Menuntut Ilmu Jangan di Jadikan Sebagai Suatu Sambilan

🍃 Menuntut ilmu jangan jadikan sebagai suatu sambilan, tapi butuh
pengorbanan, kesabaran serta kesungguhan.

┈┉┅━❀🍃🌹🍃❀━┅┉┈

Seorang penuntut ilmu butuh kesabaran dalam memahami suatu ilmu , dan jangan gampang berputus asa karena sulitnya memahami ilmu tersebut,dan lihatlah bagaiamana imam Ahmad rohiamhullooh hanya khusus pembahasan haid, butuh waktu untuk memahaminya selama 9 tahun, toh apalagi tingkat pemahaman, kecerdasan, dan kekuatan hafalan kita sangat jauh
dibandingkan dengan beliau Rohimahullooh.

🖊Berkata Muhammad bin Ibrohim al-maasat’wiy Rohimahullooh , saya mendengarkan imam Ahmad bin Hambal rahimahullah, beliau berkata:

   كنت وفى بعضها : كتبت وفى بعضها مكثت في كتاب الحيض تسع سنين حتى فهمته

Dulu saya, dan pada sebagian riwayat : saya menulis, dan pada sebagian riwayat : aku mendiami (mempelajari) pembahasan haid selama sembilan tahun, hingga  aku dapat memahaminya. "

📚 lihat Dzail thobabaqat 1/135.

Dan ada atsar yang telah dikeluarkan oleh Imam Muslim, dalam kitab Shahih-nya Beliau mengatakan,

حدثنا يحيى بن يحيى التميمي قال: أخبرنا عبد الله بن يحيى بن أبي كثير
قال: سمعت أبي يقول: « لا يستطاع العلم براحة الجسم .

Yahya bin Yahya at-Tamimi telah menceritakan  kepada kami, dia berkata : Abdullah bin Yahya bin Abi Katsir mengkhabarkan pada kami, dia berkata : Saya mendengar ayahku (yahya bin abi katsir) berkata, “Ilmu tidak akan diperoleh dengan badan yang santai”. Lihat  Awqoot ash-Shalah nomor 612.

🖊Berkata Imam an-Nawawi rohimahullooh :

قوله عن يحيى بن أبي كثير قال: « لا يستطاع العلم براحة الجسم » جرت عادة الفضلاء بالسؤال عن إدخال مسلم هذه الحكاية عن يحيى مع أنه لا يذكر في كتابه إلا أحاديث النبي صلى الله عليه وسلم محضة ، مع أن هذه الحكاية لا تتعلق بأحاديث مواقيت الصلاة ، فكيف أدخلها بينها ؟

“Mengenai perkataan dari Yahya bin Abi Katsir, “Ilmu tidak akan diperoleh dengan badan yang santai”, telah berlalu kebiasaan para ulama akan timbul pertanyaan, apa yang mendorong imam Muslim memasukkan
perkataan Yahya bin Abi Katsir  ke dalam shohih muslim, padahal beliau tidak menyebutkan  di dalam kitab shohih muslim kecuali hadits-hadits yang berasal dari nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lagipula, perkataan Yahya bin abi katsir ini tidaklah berkaitan dengan hadits-hadits yang membicarakan  waktu waktu shalat. Maka bagaimana beliau bisa  menyisipkan perkataan
ini di antara hadits hadits tentang waktu sholat?

📚 lihat dalam Syarh
Shahih Muslim 5/113.

🖊Al Qadli bin ‘Iyadl rahimahullah meriwayatkan dari salah seorang imam bahwa dia berkata,

سببه أن مسلما ـ رحمه الله تعالى ـ أعجبه حسن سياق هذه الطرق التي ذكرها لحديث عبد الله بن عمرو ، وكثرة فوائدها، وتلخيص مقاصدها، وما اشتملت عليه من الفوائد في الأحكام، وغيرها، ولا نعلم أحدا شاركه فيها ، فلما رأى ذلك أراد أن ينبه من رغب في تحصيل الرتبة التي ينال بها معرفة مثل هذا، فقال: طريقه أن يكثر اشتغاله، وإتعابه جسمه في الاعتناء بتحصيل
العلم . هذا شرح ما حكاه القاضي.وانظر: إكمال إكمال المعلم 2/302.
“Sebab yang mendorong imam Muslim Rahimahullah melakukan hal itu adalah  beliau merasa takjub akan keindahan konteks berbagai jalur periwayatan yang beliau sebutkan untuk hadits ‘Abdullah bin ‘Amr(tentang penjelasan waktu waktu sholat). Beliau takjub akan faedahnya yang banyak, tujuannya yang ringkas, berbagai faidah hukum yang dimiliki, dan yang selainnya. Kami tidak mengetahui seorangpun melakukan hal yang sama dengan beliau dalam hal ini. Maka tatkala beliau melihat hal tersebut, beliau ingin menekankan
kepada siapapun yang ingin memperoleh martabat yang dengannya ia dapat mencapai pengetahuan semisal itu, maka beliau berkata bahwa jalannya
adalah dengan banyak menyibukkan dan meletihkan diri untuk serius memperoleh ilmu.Inilah penjelasan yang dibawakan oleh al-Qadli.

📚Lihat Ikmal Ikmali al-Mu’allim 2/302.

