HUKUM MEMOTONG JENGGOT LEBIH DARI SEGENGGAM

*Hukum Memotong Jenggot Yang Lebih Dari Segenggam*

Ditulis oleh Abu Ubaid 'Amir Bin Munir Al-Asyhiy

Oleh: Asy-Syaikh Muhammad bin Hizam Al-Ba’daniy -hafidhohullah-
(sabtu/18 Rajab 1438H)

Pertanyaan:

Apa hukum memotong jenggot yang lebih dari segenggam? Apakah datang (dengan sanad yang sah) dari para sahabat bahwasanya mereka memotong (jenggot mereka) yang lebih dari segenggam? Apakah membiarkannya tumbuh lebih dari segenggam dihukumi bid’ah sebagaimana yang disebutkan oleh Al-Imam Al-Albaniy -rahimahullah- ?

Jawaban:

Pertanyaan ini telah pernah ditanyakan kepada kami beberapa hari yang lalu dan aku menunda jawabannya sampai aku melihat (kembali) atsar-atsar (salaf) dalam permasalahan ini. Kemudian aku meruju’ kembali kitab-kitab biografi dan kitab-kitab tarikh (sejarah) untuk meneliti perbuatan-perbuatan para sahabat -ridhwanullah ‘alaihim- dalam permasalan ini. Maka inilah pembahasan ringkas bagi kalian:

Pertama sekali:

Sebelumnya, Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- memerintahkan untuk membiarkan jenggot tumbuh lebat (banyak) dan beliau -shallallahu ‘alaihi wa sallam- tidak memberikan pengkhususan atau memberikan batasan (perintah tersebut dengan suatu hal yang lain, -pent). Sebagaimana yang maklum, dalam hadits Ibnu Umar -radhiyallahu ‘anhu- di dalam Ash-shohihain (Shohih Al-Bukhari dan Muslim). (Hadits ini) datang dalan sahih Al-Bukhari dengan beberapa lafadh; dari Ibnu Umar -radhiyallahu ‘anhu- beliau berkata, Rasululullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:

« ﺧَﺎﻟِﻔُﻮْﺍ ﺍﻟﻤُﺸْﺮِﻛِﻴْﻦَ ﻭَﻓِّﺮُﻭْﺍ ﺍﻟﻠِّﺤَﻰ ﻭَﺃَﺣْﻔُﻮْﺍ ﺍﻟﺸَّﻮَﺍﺭِﺏ »

“Selisilah (oleh kalian) orang-orang musyrik; perbanyaklah jenggot dan pendekkanlah kumis.”
Di dalam suatu riwayat dalam shohih Al-Bukhari:

« ﺍﻧْﻬَﻜُﻮْﺍ ﺍﻟﺸَّﻮَﺍﺭِﺏَ ﻭَﺃَﻋْﻔُﻮْﺍ ﺍﻟﻠِّﺤَﻰ »

“Potonglah kumis kalian (setipis-tipisnya), dan biarkanlah jenggot-jenggot kalian.”
Al-Imam Muslim juga telah mengeluarkan hadits dari Ibnu umar -radhiyallahu ‘anhu- dengan lafadh:

« ﺍﺣْﻔُﻮْﺍ ﺍﻟﺸَّﻮَﺍﺭِﺏَ ﻭَﺃَﻋْﻔُﻮْﺍ ﺍﻟﻠِّﺤَﻰ »

“Tipiskan kumis-kumis kalian dan biarkan (panjang) jenggot kalian.”
Dalam lafal yang lain dalam Sahih Muslim:

« ﺧَﺎﻟِﻔُﻮْﺍ ﺍﻟﻤُﺸْﺮِﻛِﻴْﻦَ ﺍﺣْﻔُﻮْﺍ ﺍﻟﺸَّﻮَﺍﺭِﺏَ ﻭَﺃَﻭْﻓُﻮْﺍ ﺍﻟﻠِّﺤَﻰ »

“Selisilah orang-orang musyrik, tipiskanlah kumis-kumis kalian, dan peliharalah jenggot”.
Al-Imam Muslim juga telah meriwayatkan (satu) hadits dari Abu Hurairah – radhiyallahu ‘ anhu – yang lafalnya:

« ﺟُﺰُّﻭﺍ ﺍﻟﺸَّﻮَﺍﺭِﺏَ ﻭَﺃَﺭْﺧُﻮْﺍ ﺍﻟﻠِّﺤَﻰ »

“ Cukur kumis kalian , turunkan ( panjangkan ) jenggot
kalian .”
Jadi, (hadits) datang dengan lafal pertama:
« ﻭَﺃَﻋْﻔُﻮْﺍ ﺍﻟﻠِّﺤَﻰ »
Al-i’faa’ ( ﺍﻹﻋْﻔﺎﺀ ) maknanya yaitu membiarkannya.
Lafal yang kedua: « ﻭَﻓِّﺮُﻭْﺍ ﺍﻟﻠِّﺤﻰ », yang ketiga: « ﻭَﺃَﻭْﻓُﻮْﺍ ﺍﻟﻠِّﺤَﻰ » dan yang keempat: « ﺃَﺭْﺧُﻮْﺍ ﺍﻟﻠِّﺤَﻰ »
Di dalam seluruh lafal ini terdapat perintah membiarkannya menjadi banyak.
Nabi – shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak membatasinya dengan ‘sampai batas segenggam’, kemudian dipotong.

