HUKUM MEMINTA SUMBANGAN ATAS NAMA DAKWAH (edt)

Adapun masalah meminta sumbangan ke orang lain atas nama dakwah, seperti yang biasa dilakukan oleh Ikhwaniyyun, Sururiyyun, Luqmaniyyun, dan yang lainnya, maka ana jawab dengan memohon pertolongan pada Alloh:.

Bab Satu: Para Nabi shollallohu ‘alaihim wasallam Tidak Meminta-minta untuk diri beliau-beliau sendiri, atau atas nama dakwah yang kemudian beliau-beliau itu turut menikmati keuntungan duniawinya
Jika kita mengaku sebagai pengikut para Nabi, hendaknya kita konsekuen dengan itu dan tidak mencemarkan keagungan dakwah para Nabi dengan mengemis.
Sebagaimana ucapan Nuh ﻋﻠﻴﻪ ﺍﻟﺴﻼﻡ :

﴿ﻭﻣﺎ ﺃﺳﺄﻟﻜﻢ ﻋﻠﻴﻪ ﻣﻦ ﺃﺟﺮ ﺇﻥ ﺃﺟﺮﻱ ﺇﻻ ﻋﻠﻰ ﺭﺏ ﺍﻟﻌﺎﻟﻤﻴﻦ﴾ ‏[ ﺍﻟﺸﻌﺮﺍﺀ : 109 ] ،

“Dan tidaklah aku minta pada kalian upah sedikitpun dari dakwahku. Tidaklah upahku kecuali dalam tanggungan Robbil alamin.”
Demikian pula Hud, Sholih, Syu’aib, Luth dan yang lainnya. Demikian pula Penutup para Rosul:

﴿ ﻗﻞ ﻣﺎ ﺃﺳﺄﻟﻜﻢ ﻋﻠﻴﻪ ﻣﻦ ﺃﺟﺮ ﻭﻣﺎ ﺃﻧﺎ ﻣﻦ ﺍﻟﻤﺘﻜﻠﻔﻴﻦ﴾ ‏[ ﺹ : 86 ] ،

“Katakanlah: tidaklah aku minta pada kalian upah sedikitpun dari dakwahku. Dan bukanlah aku termasuk orang yang memberat-beratkan diri.”
Dan Alloh berfirman:

﴿ ﻗﻞ ﻣﺎ ﺃﺳﺄﻟﻜﻢ ﻋﻠﻴﻪ ﻣﻦ ﺃﺟﺮ ﺇﻻ ﻣﻦ ﺷﺎﺀ ﺃﻥ ﻳﺘﺨﺬ ﺇﻟﻰ ﺭﺑﻪ ﺳﺒﻴﻼ﴾ ‏[ ﺍﻟﻔﺮﻗﺎﻥ : 57 ] .

“Katakanlah: tidaklah aku minta pada kalian upah sedikitpun dari dakwahku. Akan tetapi orang yang ingin mengambil jalan kepada Robbnya (dengan berinfaq di jalan Alloh, silakan berinfaq).”
Alloh ta’ala berfirman:

﴿ ﻗُﻞْ ﻟَﺎ ﺃَﺳْﺄَﻟُﻜُﻢْ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺃَﺟْﺮًﺍ ﺇِﻟَّﺎ ﺍﻟْﻤَﻮَﺩَّﺓَ ﻓِﻲ ﺍﻟْﻘُﺮْﺑَﻰ﴾ ‏[ ﺍﻟﺸﻮﺭﻯ : 23].

“Katakanlah: tidaklah aku minta pada kalian upah dari dakwahku. Aku hanya minta kasih sayang dalam kekerabatan.”

Al Imam Muhammad bin Ali Al Qoshshob ﺭﺣﻤﻪ ﺍﻟﻠﻪ berkata: “Dan firman Alloh ta’ala: “Katakanlah: tidaklah aku minta pada kalian upah dari dakwahku. Aku hanya minta kasih sayang dalam kekerabatan” merupakan dalil bahwasanya di dalam karakter manusia itu ada ketidaksukaan pada petuah yang datang dari orang yang mengambil dinar dan dirham, dan bahwasanya menjaga kehormatan dari dinar dan dirham itu terpuji di mata orang-orang di zaman jahiliyyah, bagi orang yang zuhud terhadap dinar dan dirham, dan orang yang bersegera mengambil dinar dan dirham itu martabatnya rendah. Maka Alloh memerintahkan Rosul-Nya ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ untuk mengumumkan pensucian diri kepada para makhluk yang diberi peringatan, mensucikan diri dari mengambil upah harta atas dakwah beliau, yang mendakwahkan Kitabulloh dan agama-Nya yang Dia syariatkan kepada para hamba-Nya, agar dakwah beliau itu murni kepada Alloh ﺟﻞ ﻭﺗﻌﺎﻟﻰ , bersih tidak tercampurkan dengan kecondongan pada dunia, karena dunia itu akan merendahkan pencarinya dan orang-orang yang condong kepadanya, merendahkan mereka dari martabah-martabat kemuliaan dan derajat-derajat hamba yang didekatkan. Dan dengan itu Alloh mengabarkan kisah para Rosul yang telah berlalu sebelum beliau di dalam surat Asy Syu’aro dan lainnya dengan firman-Nya ﻋﻠﻴﻪ ﺍﻟﺴﻼﻡ :

