NISHFU SYA'BAN BUKAN SUNNAH NABI ﷺ
بسم الله الرحمن الرحيم
إن الحمد لله حمده ونستعينه ونستغفره، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا وسيئات أعيالنا، من يهده الله فلا مضل له
ومن يضلل فلا هادي له، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله.
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِۦ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ ٱتَّقُوا۟ رَبَّكُمُ ٱلَّذِى خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَٰحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَآءً ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ٱلَّذِى تَسَآءَلُونَ بِهِۦ وَٱلْأَرْحَامَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَقُولُوا۟ قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَٰلَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَمَن يُطِعِ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
أما بعد :
فإن أصدق الحديث كتاب الله، وخير الهدى هدى محمد صلى الله عليه وسلم، وشر الأمور محدثاتها ، وكل محدثة
بدعة، وكل بدعة ضلالة، وكل ضلالة في النار
Biasanya pada bulan Sya'ban pasti kita mendapati sebagian kaum muslimin memperingati malam Nishfu Sya'ban, mulai dari berkumpul di masjid untuk beramai-ramai melakukan dzikir dan
berdo'a dengan cara yang khusus lalu shalat dengan cara yang khusus pula di malam tersebut secara berjama'ah atau sendirian dirumah, dan bahkan penyambutannya akan dimulai dengan puasa disiang harinya demi mendapatkan berbagai keutamaan yang diyakini.
Dan perlu kita tahu bahwa sebagian kaum muslimun lainnya dalam keadaan sebaliknya bahkan mengingkari aktifitas Nishfu Sya'ban, sementara mereka mengakui kemuliaan bulan Sya'ban yang termasuk diantara bulan yang memiliki keutamaan. Lalu menjadi pertanyaan kita yang manakah yang benar ?
*Mudah-mudahan dengan membaca risalah kami ini dalam bentuk tanya-jawab, In syaa Allah seorang akan mendapatkan petunjuk yang benar.*
*Pertanyaan 1: Apa maksud Nishfu Sya'ban ?*
Jawab : Yaitu siang dan malam pertengahan bulan Sya'ban yang disemarakkan untuk berpuasa, berdzikir dan berdo'a serta shalat malam dengan cara tertentu.
*Pertanyaan 2 : Kapan awal mula disemarakkan ibadah Nishfu Sya'ban Ini ?*
Jawab : Awal mula disemarakkan Nishfu Sya'ban pada zaman Tabi'in , dimana Khalid bin Ma'dan (wafat 103 H) dan Makhul bin Abdullah Ad Dimasyqiy (wafat 113 H) dan Luqman bin Amir al Washshabiy di Syam telah mengagungkannya dengan ibadah-ibadah khusus dan meramaikannya di masjid, lalu orang-orang mengikutinya terutama orang Bashrah, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Rajab Al Hanbaliy dalam kitabnya Latha-iful Ma'arif hal. 114.
Dan yang terparah keadaannya banyak yang menyalakan api walaupun sudah jarang didapatkan dizaman ini namun untuk diketahui pada masa Al Baramikah yaitu gelar yang dinisbatkan kepada Khalid bin Barmak (wafat 163 H) seorang Majusi Balakh yang perlahan-lahan menduduki
jabatan menteri urusan wilayah di pemerintahan Abbasiyyah menyusupkan tradisi Majusinya kedalam Islam di malam Nishfu Sya'ban dengan menyalakan api unggun dengan tujuan mengagungkan agamanya melalui ruku' sujud orang Islam di malam itu. (Lihat Al Bidayah wan Nihayah 10/215-225)
*Pertanyaan 3: Apakah ada orang yang mengingkarinya dizaman Tabi'in itu ?*
Jawab : Bahkan hampir semua ulama dipenjuru dunia telah mengingkarinya, diantaranya Atha bin Abi Rabah dan Ibnu Abi Mulaikah di Hijaz, Abdurrahman bin Zaid bin Aslam dan para fuqaha di Madinah, dan Imam Al Auza'iy selaku imam besar dinegeri Syam saat itu dan lainnya.