« ﻭَﻣَﺎ ﻛَﺎﻥَ ﺭَﺑُّﻚَ ﻧَﺴِﻴَّﺎ »

“ Tidaklah Rabb-mu itu lupa ”.
Seandainya demikian tentunya akan dijelaskan oleh Nabi – shallallahu ‘ alaihi wa sallam .

Al-Imam Al-Albani – rahimahullah – berhujah (beralasan) untuk tidak dibiarkan jenggot (menjadi banyak dan panjang) melebihi segenggam dengan beberapa atsar; beliau menyebutkan dari Ibnu Umar, Abu Hurairah, dan Ibnu Abbas – radhiyallahu ‘anhum -.
Atsar Ibnu Umar datang dari jalan yang banyak, dan salah satu darinya terdapat di dalam sahih Al-Bukhari:
“ Bahwasanya beliau apabila telah (menunaikan) haji atau umroh, maka ia menggengam jenggotnya dan
memotong apa yang lebih dari segenggam”
Keseluruhan jalan atsar Ibnu Umar di dalamnya: “Bahwasanya beliau apabila telah (menunaikan) haji atau umroh, maka ia memegang jenggotnya dan memotong apa yang lebih dari segenggam”, kecuali satu jalan yang dikeluarkan oleh Al-Khallal di dalam kitab “At-Tarajjul”, dari jalan Ibnu Abi Laila Muhammad bin Abdirrahman bin Abi Laila, -padanya ada kelemahan-: Bahwasanya beliau (Ibnu Umar) memotong apa yang lebih dari segenggam”, tanpa kait ‘haji atau umroh’.
Juga dari satu jalan yang lain yang dikeluarkan oleh Abu Daud, akan tetapi ia datang dari jalan Salim bin Marwan Al-Mufaqqa’, beliau seorang yang majhul hal (tidak dikenal keadaannya).
Al-Imam Al-Albani – rahimahullah – dengan bersandarkan kepada atsar ini (beralasan) bahwasanya Ibnu Umar beliau sendiri yang meriwayatkan hadits memotong jenggotnya yang lebih dari segenggam.
Demikian pula Abu Hurairah – radhiyallahu ‘ anhu -, datang (atsar) dari beliau bahwasanya: (dahulu) Ia menggenggam jenggotnya kemudian memotong apa yang lebih dari segenggam.
Atsar ini dikeluarkan oleh ibnu Abi Syaibah dari jalan Syu’bah dari ‘Amr bin Ayyub bin Abi Zur’ah dari Abu Zur’ah dari Abu Hurairah (dengan sanad ini). ‘Amr bin Ayyub syeikh Syu’bah dalam atsar ini tidak didapati seorang imam pun yang teranggap yang telah mengokohkannya, dan tidak ada yang meriwayatkan darinya kecuali Syu’bah, tidak mereka ketahui baginya satu riwayatpun kecuali dari jalan Syu’bah. Dia berada pada kategori perawi yang majhul (tidak dikenal), hanya saja terkadang sebagian para ulama menguatkan perawi hadits yang mana syu’bah meriwayatkan darinya. Karena Syu’bah seorang yang teliti dalam memilih perawi-perawi.
Boleh jadi Al-Imam Al-Albani – rahimahullah – mensahihkan atsar ini dari sisi ini. Jika tidak maka ‘Amr bin Ayyub bin Abi Zur’ah tidak didapati seorang imam pun yang teranggap yang telah mengokohkannya dan tidak ada yang meriwayatkan darinya kecuali Syu’bah. Atsar (ini) lahan ijtihad di kalangan para ulama.
Yang berpandangan untuk menguatkan riwayat syu’bah maka mensahihkan atsar (ini), adapun atas dasar hukum tidak dikenalnya (perawi) maka atsar (ini) lemah karena tidak ada seorang imam pun yang diakui yang mengokohkannya.
Dari Abu Hurairah – radhiyallahu ‘ anhu – (juga) datang dengan lafaz bahwasanya (dahulu) beliau memotong tipis (yang ada) di kedua tepi wajahnya. Atsar ini datang dari seorang yang tidak disebut namanya (mubham).
Yang mengherankan Al-Imam Al-Albani –
rahimahullah – mengapa menyebutkan atsar ini –padahal atsar ini menyelisihi apa yang beliau sebutkan “apa yang melebihi segenggam”, karena sesungguhnya Al-Ihfa’ melebihi daripada apa yang lebih dari segenggam. Tidak sepatutnya beliau menyebutkan atsar ini.
Atsar ini dikeluarkan Ibnu Sa’ad di dalam kitabnya “Ath-Thobaqat” dari jalan Abu Hilal dari seorang Syeikh (penduduk Madinah) beliau berkata:” Aku melihat Abu hurairah – radhiyallahu ‘ anhu – menipiskan (yang ada) di kedua tepi wajahnya; memotongnya”. Dan laki-laki yang tidak disebut namanya ini tidaklah dijadikan sebagai hujah (penguat).
Atsar yang ketiga yaitu atsar Ibnu Abbas -radhiyallahu ‘anhu- pada tafsir firman Allah ta’ala:

