Batasan Darurat
*🍃Kapan sesuatu yan haram boleh dilakukan karena itu darurat, dan apa batasannya*
📙Soal dari Humairo Jakarta, digroup wa nashihatulinnisa.titipan pertanyaan
Ana mau tanya bagaimana perkara2 itu di anggap sebagai perkara yang darurat dan bagaimana batasan2nya... Mungkin di sana ada kaidah2 agar kami semua bisa paham yg mana darurah dan yang mana bukan termasuk perkara darurah...
Jazaakallaahu khoyron
┈┉┅━❀🍃🌹🍃❀━┅┉┈
🖊Syaikh As Sa’di rahimahullah berkata dalam bait syairnya,
وَ لاَ مُحَرَّمٌ مَعَ اِضْطِرَارٍ
Tidak ada yang diharamkan di saat darurat.
Sebagian ulama mengibaratkan dengan perkataan,
الضَّرُوْرَاتُ تُبِيْحُ المحْظُوْرَات
“Keadaan darurat membolehkan suatu yang terlarang.”
Dalil Kaidah tersebut Adalah Allah Ta’ala berfirman,
فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ
“Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia
tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada
dosa baginya.” (QS. Al Baqarah: 173).
Dan juga Allooh berfirman
وَقَدْ فَصَّلَ لَكُمْ مَا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ إِلَّا مَا اضْطُرِرْتُمْ إِلَيْهِ
“Padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang
diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya.”
(QS. Al An’am: 119).
Allah Ta’ala juga berfirman,
فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ إِنَّ للَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Siapa yang dalam kondisi terpaksa memakannya sedangkan ia tidak
menginginkannya dan tidak pula melampaui batas, maka ia tidak berdosa. Sesungguhnya Allah Maha pengampun lagi Maha penyayang. QS. Al-Baqarah
173
🖊Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Rahimahullah dalam Syarh
Manzhumah Ushul al-Fiqh wa Qawaidih Halaman 76,
ketika mengomentari kaidah ini, beliau mengutip dalil yang menjadi
dasar kaidah ini atau dasar bolehnya melakukan hal yang terlarang
dalam keadaan darurat, dengan firman Allah,
فَمَنِ اضْطُرَّ فِي مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِإِثْمٍ فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيم
“Siapa yang terpaksa mengonsumsi makanan yang diharamkan karena lapar, bukan karena ingin berbuat dosa, maka sungguh Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” QS. Al-Ma’idah: 3.
Penjelasan Kaidah
🖊Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Bassam Rahimahullah mendefinisikan;
makna darurat sebagai udzur yang menyebabkan bolehnya melakukan suatu
perkara yang terlarang.
📚 Taudhih al-Ahkam fi Bulugh al-Maram. 1/ 80.
Namun perlu diperhatikan, tidak setiap keadaan darurat itu
memperbolehkan hal yang telah diharamkan.
Ada syarat dan ketentuan darurat Sehingga melakukan perkara yang haram.Antara lain:
1⃣. أن يكون فعل المحرم مزيلاً للضرورة قطعاً ، فإن حصل شك هل تزول الضرورة بهذا الفعل أم لا؟ فلا يجوز فعل المحرم حينئذ .
hendaknya melakukan sesuatu yang diharamkan untuk menghilangkan
darurat yang benar benar akan terjadi, maka jika muncul keraguan,(sekedar
prediksi, semata-mata praduga atau asumsi belaka) yang akan terjadi
dengan melakukan keharaman tersebut,apakah hilang darurat atau tidak ?
maka tidak boleh melakukan sesuatu yang diharamkan ketika itu.
🖊Ibnu Qudamah rahimahullah berkata:
الضَّرُورَةَ أَمْرٌ مُعْتَبَرٌ بِوُجُودِ حَقِيقَتِهِ ، لَا يُكْتَفَى فِيهِ بِالْمَظِنَّةِ ، بَلْ مَتَى وُجِدَتْ الضَّرُورَةُ أَبَاحَتْ ، سَوَاءٌ وُجِدَتْ الْمَظِنَّةُ أَوْ لَمْ تُوجَدْ ، وَمَتَى انْتَفَتْ ،
لَمْ يُبَحْ الْأَكْلُ لِوُجُودِ مَظِنَّتِهَا بِحَالٍ
“Keadaan darurat baru teranggap ada jika sudah benar-benar ditemui.