﴿ﻭﻣﺎ ﺃﺳﺄﻟﻜﻢ ﻋﻠﻴﻪ ﻣﻦ ﺃﺟﺮ ﺇﻥ ﺃﺟﺮﻱ ﺇﻻ ﻋﻠﻰ ﺭﺏ ﺍﻟﻌﺎﻟﻤﻴﻦ﴾ ‏[ ﺍﻟﺸﻌﺮﺍﺀ : 109 ] ،

“Dan tidaklah aku minta pada kalian upah sedikitpun dari dakwahku. Tidaklah upahku kecuali dalam tanggungan Robbil alamin.”
Dan seterusnya.
(“Nukatul Qur’an”/4/hal. 98-99/cet. Dar Ibnil Qoyyim).
Seakan-akan ciri khas ini –tidak minta upah- telah melekat di dalam dakwah para Nabi dan Rosul, dan menjadi alasan yang mendorong orang-orang berakal untuk menerimanya. Alloh ta’ala berfirman:

َﺟَﺎﺀَ ﻣِﻦْ ﺃَﻗْﺼَﻰ ﺍﻟْﻤَﺪِﻳﻨَﺔِ ﺭَﺟُﻞٌ ﻳَﺴْﻌَﻰ ﻗَﺎﻝَ ﻳَﺎ ﻗَﻮْﻡِ ﺍﺗَّﺒِﻌُﻮﺍ ﺍﻟْﻤُﺮْﺳَﻠِﻴﻦَ * ﺍﺗَّﺒِﻌُﻮﺍ ﻣَﻦْ ﻟَﺎ ﻳَﺴْﺄَﻟُﻜُﻢْ ﺃَﺟْﺮًﺍ ﻭَﻫُﻢْ ﻣُﻬْﺘَﺪُﻭﻥَ ‏[ ﻳﺲ : 20 ، 21 ]

“Dan datanglah seorang pria dari ujung kota itu dengan bergegas seraya berkata: Wahai kaum, ikutilah para utusan itu. Ikutilah orang yang tidak meminta upah, dan mereka itu mendapatkan petunjuk.” (QS. Yasin: 20-21).

Wahai saudara-saudaraku, inilah jalan para Nabi jika kita ingin mendapatkan keutamaan yang lebih tinggi.

Apakah mereka pura-pura lupa dengan dalil-dalil di atas, yang menunjukkan bahwasanya dakwah yang diiringi dengan mengemis itu menyelisihi jalan Rosululloh –shollallohu 'alaihi wasallam-? Anas bin Malik -rodhiyallohu 'anhu- menyebutkan kisah pembangunan masjid Nabawy:

ﻭﺃﻧﻪ ﺃﻣﺮ ﺑﺒﻨﺎﺀ ﺍﻟﻤﺴﺠﺪ ﻓﺄﺭﺳﻞ ﺇﻟﻰ ﻣﻸ ﻣﻦ ﺑﻨﻲ ﺍﻟﻨﺠﺎﺭ ﻓﻘﺎﻝ : ‏« ﻳﺎ ﺑﻨﻲ ﺍﻟﻨﺠﺎﺭ ﺛﺎﻣﻨﻮﻧﻲ ﺑﺤﺎﺋﻄﻜﻢ ﻫﺬﺍ ‏» . ﻗﺎﻟﻮﺍ : ﻻ ﻭﺍﻟﻠﻪ ﻻ ﻧﻄﻠﺐ ﺛﻤﻨﻪ ﺇﻻ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻠﻪ .

“… dan Rosululloh -shollallohu 'alaihi wasallam- memerintahkan untuk membangun masjid. Maka beliau mengirimkan utusan kepada Bani Najjar seraya berkata: “Wahai bani Najjar, kasih aku harga untuk kebun kalian ini.” Tapi mereka berkata,”Tidak, demi Alloh kami tidak meminta harganya kecuali kepada Alloh.” (HR. Al Bukhory dan Muslim).
Al Imam Al Wadi’iy rohimahulloh berkata: “Demikian pula dalam membangun masjid. Tidak boleh menghinakan diri, menghinakan ilmu dan dakwah demi membangun masjid. Rosul –shollallohu 'alaihi wa alihi wasallam- ketika ingin membangun masjid bersabda: “Wahai bani Najjar, kasih aku harga untuk kebun kalian ini.” Yaitu: beliau mau membangun masjid di situ. Tapi mereka berkata,”Tidak, justru kebun ini untuk Alloh dan Rosul-Nya.” Seseorang itu mungkin saja untuk membangun masjid dari tanah liat dan bata dengan dana sekitar seratus ribu real Yamaniy. Dan waktu yang dipakainya untuk meminta-minta bisa digunakannya untuk memakmurkan masjid, beramal di situ, dan mengajak orang untuk bekerja dengan tangan-tangan mereka. Harta yang di situ ada penghinaan terhadap ilmu dan dakwah ilalloh, atau dakwah kepada hizbiyyah, atau menggunakan masjid-masjid untuk mengemis, maka kami tidak membutuhkannya.
” (“Dzammul Mas’alah”/hal. 217).