*Pertanyaan 4: Apa landasan amalan Nishfu Sya'ban tersebut ?*
Jawab : Ada beberapa landasan.
1.)
عَنْ أَبِي مُوسَى الْأَشْعَرِيِّ رضي الله عنه، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ إِنَّ اللَّهَ لَيَطَّلِعُ فِي لَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ، فَيَغْفِرُ لِجَمِيعِ خَلْقِهِ إِلَّا لِمُشْرِكٍ أَوْ مُشَاحِنٍ.
Dari Abu Musa Al Asy'ariy رضي الله عنه dari Rasulullah ﷺ beliau berkata, "Sesungguhnya Allah akan mengamati malam pertengahan bulan sya'ban, lalu mengampuni seluruh makhluk kecuali orang musyrik atau pendengki".
(HR. Ibnu Majah)
2.)
عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ رضي الله عنه، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : " إِذَا كَانَ
تْ لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَقُومُوا لَيْلَهَا، وَصُومُوا نَهَارَهَا
Dari Ali bin Abi Thalib رضي الله عنه ia berkata, Rasulullah ﷺ berkata, "Apabila malam pertengahan bulan Sya'ban tiba maka puasalah disiangnya dan shalatlah pada malamnya".
(HR. Ibnu Majah)
3). Dari Ali bin Abi Thalib رضي الله عنه ia berkata, Rasulullah ﷺ berkata, "Wahai Ali, barang siapa shalat seratus rakaat pada malam Nishfu Syaʻban, disetiap raka'at membaca surat Al Fatihah dan surat Al Ikhlash 10 kali melainkan Allah akan
memenuhi segala keinginannya di malam itu".
(HR. Ad Dailamiy)
4) Dari Ali bin Abi Thalib رضي الله عنه ia berkata, Rasulullah ﷺ berkata, "Barang siapa shalat 12 rakaat pada malam Nishfu Sya'ban, disetiap raka'at membaca surat Al Fatihah dan surat Al Ikhlash 30 kali, tidaklah keluar darinya hingga melihat tempat duduknya di surga".
5) Dari Imran bin Hushain رضي الله عنه ia berkata, Rasulullah ﷺ berkata padanya atau orang lain, "Apakah engkau sudah berpuasa pada Surari Sya'ban
(سُرَرِ شعبان pertengahan/akhir Sya'ban)
maka ia menjawab, tidak, lalu Nabi ﷺ berkata, "Apabila engkau telah menyelesaikan Ramadhan maka berpuasalah dua hari.
(HR. Al Bukhariy dan Muslim)
6) Telah tercantum dalam kitab Ihya` Ulumuddin karya Al Ghazaliy
7) Ikrimah berkata, Malam yang berkah yang telah diturunkan Al Qur'an padanya adalah malam Nishfu Sya'ban.
*Pertanyaan 5 : Apa bantahan dari orang yang mengingkarinya ?*
*Jawab : Bantahannya secara tertib sebagai berikut.*
1) Hadits Abu Musa Al Asy'ariy yang pertama adalah hadits Dha'if (lemah), karena didalam sanadnya terdapat Abu Musa dan Abdullah bin Lahi'ah dan Al Walid bin Muslim seorang Mudallis
2) Hadits Ali yang kedua adalah hadits Dha'if, karena didalam sanadnya terdapat Ibnu Abi Sabrah dan Usamah Abu Bakr. Ibnu Hajar mengatakan: mereka (Ahlul Hadits) menganggapnya hadits Maudhu' (palsu). Al 'Uqailiy meletakkannya didalam Ad Du'afa Al Kabir.
3) Hadits Ali yang ketiga dan keempat adalah hadits Maudhu', sebagaimana dikatakan oleh Ibnul Jauziy dalam kitabnya Al Maudhu'at, Ibnul Qayyim dalam kitabnya Al Manar, As Suyuthiy dalam kitabnya Al Lail Al Mashnu'ah.