Jadi tidak cukup dengan hanya sangkaan. Jika ditemukan keadaan
darurat, maka dibolehkanlah yang haram, baik ada sangkaan ataukah
tidak. Ketika keadaan darurat telah hilang, maka tidak dibolehkan
kembali mengonsumsi yang haram walau dengan suatu sangkaan kala itu.”
📚 lihat Al Mughni, 13/ 332-333.
🖊Berkata Asy-Syaikh al Utsaimin Rohimahullooh menyebutkan dua syarat
yang harus terpenuhi :
➖Syarat yang pertama :
أن نضطر إلى هذا المحرم بعينه ، بمعنى : أن لا نجد شيئاً يدفع الضرورة إلا هذا الشيء المحرم ، فإن وجد سواه فإنه لا يحل ، ولو اندفعت الضرورة
به
Kita terpaksa melakukan apa yang diharamkan secara zatnya, maksudnya
ketika kita tidak mendapatkan sesuatu yang menolak keadaan darurat kecuali sesuatu yang haram tersebut, maka ketika mendapatkan selainnya maka yang haram tersebut tidak halal untuk dilakukan, walaupun darurat akan terangkat dengannya.
Syarat yang kedua :
أن تندفع الضرورة به ، فإن لم تندفع الضرورة به فإنه يبقى على التحريم ، وإن شككنا هل تندفع أو لا ؟ فإنه يبقى أيضاً على التحريم ، وذلك لأن
ارتكاب المحظور مفسدة متيقنة ، واندفاع الضرورة به مشكوك فيه ، ولا ينتهك المحرم المتيقن لأمر مشكوك فيه.
Keadaan darurat terangkat dengan melakukan yang haram tersebut, maka
jika tidak terangkat dengannya, maka tetap haram untuk dilakukan, dan jika kita ragu apakah keadaan darurat terangkat atau tidak? Maka tetap dalam keadaan haram untuk dilakukan, yang demikian karena mengerjakan
yang diharamkan adalah kerusakan yang pasti, dan terangkatnya darurat
dengan yang haram tersebut masih diragukan, dan tidak boleh melanggar
sesuatu yang diharamkan dengan pasti karena sesuatu yang diragukan
didalamnya.
Dari sini berbeda hukum pada seseorang yang lapar yang tidak
mendapatlannya kecuali bangkai, maka disini kita katakan : makanlah
bangkai tersebut, dan jika ia mengatakan : ini melanggar terhadap apa
yang telah diharamkan, maka kita katakan ; halal buat kamu karena
darurat, sebab tidak ada disisimu kecuali apa yang kamu makan kecuali
bangkai tersebut.sebab jika kamu makan, maka keadaan darurat
(kelaparan) akan terangkat dengannya.
Seorang lelaki dikatakan padanya jika kamu mengambil (minum) khamr,
maka itu akan menyembuhkanmu dari sakit, maka ini kita katakan : tidak halal buatmu untuk kamu minum khamr tersebut, walaupun dikatakan padamu, itu akan menyemnuhkanmu dari sakit, kenapa bisa?
➖Pertama: sebab tidak meyakinkan sembuh dengan khamr tersebut, dan kadang jika ia meminumnya dan ia tidak sembuh dari penyakitnya, karena kita melihat kebanyakan dari orang yang sakit mengambil obat yang bermanfaat, kemudian mereka tidak bisa mengambil manfaat(kesembuhan) dengan obat tersebut.
➖Kedua : bahwa orang yang sakit kadang penyakitnya hilang tanpa
berobat, dengan bertawakkal kepada Allooh, dan doanya pada RobbNya, dan doanya manusia terhadapnya, dan yang semisal dengan itu, ini dari
sisi sebab dan adapun dari sisi dalil, telah datang hadits Nabi Shollaahu ‘alaihi wasallam :
(إِنَّ اللَّهَ لَمْ يَجْعَلْ شِفَاءَكُمْ فِيمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ)
sesungguhnya Allooh tidak menjadikan kesembuhan pada kalian pada apa
yang Allooh haramkan atas kalian “ maka ini adalah hukum yang dipahami
sebabnya, sebab Allooh tidaklah mengharamkan sesuatu pada kita kecuali
itu membahayakan pada kita, maka bagaimana mungkin sesuatu yang haram menjadi penyembuh dan obat ?
karena itulah diharamkan berobat dengan sesuatu yang haram,
sebagaimana yang ditegaskan oleh ahli ilmi, dan ini tidak dikatakan
Sebagai sesuatu yang darurat, sebagaimana persangkaan sebagian manusia.