Kami amat memerlukan para da’iy yang setia pada manhaj Salaf, dan kami tidak perlu pada para pengekor hawa nafsu. Bagaimanakah kondisi Salaf kita?
Abul 'Aliyah -rohimahulloh- berkata:

ﻋَﻦْ ﺛَﻮْﺑَﺎﻥَ ﻗَﺎﻝَ ﻭَﻛَﺎﻥَ ﺛَﻮْﺑَﺎﻥُ ﻣَﻮْﻟَﻰ ﺭَﺳُﻮﻝِ ﺍﻟﻠﻪ - ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ - ﻗَﺎﻝَ ﻗَﺎﻝَ ﺭَﺳُﻮﻝُ ﺍﻟﻠﻪ - ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ - ‏« ﻣَﻦْ ﺗَﻜَﻔَّﻞَ ﻟِﻰ ﺃَﻥْ ﻻَ ﻳَﺴْﺄَﻝَ ﺍﻟﻨَّﺎﺱَ ﺷَﻴْﺌًﺎ ﻭَﺃَﺗَﻜَﻔَّﻞَ ﻟَﻪُ ﺑِﺎﻟْﺠَﻨَّﺔِ ‏» . ﻓَﻘَﺎﻝَ ﺛَﻮْﺑَﺎﻥُ ﺃَﻧَﺎ . ﻓَﻜَﺎﻥَ ﻻَ ﻳَﺴْﺄَﻝُ ﺃَﺣَﺪًﺍ ﺷَﻴْﺌًﺎ . ‏( ﺃﺧﺮﺟﻪ ﺃﺑﻮ ﺩﺍﻭﺩ ﺝ 5 / ﺹ 195)

"Dari Tsauban –dan beliau adalah maula dari Rosululloh -shalallohu 'alaihi wa sallam—yang berkata: Rosululloh -shalallohu 'alaihi wa sallam- bersabda: "Siapakah menjamin kepadaku untuk tidak meminta pada manusia sedikitpun, dan aku menjamin untuknya dengan Jannah?" Maka Tsauban berkata,"Saya". Dan Tsauban tak pernah meminta kepada seorangpun sesuatu apapun." (HSR Abu Dawud/5/hal. 195 dan dishohihkan oleh Imam Al Wadi'y -rohimahulloh-)
'Auf bin Malik Al Asyja'iy rodhiyallohu 'anhu berkata:

ﻛُﻨَّﺎ ﻋِﻨْﺪَ ﺭَﺳُﻮﻝِ ﺍﻟﻠﻪ - ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ - ﺗِﺴْﻌَﺔً ﺃَﻭْ ﺛَﻤَﺎﻧِﻴَﺔً ﺃَﻭْ ﺳَﺒْﻌَﺔً ﻓَﻘَﺎﻝَ : ‏« ﺃَﻻَ ﺗُﺒَﺎﻳِﻌُﻮﻥَ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠﻪ ‏» ﻭَﻛُﻨَّﺎ ﺣَﺪِﻳﺚَ ﻋَﻬْﺪٍ ﺑِﺒَﻴْﻌَﺔٍ ﻓَﻘُﻠْﻨَﺎ : ﻗَﺪْ ﺑَﺎﻳَﻌْﻨَﺎﻙَ ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠﻪ . ﺛُﻢَّ ﻗَﺎﻝَ : ‏« ﺃَﻻَ ﺗُﺒَﺎﻳِﻌُﻮﻥَ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠﻪ ‏» . ﻓَﻘُﻠْﻨَﺎ : ﻗَﺪْ ﺑَﺎﻳَﻌْﻨَﺎﻙَ ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠﻪ . ﺛُﻢَّ ﻗَﺎﻝَ : ‏« ﺃَﻻَ ﺗُﺒَﺎﻳِﻌُﻮﻥَ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠﻪ ‏» . ﻗَﺎﻝَ : ﻓَﺒَﺴَﻄْﻨَﺎ ﺃَﻳْﺪِﻳَﻨَﺎ ﻭَﻗُﻠْﻨَﺎ ﻗَﺪْ ﺑَﺎﻳَﻌْﻨَﺎﻙَ ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠﻪ ﻓَﻌَﻼَﻡَ ﻧُﺒَﺎﻳِﻌُﻚَ ﻗَﺎﻝَ ‏« ﻋَﻠَﻰ ﺃَﻥْ ﺗَﻌْﺒُﺪُﻭﺍ ﺍﻟﻠﻪ ﻭَﻻَ ﺗُﺸْﺮِﻛُﻮﺍ ﺑِﻪِ ﺷَﻴْﺌًﺎ ﻭَﺍﻟﺼَّﻠَﻮَﺍﺕِ ﺍﻟْﺨَﻤْﺲِ ﻭَﺗُﻄِﻴﻌُﻮﺍ - ﻭَﺃَﺳَﺮَّ ﻛَﻠِﻤَﺔً ﺧَﻔِﻴَّﺔً - ﻭَﻻَ ﺗَﺴْﺄَﻟُﻮﺍ ﺍﻟﻨَّﺎﺱَ ﺷَﻴْﺌًﺎ ‏» . ﻓَﻠَﻘَﺪْ ﺭَﺃَﻳْﺖُ ﺑَﻌْﺾَ ﺃُﻭﻟَﺌِﻚَ ﺍﻟﻨَّﻔَﺮِ ﻳَﺴْﻘُﻂُ ﺳَﻮْﻁُ ﺃَﺣَﺪِﻫِﻢْ ﻓَﻤَﺎ ﻳَﺴْﺄَﻝُ ﺃَﺣَﺪًﺍ ﻳُﻨَﺎﻭِﻟُﻪُ ﺇِﻳَّﺎﻩُ .