• Asy Syaukaniy dalam kitabnya Al Fawaid Al Majmu'ah berkata, "hadits tersebut palsu disamping keadaan para perawinya yang Majhul (tidak dikenal)".
• Al Qariy berkata:, "Bahwasanya shalat seratus raka'at pada malam Nishfu Sya'ban, disetiap raka'at membaca surat Al Fatihah dan surat Al Ikhlash 10 kali yang diriwayatkan Ad Dailamiy dan lainnya hadits Maudhu' (palsu)". (Lihat: Al Mirqah)
• Al Hafidz Al 'Iraqiy, "hadits-hadits tentang shalat malam Nishfu Sya'ban adalah Maudhư' dan bohong terhadap Rasulullah ﷺ
4) Hadits Imran bin Hushain رضي الله عنه yang diriwayatkan Al Bukhariy dan Muslim yang terdapat lafadz, (سُرَرِ شعبان pertengahan/akhir Sya'ban) dikatakan Al Imam An Nawawiy رحمه الله, "Ahli bahasa berselisih dalam makna kata ini, ada yang memaknakan pertengahan dan akhir bulan, dan yang mengatakan pertengahan sebagaimana dikatakan Ibnus Sikkit yang berarti puasa Sunnah Ayyamul Bidh (tanggal 13,14,15 Hijriyyah) dan yang benar adalah akhir bulan sebagaimana dikatakan Abu Ubaid dan Al Auza'iy dan AI Baihaqiy dan Al Harawiy dan ahli bahasa lainnya dan Qadhi Iyyadh yang mengatakan, "ini lebih masyhur". Dan tentunya bila demikian akan bertentangan dengan larangan Nabi untuk berpuasa sehari atau dua hari sebelum Ramadhan, maka hal ini telah dijawab oleh Al Maziriy dan lainnya, "bahwa sipenanya Nabi itu telah biasa puasa diakhir bulan atau menazarkannya, lalu ia meninggalkannya karena takut larangan Nabi untuk berpuasa sehari atau dua hari sebelum Ramadhan, yang kemudian Nabi menjelaskan padanya bahwa puasa yang biasa dilakukan tidak dilarang, sebab larangan itu untuk yang tidak biasa melakukannya". (Lihat : Syarh Shahih Muslim, karya An Nawawiy)
5) Kitab Ihya' Ulumuddin karya Al Ghazaliy tidak dapat dijadikan hujjah karena kitab tersebut penuh dengan hadits Dha'if, Munkar dan palsu dan cerita Khurafat dan Tahayyul. Dan penulisnya telah terombang-ambing dengan kesesatannya dengan menekuni ilmu Kalam dan Tasawwuf kemudian pindah keyakinan menjadi penekun ilmu Filsafat yang kemudian kebingungan dan kembali menjadi seorang Shufi Tasawwuf lagi. Dan pantas para ulama Ahlussunnah mengatakan kitabnya seharusnya bukan Ihya` Ulumuddin (menghidupkan ilmu agama) tetapi "Imatatu Ulumiddin" (mematikan ilmu agama).
6) Ibnu Katsir berkata, "Ucapan Ikrimah berarti telah menjauhkan dari pengertian aslinya yang bertentangan dengan Al Qur'an yang telah terang-terangan menetapkan malam yang berkah adalah malam bulan Ramadhan yang telah diturunkan Al Qur'an padanya. (Lihat Tafsirul Qur'anil Adzhim (4/137), dan tepatnya malam Lailatul Qadar sebagaimana pada surat Al Qadar dan permulaan surat Ad Dukhan ayat 3).