ﺛُﻢَّ ﻟْﻴَﻘْﻀُﻮْﺍ ﺗَﻔَﺜَﻬُﻢْ ﻭَﻟْﻴُﻮْﻓُﻮْﺍ ﻧُﺬُﻭْﺭَﻫُﻢْ ﻭَﻟْﻴَﻄَّﻮَّﻓُﻮْﺍ ﺑِﺎﻟﺒَﻴْﺖِ ﺍﻟﻌَﺘِﻴْﻖِ

“Kemudian, hendaklah mereka menghilangkan kotoran yang ada pada badan mereka dan hendaklah mereka menyempurnakan nazar-nazar mereka dan hendaklah mereka melakukan melakukan thawaf mengelilingi baitullah”.(Al-Hajj: 29)

Ibnu Jarir mengeluarkan (atsar ini) dengan sanad yang hasan dari Ibnu Abbas -radhiyallahu ‘anhu- bahwasanya beliau berkata:

ﺣَﻠْﻖُ ﺍﻟﺮَّﺃْﺱِ ﻭَﺗَﻘْﻠِﻴْﻢُ ﺍﻷَﻇْﻔَﺎﺭِ ﻭَﻧَﺘْﻒُ ﺍﻹِﺑْﻂِ ﻭَﺍﻷَﺧْﺬُ ﻣِﻦَ ﺍﻟﻌَﺎﺭِﺿَﻴْﻦِ

“(Yaitu) mencukur rambut kepala, memotong kuku, mencabut bulu ketiak, dan memotong kedua tepi (wajah)”. Al-‘aridhan yaitu kedua tepi jenggot.
Atsar Ibnu Abbas bukanlah hujah (alasan) bagi pendalilan beliau, karena atsar ini tidak ada batasan ‘segenggam’ atau ‘kurang segenggam’.
Atsar ini (datang) dari jalan Husyaim bin Basyir, beliau berkata: “Telah meyampaikan kepada kami Abdul Malik -beliau adalah Ibnu Abi Sulaiman Al-‘Arzami- dari ‘Atho’ dari Ibnu Abbas. sanad ini pantas untuk dihasankan. Abdul Malik bin Abi Sulaiman yang benar adalah haditsnya hasan.
Al-Imam Al-Albani -rahimahullah- (juga) berdalil dengan atsar Ibrahim An-Nakha’i yang dikeluarkan oleh Al-Baihaqi di dalam kitab “Syu’abul Iman” dengan sanad yang sahih (sampai) kepada Ibrahim An-Nakha’i, ia berkata: “(Dahulu) mereka memotong kedua tepi wajahnya, dan membersihkannya”, yaitu jenggot.
Pertama: Ibrahim An-Nakha’i tidak pernah berjumpa dengan seorang sahabat pun, jadi beliau menukilkannya dari selain sahabat.
Kedua: Dalam atsar ini tidak terdapat dalil atas apa yang dimaksudkan, karena perkataan beliau memotong kedua tepinya, tidak ada penjelasan akan kadarnya, bersamaan itu hujah (hanya) pada apa yang datang dari Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam-.
Al-Imam Al-Albani -rahimahullah- berkata: sahabat-sahabat ini merekalah perawi hadits, mereka (pula) yang memotong apa yang lebih dari segenggam, yang beliau maksud yaitu: Ibnu Umar dan Abu Hurairah. Adapun Atsar Ibnu Abbas tidak ada kaitannya dengan segenggam.
Kemudian Al-Imam Al-Albani -rahimahullah- dalam sebagian pembahasan beliau (menyebutkan) bahwasanya tidak sah dari seorang sahabatpun yang menyelisihi hal tersebut; tidak terbukti adanya perselisihan.
Dahulu kami mengira bahwasanya mengambil dalil-dalil yang ada adalah suatu perkara yang jelas bagi orang-orang, yaitu dalil umum “Biarkanlah jenggot-jenggot kalian”, sampai kami melihat sebagian orang terpengaruh dengan ucapan Al-Imam Al-Albani -rahimahullah- maka kami berpandangan harusnya memberikan penjelasan; meneliti permasalahan ini.
Persoalan ini dibangun atas dua hal:
Yang pertama:
Apakah terbukti dari para sahabat yang menyelisihinya.
Yang kedua:
Apakah patut (pantas) kita mengaitkan dalil-dalil umum dengan perbuatan para sahabat ini.
Dua hal ini, kedua-keduanya tidak benar.
Yang Pertama:
Yang datang dari para sahabat; telah terbukti kesahan ‘membiarkan jenggot’ lebih dari hal tersebut, Telah sah dari Utsman bin Affan -radhiyallahu ‘anhu- bahwasanya jenggot beliau panjang, disifatkan bahwa beliau (seorang) yang besar jenggotnya, dan panjang. Semua yang menulis biografinya menyifatinya dan menyebutkan bahwa ia seorang yang panjang jenggotnya. Sampai-sampai kelompok Khawarij yang memberontak kepadanya menjadikan jenggotnya yang panjang sebagi celaan atasnya. Mereka menyebutkannya: ‘Orang tua yang pandir’, menyerupakannya dengan seorang laki-laki mesir yang memiliki jenggot panjang. Ini ulah khawarij, hanya saja kami menyebutkannya semata-mata untuk kita ketahui bahwasanya Utsman jenggotnya panjang. Ini sanad-sanadnya (yang) sampai kepada Utsman bin Affan -radhiyallahu ‘anhu-.
Ath-Thabrani mengeluarkan dalam kitab “Al-Mu’jam Al-Kabir” no: 92 dan Abu Nu’aim dalam kitab “Ma’rifah Ash-Shohabat” no: 207 dari jalan: Asad bin Musa dari Ibnu Lahi’ah dari Abul Aswad dari Abdullah bin Syaddad bin Al-Had, Aku telah melihat Utsman bin Affan,- lalu ia menyifati- kemudia dia berkata: Berjenggot panjang, berwajah tampan. Menurut adat, kebiasaan dan bahasa. (jenggot) tidaklah disifati ‘panjang’ melainkan melebihi segenggam. Adapun seandainya segenggam saja maka tidak akan disifati bahwasanya ia panjang. Di dalam sanad ini ada: Ibnu Lahi’ah, akan tetapi atsar ini telah diriwayatkan oleh Abdullah bin Wahb dan Abdullah bin Al-Mubarak darinya. Kedua riwayat Imam ini darinya lebih bagus daripada riwayat yang lain.