"Kami pernah ada di sisi Rosululloh -shalallohu 'alaihi wa sallam-, sembilan, atau delapan atau tujuh orang. Maka beliau bersabda:"Berbai'atlah kalian kepada Rosululloh", padahal kami baru saja membai'at beliau. Maka kami berkata,"Kami telah membai'at Anda wahai Rosululloh." Lalu beliau bersabda:"Berbai'atlah kalian kepada Rosululloh". Maka kami berkata,"Kami telah membai'at Anda wahai Rosululloh." Lalu beliau bersabda:"Berbai'atlah kalian kepada Rosululloh". Maka kami mengulurkan tangan kami seraya berkata," Kami telah membai'at Anda wahai Rosululloh. Maka kami membai'at Anda untuk berbuat apa?" Beliau bersabda:"Agar kalian beribadah pada Alloh dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Dan untuk sholat lima waktu, dan agar kalian taat." Dann beliau berbicara dengan lirih: "Dan agar kalian tidak meminta pada manusia sedikitpun." Maka sungguh aku melihat sebagian dari rombongan tadi, cambuk dari salah seorang dari mereka terjatuh. Maka dia tidak meminta pada seorangpun untuk mengambilkannya untuknya." (HSR Muslim /1043)
Dari Ummud Darda' -rahimahalloh-, beliau berkata:

ﻗﺎﻝ ﻟﻲ ﺃﺑﻮ ﺍﻟﺪﺭﺩﺍﺀ : ﻻ ﺗﺴﺄﻟﻲ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺷﻴﺌﺎ ، ﻗﺎﻟﺖ : ﻓﻘﻠﺖ : ﻓﺈﻥ ﺍﺣﺘﺠﺖ ؟ ﻗﺎﻝ : ﻓﺈﻥ ﺍﺣﺘﺠﺖ ﻓﺘﺘﺒﻌﻲ ﺍﻟﺤﺼﺎﺩﻳﻦ ﻓﺎﻧﻈﺮﻱ ﻣﺎ ﺳﻘﻂ ﻣﻨﻬﻢ ﻓﺎﺧﺒﻄﻴﻪ ﺛﻢ ﺍﻃﺤﻨﻴﻪ ﺛﻢ ﻛﻠﻴﻪ، ﻭﻻ ﺗﺴﺄﻟﻲ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺷﻴﺌﺎ

"Abud Darda' –rodhiyallohu 'anhu – berkata padaku,"Janganlah engkau meminta pada manusia sedikitpun." Maka aku bertanya,"Kalau aku berhajat?" Beliau menjawab,"Jika engkau berhajat, maka ikutlah di belakang para tukang panen, lalu lihatlah apa yang berjatuhan dari bawaan mereka, lalu pungutlah ia, masaklah dan makanlah, dan jangan kau meminta pada manusia sedikitpun." ("Az Zuhd"/2/291/ Imam Ahmad -rohimahulloh-, dan dishohihkan Syaikhuna Yahya Al Hajury - hafidzahulloh – di tahqiq "As Sunanul Kubro" Imam Al Baihaqy -rohimahulloh-)

Bab Dua: Meminta-minta Tanpa Udzur Syar’iy Itu Termasuk Dosa Besar

Abu Huroiroh rodhiyallohu ‘anhu berkata: Rosululloh -shollallohu ‘alaihi wasallam- bersabda:

« ﻣَﻦْ ﺳَﺄَﻝَ ﺍﻟﻨَّﺎﺱَ ﺃَﻣْﻮَﺍﻟَﻬُﻢْ ﺗَﻜَﺜُّﺮًﺍ ﻓَﺈِﻧَّﻤَﺎ ﻳَﺴْﺄَﻝُ ﺟَﻤْﺮًﺍ ﻓَﻠْﻴَﺴْﺘَﻘِﻞَّ ﺃَﻭْ ﻟِﻴَﺴْﺘَﻜْﺜِﺮْ ».

“Barangsiapa meminta harta orang lain dalam rangka memperbanyak harta, maka dia itu sebenarnya hanyalah meminta bara api. Maka silakan menyedikitkan atau memperbanyak.” (HR. Al Bukhoriy (2047) dan Muslim (1041)).
Qobishoh bin Mukhoriq Al Hilaliy -rodhiyallohu 'anhu- berkata:

ﻋَﻦْ ﻗَﺒِﻴﺼَﺔَ ﺑْﻦِ ﻣُﺨَﺎﺭِﻕٍ ﺍﻟْﻬِﻼَﻟِﻰِّ ﻗَﺎﻝَ ﺗَﺤَﻤَّﻠْﺖُ ﺣَﻤَﺎﻟَﺔً ﻓَﺄَﺗَﻴْﺖُ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠﻪ - ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ - ﺃَﺳْﺄَﻟُﻪُ ﻓِﻴﻬَﺎ ﻓَﻘَﺎﻝَ ‏« ﺃَﻗِﻢْ ﺣَﺘَّﻰ ﺗَﺄْﺗِﻴَﻨَﺎ ﺍﻟﺼَّﺪَﻗَﺔُ ﻓَﻨَﺄْﻣُﺮَ ﻟَﻚَ ﺑِﻬَﺎ ‏» . ﻗَﺎﻝَ ﺛُﻢَّ ﻗَﺎﻝَ ‏« ﻳَﺎ ﻗَﺒِﻴﺼَﺔُ ﺇِﻥَّ ﺍﻟْﻤَﺴْﺄَﻟَﺔَ ﻻَ ﺗَﺤِﻞُّ ﺇِﻻَّ ﻷَﺣَﺪِ ﺛَﻼَﺛَﺔٍ ﺭَﺟُﻞٍ ﺗَﺤَﻤَّﻞَ ﺣَﻤَﺎﻟَﺔً ﻓَﺤَﻠَّﺖْ ﻟَﻪُ ﺍﻟْﻤَﺴْﺄَﻟَﺔُ ﺣَﺘَّﻰ ﻳُﺼِﻴﺒَﻬَﺎ ﺛُﻢَّ ﻳُﻤْﺴِﻚُ ﻭَﺭَﺟُﻞٍ ﺃَﺻَﺎﺑَﺘْﻪُ ﺟَﺎﺋِﺤَﺔٌ ﺍﺟْﺘَﺎﺣَﺖْ ﻣَﺎﻟَﻪُ ﻓَﺤَﻠَّﺖْ ﻟَﻪُ ﺍﻟْﻤَﺴْﺄَﻟَﺔُ ﺣَﺘَّﻰ ﻳُﺼِﻴﺐَ ﻗِﻮَﺍﻣًﺎ ﻣِﻦْ ﻋَﻴْﺶٍ - ﺃَﻭْ ﻗَﺎﻝَ ﺳِﺪَﺍﺩًﺍ ﻣِﻦْ ﻋَﻴْﺶٍ - ﻭَﺭَﺟُﻞٍ ﺃَﺻَﺎﺑَﺘْﻪُ ﻓَﺎﻗَﺔٌ ﺣَﺘَّﻰ ﻳَﻘُﻮﻝ ﺛَﻼَﺛَﺔٌ ﻣِﻦْ ﺫَﻭِﻯ ﺍﻟْﺤِﺠَﺎ ﻣِﻦْ ﻗَﻮْﻣِﻪِ ﻟَﻘَﺪْ ﺃَﺻَﺎﺑَﺖْ ﻓُﻼَﻧًﺎ ﻓَﺎﻗَﺔٌ ﻓَﺤَﻠَّﺖْ ﻟَﻪُ ﺍﻟْﻤَﺴْﺄَﻟَﺔُ ﺣَﺘَّﻰ ﻳُﺼِﻴﺐَ ﻗِﻮَﺍﻣًﺎ ﻣِﻦْ ﻋَﻴْﺶٍ - ﺃَﻭْ ﻗَﺎﻝَ ﺳِﺪَﺍﺩًﺍ ﻣِﻦْ ﻋَﻴْﺶٍ - ﻓَﻤَﺎ ﺳِﻮَﺍﻫُﻦَّ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻤَﺴْﺄَﻟَﺔِ ﻳَﺎ ﻗَﺒِﻴﺼَﺔُ ﺳُﺤْﺘًﺎ ﻳَﺄْﻛُﻠُﻬَﺎ ﺻَﺎﺣِﺒُﻬَﺎ ﺳُﺤْﺘًﺎ ».

“Aku pernah memikul suatu tanggungan, maka kudatangi Rosululloh –shollallohu 'alaihi wasallam- untuk meminta beliau membantu melunasinya. Maka beliau bersabda: “Tinggallah di sini sampai datang shodaqoh, maka kami akan memerintahkan mereka untuk memberikannya padamu.” Lalu beliau bersabda: “Wahai Qobishoh, sesungguhnya meminta-minta itu tidak halal kecuali untuk salah satu dari tiga orang saja: Orang yang memikul suatu tanggungan, halal baginya meminta sampai bisa membayarnya, lalu dia berhenti dari minta-minta. Dan (yang kedua) orang yang tertimpa malapetaka yang menghabiskan hartanya, halal baginya minta-minta sampai bisa tegak hidupnya. Dan (yang ketiga) orang yang tertimpa kemiskinan sampai ada tiga orang berakal dari kaumnya berkata: “kemiskinan telah menimpa si Fulan.” Maka halal baginya minta-minta sampai bisa tegak hidupnya. Adapun minta-minta yang selain tiga jenis itu –wahai Qobishoh- dia itu adalah keharoman, pelakunya memakannya dengan harom.” (HR. Muslim (1044)).
Sahl Ibnul Handholiyyah rodhiyallohu 'anhu berkata:

َﻗَﺎﻝَ ﺭَﺳُﻮﻝُ ﺍﻟﻠﻪ - ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ - ‏« ﻣَﻦْ ﺳَﺄَﻝَ ﻭَﻋِﻨْﺪَﻩُ ﻣَﺎ ﻳُﻐْﻨِﻴﻪِ ﻓَﺈِﻧَّﻤَﺎ ﻳَﺴْﺘَﻜْﺜِﺮُ ﻣِﻦَ ﺍﻟﻨَّﺎﺭِ ‏» . – ﻭﻓﻲ ﺭﻭﺍﻳﺔ - ‏« ﻣِﻦْ ﺟَﻤْﺮِ ﺟَﻬَﻨَّﻢَ ‏» . ﻓَﻘَﺎﻟُﻮﺍ ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠﻪ ﻭَﻣَﺎ ﻳُﻐْﻨِﻴﻪِ – ﻭﻓﻲ ﺭﻭﺍﻳﺔ - ﻭَﻣَﺎ ﺍﻟْﻐِﻨَﻰ ﺍﻟَّﺬِﻯ ﻻَ ﺗَﻨْﺒَﻐِﻰ ﻣَﻌَﻪُ ﺍﻟْﻤَﺴْﺄَﻟَﺔُ ﻗَﺎﻝَ ‏« ﻗَﺪْﺭُ ﻣَﺎ ﻳُﻐَﺪِّﻳﻪِ ﻭَﻳُﻌَﺸِّﻴﻪِ ‏» . – ﻭﻓﻲ ﺭﻭﺍﻳﺔ - ‏« ﺃَﻥْ ﻳَﻜُﻮﻥَ ﻟَﻪُ ﺷِﺒَﻊُ ﻳَﻮْﻡٍ ﻭَﻟَﻴْﻠَﺔٍ ﺃَﻭْ ﻟَﻴْﻠَﺔٍ ﻭَﻳَﻮْﻡٍ ».