لو قال قائل : إنسان غَصَّ ، وليس عنده إلا كوب خمر ، فهل يجوز أن يشرب هذا الكوب لدفع الغصة؟
Seandainya ada yang mengatakan ; seseorang tersekat tenggorokan karena
makanan(susah bernafas), dan tidak ada disisinya kecuali secangkir
khamr, Apakah boleh ia meminum secangkir khamr tersebut untuk menolak
tersekat tenggorokannya?? Maka jawabannya: boleh sebab terpenuhi dua
syarat. Karenaa ia dalam keadaan darurat butuh kepada yang haram secara
zatnya (khamr), dan yakin dengan minumnya ia khamr tersebut akan
hilang keadaan daruratnya, maka kita katakan : minumlah khamr
tersebut, akan tetapi jika telah tersekatnya tenggorokan, maka ia
menahan lagi untuk tidak meminumnya.Dan beberapa contoh lain.
📚Lihat syarh
mandzumh ushul al-fiqh hal 59-61.
Contohnya, seorang melakukan perjalanan safar, merasa lapar karena belum makan pagi dan siang. Padahal ia akan tiba di tempat tujuan sore
nanti dirumahnya. Maka Ia tidak boleh mencuri , atau makan bangkai
dengan alasan jika tidak makan, ia akan mati, ini adalah alasan hanya
bersandar pada prasangka semata.
Contoh lain, melakukan imunisasi MR yang katanya mengandung minyak gelatin babi untuk mencegah penyakit campak robella, alasannya karena darurat, maka
alasan ini tidak diterima karena ada larangan dari syariat berobat
dengan najis, dan prasangkaan akan terhindar dari penyakit cacar, tidak bisa secara pasti, sebab kadang juga tertular walaupun telah
melakukan imunisasi MR.
2⃣.ألا توجد وسيلة لدفع الضرر إلا بفعل هذا المحرم .
Tidak didapatkan jalan atau pilihan lain untuk menghilangkan dhoror
(bahaya) kecuali dengan melakukan keharaman tersebut.
Contoh Ada wanita yang sakit parah, sementara ada dokter perempuan dan dokter laki-laki. Selama ada dokter wanita, maka tidak bisa beralih pada
dokter laki-laki. Karena saat itu bukan darurat, kecuali tidak ada
yang ahli kecuali hanya dokter lelaki, maka ia beralih pada dokter
lelaki tersebut.
3⃣ أن تكون الضرورةُ مُلْجِئَةً بحيث يُخشى تلفُ نَفْسٍِ أو تضييعُ
المصالحِ الضروريةِ وهي حِفظ الضرورياتِ الخمسِ: الدِّين، النفس، المال، العقل، العِرْض.
Kondisi darurat tersebut benar-benar memaksa untuk melakukan hal yang
haram dari sisi dikhawatirkan kehilangan nyawa atau hilangnya kebaikan
yang sangat diperlukan yaitu dengan terjaganya sesuatu yang harus dari lima perkara, yaitu agama, jiwa, harta, akal, dan kehormatan.
Seperti misalkan seorang pedagang yang terpaksa dengan meletakkan
uangnya dibank khawatir akan dirinya terbunuh dan dicurinya uang tersebut , dan juga karena mengharuskan transaksi pengiriman uang dari pelanggan yang jauh dan untuk pedagang yang lain dalam pembelian barang, maka boleh baginya menyimpan uang di bank tanpa mengambil bunganya.
Dan contoh yang lain, Bolehnya membunuh perampok jika hanya dengan cara
itu ia bisa menyelamatkan diri, keluarga, dan hartanya.
4⃣. أن لا يكون الاضطرارُ سببًا في إسقاطِ حقوق الآدميّين فما لَحِقَ
الغير من أضرارٍ يلزمه تعويضُها عنهم.
Tidak boleh dalam keadaan ia melakukan darurat merupakan sebab
terzholiminya manusia(karena hak mereka dijatuhkan), maka yang melakukan perkara darurat pada hak orang lain, maka diharuskan
menggantinya
Dan ini berdalikan dengan hadits Rasulilllah.
لاَ يَحِلُّ ماَلُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ إِلاَّ بِطِيْبِ نَفْسِهِ
Tidak halal harta seorang Muslim kecuali dengan kerelaan darinya.”
