HUKUM BERQURBAN UNTUK MAYIT
*Hukum Berkurban untuk orang yang sudah mati*
✓ Dari Ummul Mukminin ‘Aisyah radhiyallahu anha berkata:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَ بِكَبْشٍ أَقْرَنَ يَطَأُ فِي سَوَادٍ وَيَبْرُكُ فِي سَوَادٍ وَيَنْظُرُ فِي سَوَادٍ فَأُتِيَ بِهِ لِيُضَحِّيَ بِهِ فَقَالَ لَهَا يَا عَائِشَةُ هَلُمِّي الْمُدْيَةَ ثُمَّ قَالَ اشْحَذِيهَا بِحَجَرٍ فَفَعَلَتْ ثُمَّ أَخَذَهَا وَأَخَذَ الْكَبْشَ فَأَضْجَعَهُ ثُمَّ ذَبَحَهُ ثُمَّ قَالَ بِاسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْ مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ وَمِنْ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ ثُمَّ ضَحَّى بِهِ
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah menyuruh untuk diambilkan seekor domba bertanduk yang di kakinya berwarna hitam, perutnya terdapat belang hitam, dan di kedua matanya terdapat belang hitam. Kemudian domba tersebut di serahkan kepada beliau untuk dikurbankan, lalu beliau bersabda kepada 'Aisyah: "Wahai 'Aisyah, bawalah pisau kemari." Kemudian beliau bersabda: "Asahlah pisau ini dengan batu." Lantas 'Aisyah melakukan apa yang di perintahkan beliau, setelah di asah, beliau mengambilnya dan mengambil domba tersebut dan membaringkannya lalu beliau menyembelihnya." Kemudian beliau mengucapkan: "Dengan nama Allah, ya Allah, terimalah ini dari Muhammad, keluarga Muhammad, dan ummat Muhammad." Kemudian beliau berkurban dengannya." HR. Muslim
Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu anhuma berkata:
شَهِدْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْأَضْحَى بِالْمُصَلَّى فَلَمَّا قَضَى خُطْبَتَهُ نَزَلَ مِنْ مِنْبَرِهِ وَأُتِيَ بِكَبْشٍ فَذَبَحَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِيَدِهِ وَقَالَ بِسْمِ اللَّهِ وَاللَّهُ أَكْبَرُ هَذَا عَنِّي وَعَمَّنْ لَمْ يُضَحِّ مِنْ أُمَّتِي
saya menyaksikan bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam Shalat Adha di lapangan, kemudian tatkala menyelesaikan khutbahnya beliau turun dari mimbarnya, dan beliau diberi satu ekor domba kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menyembelihnya, dan mengucapkan: (Dengan nama Allah, Allah Maha Besar, ini (kurban) dariku dan orang-orang yang belum berkurban dari umatku). HR. Abu Dawud, At Tirmidzi dan lainnya, [hadits ini dinilai shahih oleh Al Albani rahimahullah lihat Al Irwa’ no 1138]
Kedua hadits diatas dan yang semakna dengannya menunjukkan bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam berkurban untuk ummatnya, dan diantara ummat beliau tentu ada yang sudah meninggal.
✓ Al Imam Ahmad rahimahullah meriwayatkan dalam musndanya dan berkata:
حَدَّثَنَا أَسْوَدُ بْنُ عَامِرٍ أَنْبَأَنَا شَرِيكٌ عَنْ أَبِي الْحَسْنَاءِ عَنِ الْحَكَمِ عَنْ حَنَشٍ عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ أَمَرَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أُضَحِّيَ عَنْهُ فَأَنَا أُضَحِّي عَنْهُ أَبَدًا
Dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu berkata: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan kepadaku agar aku memotong hewan Kurban untuknya, maka aku selalu berkurban untuknya." hadits ini juga diriwayatkan oleh Abu Dawud, At Tirmidzi dan lainnya rahimahumullah.
Hadits ini adalah hadits yang “dhaif” padanya terdapat 3 cacat, yaitu:
1. Syarik ia adalah Ibnu Abdullah An Nakha’i , Al Hafidhz rahimahullah mengatakan “jujur sering salah, hafalannya berubah semenjak menjabat…”
2. Abul Hasna’ syaikhnya Syarik, Al Hafidhz menyatakan “majhul” tidak dikenali.
3. Hanasy dan ia adalah Ibnu al Muktamir, Al Hafidhz berkata: “jujur banyak kelirunya dan melakukan irsal”
*At- Tirmidzi* setelah meriwayatkan hadits ini berkata: hadits ini adalah hadits yang “gharib” kami tidaklah tahu datang kecuali hanya dari Syarik, dan sebagian Ahlul Ilmi telah memberikan keringanan bolehnya berkurban untuk yang sudah mati, dan sebagian lainnya tidak berpendapat akan bolehnya berkurban untuk mayit.