Rosululloh -shalallohu 'alaihi wa sallam- bersabda: "Barangsiapa meminta-minta, dan di sisinya ada sesuatu yang telah mencukupinya, maka dia itu hanyalah sedang memperbanyak api." –dalam riwayat lain: "Dari api Jahannam" Maka mereka bertanya: "Wahai Rosululloh, apa itu sesuatu yang telah mencukupinya?" dalam riwayat lain: "Apa itu kekayaan yang dengan tidak diperbolehkan meminta-minta?" Beliau menjawab,"Sekadar makan siang, atau makan malam." dalam riwayat lain: "Yang bisa mengenyangkannya sehari semalam." (HR Abu Dawud (5/hal. 177) dan dishohihkan Al Imam Al Wadi'iy -rohimahulloh-).

ﻋﻦ ﺭﺟﻞ ﻣﻦ ﺑﻨﻲ ﺃﺳﺪ ﺃﻧﻪ ﺳﻤﻊ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ - ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ - ﻗﺎﻝ : ‏« ﻣَﻦْ ﺳَﺄَﻝَ ﻣِﻨْﻜُﻢْ ﻭَﻟَﻪُ ﺃُﻭﻗِﻴَّﺔٌ ﺃَﻭْ ﻋَﺪْﻟُﻬَﺎ ﻓَﻘَﺪْ ﺳَﺄَﻝَ ﺇِﻟْﺤَﺎﻓًﺎ ‏» . ﻗَﺎﻝَ ﺍﻷَﺳَﺪِﻯُّ ﻓَﻘُﻠْﺖُ ﻟَﻠَﻘِﺤَﺔٌ ﻟَﻨَﺎ ﺧَﻴْﺮٌ ﻣِﻦْ ﺃُﻭﻗِﻴَّﺔٍ ﻭَﺍﻷُﻭﻗِﻴَّﺔُ ﺃَﺭْﺑَﻌُﻮﻥَ ﺩِﺭْﻫَﻤًﺎ.

Salah seorang dari Bani Asad berkata bahwasanya dirinya mendengar Rosululloh -shalallohu 'alaihi wa sallam- bersabda:

"Barangsiapa dari kalian meminta-minta, padahal dirinya memiliki satu uqiyyah atau yang semisal dengannya, maka sungguh dia telah meminta dengan merengek-rengek.” Maka berkatalah orang Bani Asad ini: “Aku sungguh memiliki onta betina yang tentu saja lebih baik daripada satu uqiyyah”. Dan satu uqiyyah adalah empat puluh dirham.” (HR. Abu dawud (5/hal. 175) dan dishohihkan Al Imam Al Wadi’iy –rohimahulloh-).
Abdulloh bin ‘Umar -rodhiyallohu 'anhuma- berkata: Rosululloh –shollallohu 'alaihi wasallam- bersabda:

« ﻣَﺎ ﻳَﺰَﺍﻝُ ﺍﻟﺮَّﺟُﻞُ ﻳَﺴْﺄَﻝُ ﺍﻟﻨَّﺎﺱَ ﺣَﺘَّﻰ ﻳَﺄْﺗِﻰَ ﻳَﻮْﻡَ ﺍﻟْﻘِﻴَﺎﻣَﺔِ ﻭَﻟَﻴْﺲَ ﻓِﻰ ﻭَﺟْﻬِﻪِ ﻣُﺰْﻋَﺔُ ﻟَﺤْﻢٍ ».

“Senantiasa seseorang itu meminta pada orang lain sampai dia datang pada hari kiamat dalam keadaan di wajahnya tiada potongan daging.” (HR. Muslim (2445)).
Al Imam An Nawawy -rohimahulloh- berkata: "Maksud dari bab ini dan hadits-haditsnya adalah larangan dari meminta-minta. Dan para ulama telah bersepakat dalam larangan ini, jika bukan dalam keadaan darurat. Adapun masalah orang yang mampu untuk bekerja tapi dia meminta-minta, para sahabat kami –Asy Syafi'iyyah- berselisih menjadi dua pendapat. Yang paling shohih adalah dia itu harom, berdasarkan lahiriyah dari hadits-hadits tersebut. Dan pendapat yang kedua: halal tapi dibenci, dengan tiga syarat: tidak sampai dia merendahkan dirinya, tidak berbuat "ilhah" (merengek-rengek) dalam meminta, dan tidak menyakiti atau mengganggu orang yang dimintai. Apabila salah satu dari syarat-syarat ini tidak terpenuhi, maka dia itu harom secara kesepakatan. Wallohu a'lam. ("Syarh Shohih Muslim" 3/488).