Dan kaidah mengatakan
الضَّرَرُ لاَ يُزَالُ بِالضَّرَرِ
Bahaya tidak boleh dihilangkan dengan bahaya lainnya
Atau
الضَّرَرُ لاَ يُزَالُ بِمِثْلِهِ
(bahaya tidak boleh dihilangkan dengan bahaya semisalnya).
Jika seseorang dalam keadaan darurat dan terpaksa dihadapkan dengan dua pilihan: memakan bangkai atau mencuri makanan, maka hendaknya ia memilih memakan bangkai, jika ia khawatir pemilik makanan tersebut tidak mempercayainya ia lakukan dalam keadaan darurat, dan akan menuduhnya pencuri.
Hal itu dikarenakan mencuri termasuk perbuatan yang menzalimi orang lain. Kecuali jika ia tidak memiliki pilihan selain memakan harta
orang lain tanpa izin, maka diperbolehkan dengan syarat ia harus tetap
menggantinya.
5⃣أن يقتصر المضطرُّ فيما يُباح للضرورة على القدر اللازم لدفع الضرر، أي: الحدّ الأدنى فيه
Ia hanya membatasi pada apa yang dibolehkan karena darurat dengan
ukuran yang mengharuskan(tidak melewati batas) untuk menolak bahaya,
maksudnya denga ukuran yang sekedar cukup.
Jadi Sesuatu yang haram yang dikonsumsi saat darurat diambil
sekadarnya. Jika darurat sudah hilang, maka tidak boleh mengonsumsinya
lagi. Maka para ulama membuat kaedah lagi dalam masalah ini,
Dan kaidah mengatakan
ما أبيح للضرورة يقدر بقدرها
“Sesuatu yang dibolehkan karena keadaan darurat, maka dikonsumsi
sekadarnya saja.“
Inilah maksud dari ayat.
فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ
“Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia
tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada
dosa baginya.” (QS. Al Baqarah: 173).
Kata Ibnu Nujaim, orang yang makan bangkai dalam keadaan darurat
hanya mengonsumsi sekadar untuk mempertahankan hidup saja]
📚 Lihat Syarh Al
Manzhumatus Sa’diyah, hal. 71-72.
Misalkan Seorang dokter lelaki ketika mengobati pasien perempuan yang mengalami sakit
di tangannya, maka boleh bagi pasien menyingkap aurat sebatas
tangannya saja. Tidak boleh menyingkap aurat yang tidak dibutuhkan
saat pengobatan seperti melepas jilbab, dan lain sebagainya.
6⃣ألا يعارض هذه الضرورة ما هو مثلها أو
أعظم منها.
Haram yang akan dilakukan tidak bertentangan darurat yang semisalnya
atau lebih besar dari darurat tersebut.
Artinya :Haram yang dilakukan lebih ringan dari bahaya yang akan
menimpa, maka jika bahaya yang akan menimpa dalam keadaan darurat, lebih kurang atau sama bahayanya, maka dalam kondisi ini tidak dibolehkan melakukan
perkara yang diharamkan.
Misalkan seseorang dipaksa untuk membunuh
atau menzinai seorang wanita,jika tidak ia lakukan maka ia akan
dibunuh, maka kondisi seperti ini tidak boleh ia lakukan keharaman
tersebut, karena ada bahaya yang ditimbulkan lebih kuat, karena
bukanlah jiwa yang membunuh dan kehormatannya lebih utama dari jiwa
yang terbunuh, dan kehormatannya.
والله اعلم بالصواب
📖 silahkan lihat Rujukan untuk lebih meluas : Majmu Fatawa lisyaikhul IsLam Ibnu Taimiyah, Roudhatu Tholibin linnawawi, Fathul bari liibni hajar, qawaidul ahkam, Al muwafaqat alisya-syatibi, Alasybaahu wannadzooir lissuyuti, Al qawaid Li Ibnu Rajab, Al furuq lilqorafi, syarh mandzumah Ibnu Utsaimin, taudihul Al ahkam Li Ali bassam ,Al Mughni Li Ibnu qadamah.
✍Di susun oleh Abu Hanan As-Suahily Utsman As-Sandakany.
10 Robi'ul awal 1440-18 November 2018.
🌾 *من مجموعة نصيحة للنساء* 🌾
Ikuti NashihatuLinnisa' di TELEGRAM
https://t.me/Nashihatulinnisa
Komentar
Posting Komentar