Al-Imam Al-Albani -rahimahullah- mensahihkan riwayat ini –mensahihkan riwayat Ibnul Mubarak dan Abdullah bin Wahb dari Ibnu Lahi’ah-.
Atsar ini telah dikeluarkan oleh Al-Hakim dan Abu Nuaim dalam kitab “Ma’rifah Ash-Shohabat” no: 208 dari jalan Abdullah bin Wahb dari ibnul Lahi’ah lalu ia menyebut lafaznya, adalah Utsman seorang yang panjang jenggotnya dan tampan wajahnya, dan ia berkata: dari Abu Abdillah maula Syaddad bin Al-Hadi. Dari Abdullah bin Syaddad dalam riwayat pertama dan dari Abu Abdillah maula Syaddad dalam riwayat kedua. Kedua tsiqah (dipercaya), baik yang ini maupun yang ini hanya saja riwayat yang di dalamnya dari Abu Abdillah datang dari jalan Ibnu Wahb dan Ibnul Mubarak.
Ibnu ‘Asakir (dalam “Tarikh Dimasyq”, -pent) Juz: 39 hal: 16 dari jalan Abdullah bin Al-Mubarak dari Ibnu Lahi’ah lalu ia menyebutkan bahwasanya beliau (seorang) yang panjang jenggotnya, tampan wajahnya.
Atsar ini memiliki satu jalan yang lain di sisi Ibnu Sa’ad (di dalam kitabnya “Ath-Thobaqat”, -pent) Juz: 3 Hal: 58, (namun) di dalam sanadnya ada Al-Waaqidi, dia seorang yang ditinggalkan haditsnya (matruk). Hal in masyhur sekali dalam kitab-kitab tarikh sehingga ini suatu yang disepakati oleh setiap yang menulis riwayat hdup amirul mukminin Utsman bin Affan; bahwasanya beliau seorang yang panjang jenggotnya.
Sah untuk kita berhujah dengan atsar ini atas Al-Imam Al-Albani -rahimahullah-. Karena beliau mensahihkan riwayat Abdullah bin Al-Mubarak dan Abdullah bin Wahb dari Ibnu Lahi’ah(1).
Juga telah pasti kesahan (satu atsar) dari Ali bin Abi Tholib bahwasanya beliau seorang yang panjang jenggotnya lagi lebat.
(Atsar ini) dikeluarkan oleh Ibnu Sa’ad di dalam kitab “Ath-Thobaqat” juz: 3 hal 25, beliau berkata telah mengabarkan kepada kami Yazid bin Harun beliau berkata: Telah mengabarkan kepada Ismail bin Abi Khalid dari Sya’bi: Beliau berkata -yaitu Asy-sya’bi-: Aku telah melihat Ali, baliau adalah seorang yang panjang (lebat) jenggotnya, sampai menutupi apa diantara kedua bahunya.
Jika kamu membayangkan jenggot yang sampai menutupi apa diantara kedua bahunya, (tentu) tidak diragukan lagi bahwa ia melebihi segenggam.
Ibnu Sa’ad -rahimahullah- berkata pada referensi yang telah disebutkan: dan telah mengabarkan kepada kami Al-Fadl bin Dukain ia berkata: telah mengabarkan kepada kami Yunus bin Abi Ishaq dari ayahnya -Abu Ishaq- ia berkata: “Aku melihat Ali”, maka ayahku berkata kepadaku: “berdiri wahai ‘Amr lalu lihatlah Amirul Mukminin”, maka akupun bangun melihatnya: “Aku tidak melihat beliau menyemir jenggotnya, jenggot yang besar”.
Ibnu Sa’ad telah mengeluarkan juga di dalam “Ath-Thobaqat” juz: 3 hal 26 dan Abu Nuaim di dalam“Ma’rifah Ash-Shohabat” no: 287, dan Ibnu ‘Asakir (di dalam kitab “Tarikh Dimasyq”, -pent) juz: 42 hal: 23, dari jalan Rizam bin Sa’id ia berkata aku mendengar ayah menyifati Ali, beliau berkata: Seorang yang bertubuh besar, berjenggot panjang.
Rizam bin Sa’id seorang yang tsiqah (dipercaya), dan ayahnya tidak diketahui adanya seorang imam pun yang diakui yang mengokohkannya. Akan tetapi jalan sanad ini menjadi kuat dengan jalan-jalan yang sebelumnya.
Dua sahabat ini yang kami jumpai dengan sanad-sanadnya, bahwa keduanya adalah seorang yang berjenggot besar, dan disifati Utsman dengan berjenggot panjang, dan Ali bin Abi Tholib dengan jenggot yang memenuhi apa diantara kedua bahunya. Dan di dalam riwayah yang lain juga: berjenggot panjang.
Yang (juga) disifati berjenggot panjang dari kalangat sahabat -ridhwanullah alaihim- akan tetapi kami tidak mendapati sanad-sanadnya diantaranya: Amru bin Al-‘Aash, Qudamah bin Madh’un dan Utsman bin Madh’un -ridhwanullah alaihim-, mereka menyifati mereka berjenggot panjang, dan banyak.