*Pertanyaan 6 : Sebutkan ucapan para ulama yang berkisar pengingkaran masalah Ini ?*
Jawab : Diantara mereka adalah :
• Atha bin Abi Rabah dan Ibnu Abi Mulaikah berkata, "pemuliaan malam Nishfu Sya'ban
dengan ibadah adalah Bid'ah". (Lihat : Latha-iful Ma'arif)
• Ath Thurthusyiy berkata, "Ibnu Wadhdhah meriwayatkan dari Zaid bin Aslam yang
mengatakan, kami tidak mendapatkan seorangpun dari guru dan ulama kami yang
memberikan perhatian khusus pada malam Nishfu Sya'ban dan merekapun tidak menoleh kepada ucapun Makhul dan tidak menganggap ada keutamaan di malam itu". (Lihat: Al Hawadits wal Bida')
• Ibnu Abi Mulaikah telah berkata kepada seseorang yang mengabarkan bahwa Ziyad An Numairiy mengatakan bahwa pahala ibadah malam Nishfu Sya'ban sama dengan Lailatul Qadar, "kalaulah aku mendengar ucapannya dan ditanganku ada tongkat niscaya aku akan memukulnya, karena ia terkenal sebagai tukang cerita". (Lihat : Al Hawadits wal Bida')
• Imam An Nawawiy berkata, "Shalat malam Nishfu Sya'ban seratus raka'at adalah bid'ah yang munkar, janganlah kalian terkecoh karena disebutkan dalam kitab Quutul Qulub dan Ihya' Ulumiddin dan hadits yang menjelaskannya adalah bathil, dan jangan pula kalian terpedaya dengan beberapa ulama yang menyebutkan anjurannya karena mereka dalam masalah ini salah". (Lihat : Al Majmu')
• Ibnu Rajab Al Hanbaliy berkata, "Shalat malam Nishfu Sya'ban tidak ada dalilnya dari Nabi ﷺ dan para sahabatnya tetapi hanya merupakan tradisi peninggalan sebagian Tabi'in dan Fuqaha Syam yang telah menjadikan sandaran mereka adalah hadits-hadits Israiliyyat". Beliau juga berkata, "Mayoritas ulama sepakat bahwa berkumpul di masjid pada malam Nishfu Sya'ban untuk shalat dan berdo'a hukumnya Makruh, dan bila terus menerus meramaikannya setiap tahun adalah Bid'ah agama". (Lihat : Latha-iful Ma'arif)
• Ibnu Taimiyah رحمه الله berkata, "Terkadang terjadi didalam hari tertentu yang dianggap mulia padahal itu tidak benar dan bahkan terlarang, diantaranya adalah malam Nishfu Sya'ban yang keutamaannya dijelaskan dalam hadits-hadits Maudhu". (Lihat : Iqtidha Ash Shiratil Mustaqim)
• Abu Thahir Al Fairuz Abadi berkata, "bab shalat Nishfu sya'ban tidak ada satupun hadits yang shahih". (Lihat: Risalah Ahaditsu Lam Yatsbut)
• Abu Syamah Al Maqdisiy berkata, "Abu Khithab bin Dihyah berkata, bahwa ulama ahli Jarh wat Ta' dil berkata, tidak ada keutamaan pada malam Nishfu Sya'ban yang dijelaskan berdasarkan hadits yang shahih".
• Syaikh Abdul Aziz bin Baz berkata, "yang menjelaskan tentang kemuliaan malam Nishfu Sya'ban hanyalah hadits-hadits dha'if yang tidak boleh dijadikan sandaran, adapun hadits yang menjelaskan shalatnya adalah hadits-hadits palsu".
*Pertanyaan 7 : Bolehkah hadits-hadits Israiliyyat dijadikan sandaran ?*
Jawab : Al Imam Ibnu Katsir رحمه الله berkata, "Hadits-hadits Israiliyyat hanya sebagai penguat saja bukan untuk keyakinan, dan ia terbagi menjadi tiga bagian :
11 Riwayat yang benar dan tidak bertentangan dengan agama kita maka dibenarkan.
2) Riwayat yang dusta dan bertentangan dengan agama kita maka diselisihi.
