaimana penjaga pintu itu tidak didengki kecuali oleh sesama penjaga pintu juga.

Dan tidaklah seseorang itu mencapai suatu martabat dari martabat-martabat dunia kecuali didapatkan orang yang membenci martabat itu ada pada dirinya, atau mendengki dirinya karena martabat tadi. Dan pendengki itu adalah lawan yang suka membangkang, tidak harus bagi orang yang berakal untuk menjadikannya sebagai hakim saat ada suatu kejadian, karena si pendengki itu jika menjadi hakim, tidaklah dia menghukumi kecuali dengan hukum yang merugikan orang yang didengki. Dan jika si pendengki itu menghalangi pemberian, tidaklah dia menghalangi kecuali apa yang menjadi hak orang yang didengki. Dan jika dia memberi, dia akan memberi pada pihak yang bukan orang yang didengkinya. –sampai pada ucapan beliau:- dan tidak ada dosa dari orang yang didengki tadi selain kenikmatan Alloh yang ada pada dirinya.”
(selesai dari “Roudhotul ‘Uqola”/hal. 136-137).

Masih ada beberapa jawaban, tapi insya Alloh yang ada ini sudah cukup.
والحمد لله رب العالمين.
---------------

( Dijawab Oleh : Asy Syaikh Abu Fairuz Abdurrohman bin Soekojo Al Qudsiy Al Jawiy حفظه الله )

📚 Ⓙⓞⓘⓝ Ⓒⓗⓐⓝⓝⓔⓛ 📚
               📒📕📗📘📙
📡
https://t.me/MaktabahFairuzAddailamiy 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hukum Belajar Di Jami'ah Islamiyyah Madinah

Menanggapi akan makruh nya istri memakai celana dalam

Berqurban Sesuai Dengan Sunnah Rosulullooh ﷺ