*Abdullah bin al Mubarak* rahimahullah berkata: saya lebih senang bersedekah untuk mayit dan tidak kurban untuknya.
*Al Mubarakfuri* rahimahullah berkata: Aku tidak mendapatkan satu haditspun yang shahih tentang kurban “khusus untuk mayat” secara marfu’. [tuhfatul ahwadzi 5/66]
🌿 *Syaikh Ibnu Utsaimin* rahimahullah berkata :
Pada asalnya kurban itu disyariatkan untuk orang yang masih hidup, sebagaimana Rasulullah shallallau ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya dahulu berkurban untuk diri dan keluarga mereka. Adapun yang diyakini oleh sebagian orang awam berupa penkhususan kurban untuk orang mati maka tidak ada dasarnya.
Kurban untuk mayit ada tiga :
1. Kurban untuk mereka, diikutkan dengan kurban orang yang masih hidup. Contohya: Seorang kurban untuk dirinya dan keluarganya, dengan meniatkan keluarganya yang masih hidup dan yang sudah mati. Dan hal ini berdasarkan kurbannya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk beliau dan keluarganya, dan diantara keluarga beliau ada yang sudah mati sebelum itu.
2. Seseorang kurban untuk orang mati, dikarenakan wasiat mereka sebagai penunaian wasiat itu. Dan dalil hal ini adalah firman Allah ta’ala:
فَمَنْ بَدَّلَهُ بَعْدَمَا سَمِعَهُ فَإِنَّمَا إِثْمُهُ عَلَى الَّذِينَ يُبَدِّلُونَهُ ۚ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Barangsiapa mengubahnya (wasiat itu), setelah mendengarnya, maka sesungguhnya dosanya hanya bagi orang yang mengubahnya. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui. [QS.Al-Baqarah, Ayat 181]
3. Kurban untuk mayit saja tanpa disertakan dengan orang yang hidup, dilakukan orang masih hidup sebagai sedekah. Dan hal ini boleh, para fuqaha hanabilah telah me-nash[menyatakan] bahwa pahalanya sampai kepada si mayit dan bermanfaat, dikiaskan dengan sedekah untuk mayit.
*
Namun kami tidak berpendapat bahwa mengkhususkan kurban untuk mayit disunnahkan*. Sebab Nabi shallallahu alaihi wasallam tidak kurban untuk seorangpun dari orang yang sudah mati secara khusus.
• Beliau tidak kurban untuk pamannya Hamzah radhiyallahu anhu –dan beliau merupakan kerabat beliau yang paling mulia disisi beliau.Tidak juga untuk anak-anaknya yang meninggal dimasa hidupnya, 3 perempuan yang sudah menikah dan 3 laki-laki yang masih kecil. Tidak juga untuk istrinya Khodijah diantara wanita yang paling ia cintai dari istri-istrinya.
Tidak juga datang dari shahabat-sahabatnya dimasa hidup beliau seorangpun diantara mereka yang kurban untuk orang mati mereka radhiyallahu anhum.
Kami juga melihat suatu kesalahan, yaitu apa yang dilakukan sebagian orang, mereka kurban untuk mayat mereka ditahun pertama matinya yang mereka sebut dengan [kurban hafrah (galian)], mereka meyakini bahwa tidak boleh menserikatkan seorangpun dalam pahala kurban, atau mereka kurban untuk orang mati sebagai sedekah atau menjalankan wasiat dan mereka sendiri tidak berkurban untuk dirinya dan keluaganya. Seandainya mereka tahu bahwa seseorang apabila berkurban dari hartanya sendiri untuk dirinya dan keluarganya maka juga akan mencakup keluarganya yang masih hidup dan yang sudah mati maka niscaya mereka tidak akan berpaling dari amalan ini[kurban tuk dirinya dan keluarganya] kepada amalan itu[kurban tuk mayat secara khusus]. “Talkhish kitab Ahkamul Udhhiyah wadz dzakah hal 12-13”
✍️ Faedah dari Al Ustadz Abu Ubaiyd Fadhliy Al Bugisi حَفِظَهُ اللّٰه
Sumber :
https://t.me/ahkamdhohiyya
Komentar
Posting Komentar