Bab Tiga: Meminta-minta Tanpa Udzur Syar’iy Itu Mendatangkan Kehinaan

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah -rohimahulloh- berkata: "Maka nilai seorang hamba yang paling agung dan paling terhormat di sisi para makhluk adalah jika dia tidak butuh sama sekali pada mereka. Jika engkau berbuat baik pada mereka bersamaan dengan ketidakbutuhan kepada mereka, engkau menjadi makhluk paling agung di sisi mereka. Dan kapan saja engkau butuh kepada mereka –meskipun seteguk air- berkuranglah nilaimu di sisi mereka sesuai dengan kadar kebutuhanmu pada mereka. Dan ini adalah bagian dari hikmah Alloh dan Rohmat-Nya agar ketundukan itu hanya diberikan untuk Alloh, dan tiada sesuatupun yang disekutukan dengan-Nya dst ("Majmu'ul Fatawa" 1/39).

Maka bagaimana dengan orang yang mengaku mendukung dakwah dan mengatasnamakan langkahnya dengan dakwah tapi dirinya justru mencoreng nama baik Dakwah Islamiyyah Salafiyyah?
Wahb bin Munabbih –rohimahulloh- berkata pada ‘Atho Al Khurosaniy: “Dulu para ulama sebelum kita merasa cukup dengan ilmu mereka dari dunia orang lain. Dulu mereka tidak menoleh kepada dunia mereka. Makanya ahli dunia mencurahkan dunianya untuk ulama tadi karena berhasrat mendapatkan ilmu mereka. Sekarang jadilah ulama dari kalangan kita mencurahkan ilmu mereka kepada ahlu dunia karena berhasrat kepada dunia mereka. Maka jadilah ahlu dunia telah merasa tidak butuh kepada ilmu mereka karena melihat jeleknya posisinya di sisi mereka. Maka hindarilah olehmu pintu-pintu para penguasa, karena sungguh ada fitnah di pintu-pintu mereka, bagaikan tempat mendekamnya onta. Tidaklah kamu mengambil dunia mereka sedikitpun kecuali mereka akan mengambil semisalnya dari agamamu.” (“Asy Syari’ah”/oleh Al Imam Al Ajurriy –rohimahulloh-/no. 70).
Lalu Al Imam Al Ajurriy –rohimahulloh- berkata:

“Jika dulunya ditakutkan pada para ulama pada zaman itu untuk terfitnah dengan dunia, maka bagaimana dugaanmu pada zaman kita ini? Wallohul musta’an, alangkah besarnya fitnah yang menimpa ulama dalam keadaan mereka melalaikannya.”
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah –rohimahulloh- berkata: “Hadits-hadits telah mutawatir bahwasanya Nabi –shollallohu 'alaihi wasallam- mengharomkan minta-minta pada manusia kecuali di saat darurat.” (“Majmu’ul Fatawa”/8/hal. 316).

Al Imam Al Hafizh Ibnul Qoththon Al Fasiy –rohimahulloh- berkata: “Para ulama telah sepakat bahwasanya meminta-minta itu harom.” (“Al Iqna’ Fi Masailil Ijma’”/7/3/hal. 397).
Dan mengemis atas nama dakwah sudah menjadi sifat kebanyakan hizbiyyun, bukan sifat Ahlussunnah Wal Jama’ah. Al Imam Al Wadi’iy –rohimahulloh- berkata: “Sebenarnya mereka itu sungguh telah memperburuk citra dakwah –sampai ucapan beliau:- niat-niat telah menjadi jelek karena dunia. Dulu orang-orang propinsi Ibb mendatangiku dan berkata: “Wahai Abu Abdirrohman, katakanlah pada Al Ustadz Muhammad Al Mahdi agar mau duduk untuk kami di masjid dan mengajari kami ilmu.” Dulu aku berbaik sangka padanya. Demikian pula mereka berbaik sangka padanya. Kukatakan padanya yang demikian itu tapi dia menolak. Kami tidak tahu bahwasany dirinya itu gemar bepergian demi mengumpulkan dinar-dinar dan harta. Tidaklah kamu dengar berita tentang dirinya kecuali dia itu sudah ada di Negara Qothor, terkadang di Saudi, dan suatu kali di Amerika. –sampai ucapan beliau:- lalu datanglah ‘Aqil (Al Maqthoriy) dan berkata: Rosululloh –shollallohu 'alaihi wasallam- bersabda: “Aku dan pengasuh anak yatim bagaikan kedua jari ini.” Dan datang Muhammad Al Mahdi dan berkata: “Dan kebaikan apapun yang kalian lakukan untuk diri kalian sendiri, kalian akan mendapatkannya di sisi Alloh.” Dan lihatlah majalah pengemis: Majalah “Al Furqon”. Apakah kalian mendapatkan edisi yang di situ tidak ada sikap mengemis?” (lihat lengkap di “Tuhfatul Mujib”/hal. 75-79).