3) Riwayat yang didiamkan dari sisi ini dan itu maka tidak diimani dan juga tidak didustakan tetapi boleh diceritakan, dan biasanya tidak berguna untuk agama kita."
(Lihat Tafsirul Qur'anil Adzhim : 1/37)
*Pertanyaan 8: Kapan amalan Tabi'in bisa dijadikan hujjah ?*
Jawab : Al Imam Syu'bah bin Al Hajjaj dan lainnya berkata, "Ucapan para Tabi'in dalam masalah cabang agama bukan hujjah maka bagaimana dijadikan hujjah utama pada tafsir ? maksudnya sebagian mereka tidak menjadi hujjah untuk sebagian lainnya yang menyelisihi lainnya, perkara ini memang benar, adapun ijma' mereka pada sesuatu maka tidak diragukan lagi sebagai hujjah, namun bila mereka berselisih maka sebagian mereka tidak menjadi hujjah untuk sebagian lainnya yang menyelisihi lainnya dan bahkan untuk orang setelah mereka, dan hendaknya saat itu dikembalikan kepada bahasa Al Qur'an dan Sunnah atau keumuman bahasa Arab atau kepada ucapan-ucapan para sahabat". (Lihat Muqaddimah fiy Ushulit Tafsir, karya Ibnu Taimiyyah)
*Pertanyaan 9 : Jadi apa yang seharusnya dilakukan pada bulan Sya'ban ?*
Jawab : Sunnah yang shahih yang dilakukan Rasulullah ﷺ pada bulan Sya'ban adalah memperbanyak puasa lebih dari bulan lainnya sebagaimana hadits Aisyah yang diriwayatkan Imam Al Bukhariy dan Muslim.
Dan jangan sekali-kali seorang mengkultuskan Nishfu Sya'ban saja dengan puasa dan shalat malam serta dzikir tertentu karena itu Bid'ah. Karena tidak pernah dilakukan Rasulullah ﷺ dan para sahabatnya dan sebagian besar para Tabi'in dan imam-imam kaum muslimin.
*Pertanyaan 10 : Apakah kebid'ahan Nishfu Sya'ban selaras dengan hadits,*
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : "إِذَا انْتَصَفَ شَعْبَانُ فَلَا تَصُومُوا"
Dari Abu Hurairah رضي الله عنه ia berkata, Rasulullah ﷺ berkata, "Apabila kalian telah berada pertengahan bulan sya'ban maka janganlah berpuasa."
(HR. Ahmad) ?
Jawab : : Hadits tersebut telah diriwayatkan Ahmad dan Ash-habussunan Al Hakim, Ibnu Hibban dan lainnya dari jalan Al 'Ala' bin Abdurrahman dari bapaknya dari Abu Hurairah dari Nabi ﷺ, namun para ulama seperti Ibnu Mahdi, Abu Zur'ah, Imam Ahmad dan Al Atsram yang menyatakan kemungkarannya dan bertentangan dengan hadits larangan Nabi untuk berpuasa sehari atau dua hari sebelum Ramadhan yang diriwayatkan Al Bukhariy dan Muslim yang diniatkan menyambut Ramadhan.
*Jadi kesimpulannya selama seorang biasanya berpuasa maka boleh saja memulai puasa pada waktu kurang lebih dari pertengahan bulan Sya'ban walaupun bertepatan dengan satu atau dua hari sebelum Ramadhan, asalkan tidak diniatkan menyambut Ramadhan.*
وصلى الله على محمد النبي الأمي، وعلى اله وصحبه وسلم .
Penulis : Abu Abdillah Khair bin Zakariya Al Asyhiy
20 Sya'ban 1441
14 / 04 / 2020 M
Faedah dari Al Ustadz Abu Abdillah Khair bin Zakariya Al Asyhiy حفظه الله
Di salin oleh Abu Muslim Ahmad Al Asyhiy حفظه الله
Komentar
Posting Komentar