Jadi, permasalahan yang disebutkan dimana tidak ada yang menyelisihi Ibnu Umar dan Abu Hurairah -berdasarkan atas sahnya atsar dari Abu Hurairah (mauquf).
Iya, mereka telah diselisi oleh sahabat yang lain, bahkan di dalam hadits Khabab bin Al-Arat di dalam shohih Al-Bukhari bahwa beliau ditanya: Bagaimana kalian mengetahui bacaan Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- (yaitu di dalam sholat, -pent)?, Beliau menjawab: dengan gerakan jenggotnya.
(Dalil) ini bisa diambil sebagai penyokong akan besarnya jenggot beliau, hanya saja mereka telah menjawab dalil tersebut bahwa gerakan (jenggot) juga terkadang bisa terjadi walau segenggam. Akan tetapi tidak pernah dinukilkan dari Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- bahwa beliau memotong apa yang lebih dari segenggam (padahal) bersamaan hal itu mereka (sahabat) menyifati jenggot beliau -shallallahu ‘alaihi wa sallam- bahwa beliau memiliki bulu jenggot yang banyak sebagaimana di dalam sahih Muslim dari Jabir bin Samurah ketika ia menyifati Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- beliau berkata: beliau seorang yang lebat (tebal) jenggotnya dan di dalam riwayat yang lain: banyak bulu jenggotnya.
Ali bin Abi Tholib -radhiyallahu ‘anhu- menyifati beliau –sebagaimana di dalam musnad Ahmad dengan sanad yang didalamnya ada kelemahan, namun disokong oleh hadits Samurah bin Jundub -radhiyallahu ‘anhu-: “(Seorang yang) berjenggot besar”.
Dengan (keterangan akan) besarnya jenggot beliau, lebat, dan banyak bulunya tidak dinukilkan bahwasanya beliau memotong apa yang lebih dari segenggam.
Apabila telah dinukilkan dari sahabat; dari Ibnu Umar misalnya dan dari Abu Hurairah, maka seandainya terbukti dari Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- beliau memotong yang lebih dari segenggam, maka tentu telah ia nukilkannya dari Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam-, mereka lebih pantas dan patut untuk menukilkan perbuatan Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam-.
Yang mungkin untuk diberikan keterangan lanjut dari perbuatan Ibnu Umar, Ibnu Abbas dan Abu Hurairah, bahwa itu suatu bentuk ijtihad dari mereka, terlebih-lebih atsar Ibnu Umar dan Ibnu abbas suatu ijtihad dari mereka pada tempat tertentu, tempat khusus yaitu setelah tahallul pada saat haji atau umrah.
Mereka berijtihad dalam hal ini, namun mareka keliru. Tidak dinukilkan dari Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- bahwasanya beliau memotong (jenggot) yang ada di kedua tepi wajahnya ketika tahallul dari umrahnya. Tidak pula dinukilkan darinya -shallallahu ‘alaihi wa sallam- bahwa beliau memotong panjang atau lintangnya. Tidak sah satu hadits pun.
Adapun hadits yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dari ‘Amru bin Syuaib dari Ayahnya dari Kakeknya sesungguhnya Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam-: (Dahulu) beliau memotong jenggotnya dari panjangnya atau dari lintangnya. Di dalam sanadnya ada Amru bin Harun Al-Balkhi dia seorang yang ditinggalkan haditsnya dan (tertuduh) berdusta.
Jadi, permasalahan pertama tidak benar. Para sahabat telah menyelisihi, bahkan lahiriah dari penukilan (hadits) dari Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- beliau membiarkan jenggotnya lebih dari segenggam.
Telah dinukilkan dari segolongan tabi’in -dalam kurun utama- (mereka) membiarkan jenggot mereka menjadi banyak dan memanjangkannya.