Bab Empat: Meminta-minta Atas Nama Agama, Padahal Diri Sendiri Akan Turut Menikmati Keuntungan Merupakan Gaya Hizbiyyin
Keadaan sebagian hizbiyyin itu seperti yang diucapkan Al Imam Al Wadi’iy –rohimahulloh-: “… dan khususnya jika engkau adalah seorang pedagang, maka dia siap untuk mengambil sorbannya dan menghapus debu yang ada di kedua sandalmu. Atau jika kamu punya sedikit kekuasaan, atau kamu adalah seorang pemimpin yang diikuti, maka mereka siap untuk membuntutimu sampai bisa merekrutmu dan menjaringmu.” (“Tuhfatul Mujib”/hal. 151).

Di antara metode dakwah yang batil adalah meminta-minta setelah ceramah. Ini merupakan gaya hizbiyyin dan beberapa kelompok ahlul bida'. Sudah banyak fatwa Imam Al Wadi'iy -rohimahulloh- tentang hal itu. Beliau pernah ditanya: "Ada seseorang yang datang ke Amerika dan menisbatkan dirinya kepada Ahlussunnah. Di antara mereka adalah 'Aqil Al Maqthory. Dia berkhothbah di beberapa masjid, dan setelah itu dia berdiri untuk mengumpulkan sumbangan buat jam'iyyah. Maka apa hukum perbuatan itu?
Maka beliau menjawab: "Dakwah Ikhwanul Muslimin adalah dakwah materiil keduniaan, untuk mengumpulkan harta. Pernah pada suatu hari kami keluar untuk berdakwah, dan keluarlah bersama kami Abdulloh An Nahmy -rohimahulloh- -beliau telah terbunuh di Afganistan- dan juga Abdul Wahhab besan Hizam Al Bahluly. Dan mereka berkata,"Kami akan meminta sumbangan. Maka kami berkata,"Ini bukanlah alamat Ahlussunnah." dst ("Tuhfatul Mujib" hal. 75 dst)

Al Imam Al Wadi'i rohimahulloh berkata dalam masalah minta-minta: "Dan bukanlah kami mendakwahi manusia untuk mengambil harta mereka. Kalaupun engkau pergi ke negri manapun dari negri-negri Islam engkau tak akan melihat seorang sunni yang berdiri dan memberikan nasihat kepada manusia hingga membikin mereka menangis, lalu setelah itu dia menggelar sorbannya di pintu ("Tuhfatul Mujib" hal. 75-76).

Beliau rohimahulloh juga berkata: “Telah mengabariku seorang saudara yang datang dari Amerika bahwasanya mereka itu (tokoh-tokoh hizbiyyun yang tersebut sebelumnya) berkeliling di Amerika, menyampaikan ceramah-ceramah dan berkata (Menyebut sabda Rosululloh –shollallohu 'alaihi wasallam-): “Aku dan pengasuh anak yatim bagaikan kedua jari ini.” Maka seseorang berdiri menghadap mereka -dan dia menginginkan pengumpulan bantuan buat Bosnia dan Herzegovina- seraya berkata pada mereka, “Pengasuh yatim adalah orang yang benar-benar mengasuhnya, bukan orang yang mengemis.” Maka terjadilah pertengkaran di antara mereka karena dunia. Dakwah jika dimasuki hasrat-hasrat duniawi itu kecil barokahnya. (Alloh ta’ala berfirman yang artinya:) “Ketahuilah: Hanya milik Alloh sajalah agama yang murni.” Dan berfirman: “Dan tidaklah mereka diperintahkan kecuali agar mereka beribadah kepada Alloh dalam keadaan memurnikan agama kepada-Nya.” (“Tuhfatul Mujib”/hal. 147).

Masjid adalah rumah Alloh ta’ala yang di situ wajib para hamba mengagungkan Alloh ta’ala, dan memuliakan agama-Nya. Adapun mempergunakan masjid untuk sarana mengemis dan agar dakwah itu dikasihani, maka ini merupakan pelanggaran dari tujuan di atas.
Al Imam Al Khollal meriwayatkan dari Al Imam Ahmad bin Hanbal rohimahulloh, bahwasanya beliau sholat di suatu masjid, lalu bangkitlah seorang peminta-minta mengemukakan permintaannya. Maka Abu Abdillah (Ahmad bin Hanbal) berkata: “Keluarkanlah dia dari masjid, orang ini telah berdusta atas nama Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam.” (“Al Adabusy Syar’iyyah”/Ibnu Muflih/2/hal. 159).
Imam Al Wadi'iy -rohimahulloh- di antara fatwanya adalah: "Ambil saja oleh kalian pengeras suara dan keluarlah ke jalan-jalan. Adapun rumah-rumah Alloh, maka dia itu dibangun untuk dzikrulloh, dan bukan dibangun untuk mengemis. Dan aku katakan: Orang ini, yang berdiri di masjid untuk mengemis dia harus dikeluarkan dari masjid" dst ("Ghorotul Asyrithoh" 1/536-537)

ﻭﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﺃﻋﻠﻢ ﺑﺎﻟﺼﻮﺍﺏ، ﻭﺍﻟﺤﻤﺪ ﻟﻠﻪ ﺭﺏ ﺍﻟﻌﺎﻟﻤﻴﻦ .

Faedah dari Asy Syaikh Abu Fairuz Abdurrohman bin Soekojo Al Indonesiy Aljawiy Al Qudsiy حَفِظَهُ اللّٰه di majmu'ah غربة السنة

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hukum Belajar Di Jami'ah Islamiyyah Madinah

Menanggapi akan makruh nya istri memakai celana dalam

Berqurban Sesuai Dengan Sunnah Rosulullooh ﷺ