Sebagaimana yang masyhur di dalam kitab-kitab biografi. Dan di antara yang disifatkan demikian Abu Sholih yang meriwayatkan hadits dari Abu Sa’id dan Abu Hurairah dan dari sekelomkpok tabi’in. Dzakwan As-Samman jenggotnya sebagaimana disebutkan di dalam biografinya panjang dan besar, kalau suatu perkara yang diingkari tentu sahabat akan mengingkarinya, beliau hidup di masa sahabat dan bermajelis bersama mereka dan tidak seorangpun yang mengingkarinya.Yang dinukilkan juga, Alqamah bin Martsad; beliau disifati berjenggot panjang, Mujalid bin said, Yazid Ar-Risyk, Husain bin Hasan bin ‘Athiyyah, salim bin Abi Hafsah, Isma’il bin Abdirrahman As-Suddi, Yahya bin Yahya yang Muslim meriwayatkan (hadits) darinya, dan sebelumnya Al-Imam Malik -rahimahullah- disifati berjenggot panjang dan besar, Fadhl bin Ghanim, Abbad bib Ziyad bin Abi Sufyan Al-Umawi dan beberapa yang lain. Tidak dinukilkan pengingkaran dari para sahabat dalam permasalahan ini.
Kemudian juga seandainya ini suatu perkara yang diingkari tentu Ibnu Umar akan mengingkari sahabat lain yang tersisa. Kenapa tidak ia ingkari, bahkan tampak dari keaadannya menunjukkan bahwa beliau bersendirian dalam perkara ini. Tidak dinukilkan dari selain beliau dari kalangan sahabat yang berbuat demikian, padahal tidak ada keraguan dan tidak pula kebimbangan bahwasanya akan didapati sejumlah besar dari sahabat yang jenggot mereka panjang. Yang benar bahwa permasalahan ini suatu yang dinukilkan dan sesungguhnya sahabat telah dijumpai diantara mereka yang jenggotnya besar (lebat) dan panjang.
Permasalahan Kedua:
Tidak tepat untuk memberi batasan bagi hadits disebabkan perawinya tidak mengamalkannya atau membatasi dengan perbuatannya. Yang benar dalam permasalahan ini yaitu ia merupakan pendapat yang ia duga, dan tidak sah untuk memberikan batasan terhadap (dalil) yang umum. Seandainya tidak datang atsar-atsar ini dari sahabat dalam hal memanjangkan jenggot maka tentu tidak akan mendorong kita untuk membuat batasan bagi keumuman yang terdapat di dalam hadits:
ﺍﻋﻔﻮﺍ ﺍﻟﻠﺤﻰ
“Biarkan jenggot”.
ﻭﺍﺭﺧﻮﺍ ﺍﻟﻠﺤﻰ
“Turunkan (panjangkan) jenggot”.
ﻭﻓﺮﻭﺍ ﺍﻟﻠﺤﻰ
“Banyakkan jenggot”.
Dengan perbuatan seorang sahabat yang berijtihad –semoga Allah meridhainya- yang bisa benar dan bisa salah, tidak akan berani untuk kita melakukannya. Walaupun manusia pilihan, dan orang-orang salih terpilih setelah para nabi, hanya saja mereka tidak maksum dari kesalahan. Allah Azza wa Jalla berfirman:

ﺍﺗَّﺒِﻌُﻮﺍ ﻣَﺎ ﺃُﻧﺰِﻝَ ﺇِﻟَﻴﻜُﻢ ﻣِﻦ ﺭَﺑِّﻜُﻢ ﻭَﻻَ ﺗَﺘَّﺒِﻌُﻮﺍ ﻣِﻦ ﺩُﻭﻧِﻪِ ﺃَﻭﻟِﻴَﺎﺀَ ﻗَﻠِﻴﻼً ﻣَﺎ ﺗَﺬَﻛَّﺮُﻭﻥَ

“Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Rabb-mu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya. Amat sedikitlah kamu mengambil peringatan. (Al-‘Araf: 3)
Padahal Ibnu Umar hanya melakukannya ketika dalam keadaan beliau bertahallul dari ibadah haji atau umrah, dan tidak ada atsar lain yang sah yang (sifatnya) umum dan tidak membatasi hanya pada saat tahallul, sebagaima yang telah berlalu, (atsarnya) lemah.
Kemudian juga datang dalam sebagian jalan atsar Ibnu Umar -radhiyallahu ‘anhu- bahwa beliau ketika hendak mengerjakan haji, tidak menyentuh (membiarkan,- pent) jenggotnya sampai beliau mengerjakan haji, kemudian beliau memotongnya.
Apabila permasalahnnya sebagaimana yang disebutkan oleh Al-Imam Al-Albani – rahimahullah -, yaitu wajibnya memotong apa yang lebih dari segenggam, maka mengapa Ibnu Umar meninggalkannya sampai waktu haji, dan tidak menyentuhnya sebelumnya.
Yang benar dalam permasalahn ini yaitu memanjangkan jenggot dan membiarkannya secara mutlak, walau lebih dari segenggam. Karena itulah lahiriah perbuatan Nabi – shallallahu ‘ alaihi wa sallam -, dan itulah perbuatan sahabat senior seperti Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Tholib.
Kami berpendapat demikian bersamaan (juga) kami mengakui bahwa Imam Mazhab yang empat tidak memandang haramnya memotong yang lebih dari segenggam, hanya saja Al-Imam Malik dalam satu riwayat berkata: Apabila panjang sampai berlebih-lebihan, maka ia dipotong, dan beliau tidak membatasinya dengan segenggam. (yaitu) Apabila panjang berlebihan, (keluar) dari kebiasaan

maka beliau berkata: tidak mengapa dipotong. Semua Imam mazhab yang empat tidak memandang haramnya nenotong yang lebih dari segenggam. Bahkan mazhab Al-Hanafiyyah berlebih-lebihan, mereka berkata: dibenci membiarkannya lebih segenggam.
Tinggal mazhab Al-Hanabilah dan Asy-Syafi’iyyah, mereka membolehkan memotong yang lebih dari segenggam. Dan dalam mazhab Al-Hanabilah ada satu pendapat: boleh, bersamaan (dengan itu) suatu yang dibenci, yaitu dibenci untuk memotong yang lebih dari segenggam.
Al-Imam Ahmad – rahimahullah -, lahiriah penukilan darinya bahwa beliau berpendapat (agar) membiarkannya dan berpendapat bolehnya memotong yang lebih dari segenggam. Karena ketika beliau ditanya tentang memotong jenggot, beliau menyebutkan atsar Ibnu Umar; dimana beliau memotong yang lebih segenggam. Beliau berkata: “Sepertinya hal ini disisinya Al-‘ifaa (membiarkan jenggot).”
Kesimpulannya, Imam mazhab yang empat seluruhnya tidak mengharamkannya, akan tetapi segolongan mereka membenci untuk memotong apa yang lebih dari segenggam. Yang membenci untuk memotongnya antara lain Al-Hasan (Al-Basri), Qatadah, Al-Imam An-Nawawi -rahimahullah- beliau menyelisihi mazhabnya dan berpendapat makruh untuk memotongnya, hanya saja beliau tidak menegaskan keharamannya.
Aku katakan: Dalil-dalil (yang ada) menunjukkan akan wajibnya memeliharanya, membiarkannya dan memanjangkannya. Dan tidak boleh bagi kita untuk menyelisihi apa yang dibawa oleh Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam-.
Tidak ada suatu kesepakatan (ijma’) dalam permasalan ini, dan tidak pula dinukilkan adanya ijma’.
(Namun) yang sahih yaitu wajib membiarkannya (memanjangkanya) secara mutlak. Dan ini lahiriah dari ucapan Ibnu Hazm. Ia menghikayatkan wajibnya memanjangkan jenggot, (sebagaimana) dinukilkan dari Ibnu Muflih di dalam kitab “Al-Furu’” Juz: 1 Hal: 131, dan tidak membatasinya dengan segenggam.
Akan tetapi Ijma’ ini sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, bahwasanya yang dimaksud -di kalangan jumhur fuqaha- yaitu wajib memanjangkannya sampai segenggam, kemudian apa yang lebih dari segenggam tidak diwajibkan oleh jumhur.
Yang sahih yaitu wajib membiarkannya (memanjangkanya) secara mutlak. Inilah pendapat yang dikuatkan oleh Al-Imam Ibnu Baz -rahimahullah-, Al-Imam Al-Utsaimin, Al-Imam Al-wadi’i -rahmatullah ‘alaihim- (juga) menguatkan pendapat ini, inilah pendapat yang benar.
Adapun yang berkaitan dengan (permasalahan) memotong apa yang kurang dari segenggam maka keumuman para ulama mengharamkannya, kecuali satu pendapat dalam mazhab syafi’iyyah dimana ia makruh.
Ibnu ‘Abidin berkata: “Dan adapun memotongnya dimana ia kurang dari segenggam maka tidak seorang ulamapun membolehkannya. Ini suatu hal yang berlebih-lebihan; telah dijumpai dalam sebagian kalangan mazhab syafi’iyyah bahwasanya mereka berpendapat makruh sahaja. Akan tetapi kita bias mengambil faedah bahwasanya jumhur ulama berpendapat haram memendekkannya. Karena Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- memerintahkan untuk memanjangkan(nya)”.
Adapun mencukurnya maka Imam mazhab yang empat tegas mengharamkannya; haram mencukurnya. Mereka berdalil dengan dalil yang sama Potong kumis kalian, dan panjangkan jenggot. Juga (mencukurnya) meniru-meniru orang-orang musyrik. Akan tetapi tidak ada ijma’ dalam permasalahan ini, dikarena adanya perselisihan di kalangan sebagian syafi’yyah. Perbedaan (pendapat) yang tidak dipertimbangkan; perselisihan sebagian syafi’iyyah, dimana mereka hanya berpendapat makruh.
Allah subahanahu wa ta’ala berfirman:

ﺍﺗﺒﻌﻮﺍ ﻣﺎ ﺃﻧﺰﻝ ﺇﻟﻴﻜﻢ ﻣﻦ ﺭﺑﻜﻢ ﻭﻻ ﺗﺘﺒﻌﻮﺍ ﻣﻦ ﺩﻭﻧﻪ ﺃﻭﻟﻴﺎﺀ ﻗﻠﻴﻼً ﻣﺎ ﺗﺬﻛﺮﻭﻥ

“Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Rabb-mu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya. Amat sedikitlah kamu mengambil peringatan (daripadanya).” (Al-A’raf: 3)

« ﻗﺼﻮﺍ ﺍﻟﺸﻮﺍﺭﺏ ﻭﺃﻋﻔﻮﺍ ﺍﻟﻠﺤﻰ »

“Potong kumis (kalian) dan panjangkan jenggot”.

Setelah pembahasan ini, maka seseorang janganlah ia meingkari seseorang (lain) yang mengambil pendapat yang membolehkan memotong yang lebih dari segenggam dikarenakan ijtihad bukan karena taklid. Barangsiapa yang memotongnya karena suatu ijtihad maka tidaklah diingkari, (karena) sebagian sahabat melakukannya. Walaupun kami berpendapat hal itu menyelisi yang benar, dan kami memandangnya suatu pendapat yang marjuh (lemah). Akan tetapi sebagaiamana telah kalian dengar, perbedaan pendapat (dalam hal ini) memiliki sisi yang perlu dipertimbangkan. Sebaik-baik petunjuk yaitu petunjuk Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam-, kalau seandainya Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- memotong yang lebih dari segenggam tentu telah dinukilkan kepada kita.
Akan kami sebutkan sebagian referensi dalam permasalahan ini, bagi yang ingin meruju’ kepadanya:
Fathul Bari pada hadits no.5892.
Al-Majmu’ah karya An-Nawawi juz: 1 hal: 290.
Al-Fawakih Ad-dawaani juz: 2 hal: 307.
Al-Furu’ karya Ibnu Muflih juz: 1 hal: 151.
Masail al-Khallal fii At-Tarajjul hal: 94 dan setelahnya.
Kasysyaf Al-Qanna’ juz: 1 hal: 175.
Manar As-Sabil juz: 1 hal: 23.
Al-Fiqh ‘ala Al-Madzahibul Al-Arba’ah juz: 2 hal: 44 dan setelahnya.
Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah juz: 35 hal: 224.
As-Silsilah Adh-Dho’ifah karya Al-Imam Al-Albani no.hadits: 2355, 6203.
___________________________________
Catatan Kaki:
(1) Al-Imam Al-Albani -rahimahullah- telah mensahihkan atsar ini sebagaimana di dalam sahih At-Targhib wa At-Tarhib (No. hadits: 2084, 3300), -pent.
Alih Bahasa:
Abu Ubaidillah ‘Amir bin Munir Al-Atshiy
NAD, 16 Muharram 1439H



Sumber :
http://silsilatulhuda.net/hukum-memotong-jenggot-lebih-dari-segenggam.html 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hukum Belajar Di Jami'ah Islamiyyah Madinah

Menanggapi akan makruh nya istri memakai celana dalam

Berqurban Sesuai Dengan Sunnah Rosulullooh ﷺ