🖊Imam Syafi’i rahimahullah berkata,

لا يطلب هذا العلم من يطلبه بالتملل وغنى النفس فيفلح، ولكن من طلبه بذلة النفس، وضيق العيش، وخدمة العلم، أفلح

"Tidak akan mendapatkan ilmu ini orang yang menuntutnya, apabila dia merasa bosan , dan  seakan-akan jiwa tidak membutuhkannya kemudian ia menjadi beruntung, akan tetapi yang menuntutnya   dengan mencurahkan dir

i (dengan penuh perjuangan), dan  merasakan kesempitan hidup dan memberikan pelayanan untuk ilmu, maka ia akan beruntung.”

📚Lihat Tadribur Rawi 2/584, dan Al-Madkhal karya Al-Baihaqi; no: 513.

Dan perhatikanlah bagaimana keadaan para ulama terdahulu, yang betul_betul memanfaatkan waktu sampai tidak sempat makan, karena waktu bagi mereka itu  berharga.

🖊Abdurrahman bin Abu Zur’ah berkata, saya mendengar ayahku berkata,

بقيت بالبصرة في سنة أربع عشرة ومائتين ثمانية أشهر وكان في نفسي أن أقيم سنة فانقطع نفقتي فجعلت أبيع ثياب بدني شيئا بعد شيء حتى بقيت بلا نفقة ومضيت أطوف مع صديق لي إلى المشيخة وأسمع منهم إلى المساء فانصرف رفيقي ورجعت إلى بيت خال فجعلت أشرب الماء من الجوع ثم أصبحت من الغد وغدا علي
رفيقي فجعلت أطوف معه في سماع الحديث على جوع شديد فانصرف عني وانصرفت جائعا  فلما كان من الغد غدا علي فقال مر بنا إلى المشايخ   قلت أنا ضعيف
لا يمكنني قال ما ضعفك قلت لا أكتمك أمري قد مضى يومان ما طعمت فيهما

“Aku menetap di Bashrah pada tahun 214 Hijriyah selama delapan bulan,Dan pada diriku  ingin menetap di sana selama setahun. Namun perbekalanku habis  dan  akupun mulai menjual bajuku sehelai demi sehelai, sampai akhirnya aku menetap di bashrah tidak punya perbekalan
lagi. Dan akupun lewatkan berkeliling pergi bersama temanku kepada para syaikh dan aku mendengarkan ilmu dari mereka  hingga sore hari.
Maka temanku pun pulang, aku pulang ke rumahku dengan tangan hampa dan hanya minum air untuk menutupi rasa laparku. Kemudian aku pun keesokan harinya di pagi hari temanku datang padaku  dan akupun pergi keliling belajar bersamanya untuk mendengar hadits dengan  rasa lapar yang sangat kemudian temanku pulang maka akupun pulang.Maka Keesokan harinya lagi, temanku datang lagi dan mengajakku pergi.Temanku berkata
: jalanlah bersama kami ke para syaikh ? Aku berkata, “aku sangat lemah dan tidak memungkinkanku pergi”. Maka ia berkata, “apa yang membuatmu lemah?”. Aku berkata, “tidak mungkin aku sembunyikan darimu perkaraku, telah berlalu dua hari aku tidak makan.”

📚lihat Siyar A’lam
An-nubala 12/503.

🖊Berkata Imam ‘Abdurrahman bin Abi Hatim rahimahullah :

كنا بمصر سبعة أشهر لم نأكل فيها مرقة كل نهارنا مقسم لمجالس الشيوخ، وبالليل النسخ والمقابلة ، قال: فأتينا يوما أنا ورفيق لي شيخا، فقالوا: هو عليل، فرأينا في طريقنا سمكة أعجبتنا فاشتريناه، فلما صرنا إلى البيت حضر وقت مجلس، فلم يمكنا إصلاحه ومضينا إلى المجلس، فلم نزل حتى أتى عليه ثلاثة أيام ، وكاد أن يتغير ، فأكلناه نيئا، لم يكن لنا فراغ أن نعطيه من يشويه، ثم قال: « لا يستطاع العلم براحة الجسد »

“Dahulu kami berada di Mesir selama 7 bulan tidak pernah makan yang berkuah, karena di siang hari waktu kami terbagi untuk menghadiri majelis para syaikh sedangkan di malam hari waktu kami dipergunakan untuk mencatat dan merevisi.

Beliau melanjutkan, “Suatu hari saya beserta teman mendatangi seorang syaikh, namun orang-orang mengatakan beliau sedang sakit, (sehingga kami pun kembali). Dalam perjalanan kami melihat seekor ikan yang menarik dan kami pun lantas membelinya. Ketika kami sampai di rumah,
ternyata tibalah waktu majelis dibuka dan tidak memungkinkan kami untuk mengolah ikan tersebut, maka kamipun bergegas pergi ke majelis.
Kami senantiasa berada di majelis tersebut dan baru bisa mendatangi ikan tersebut setelah tiga hari kemudian. Ternyata ikan tersebut telah berubah, maka kami pun memakannya mentah-mentah  karena kami tidak memiliki waktu luang untuk meminta orang agar ikan itu bisa dipanggang.Kemudian beliau pun mengatakan, “Ilmu itu tidak bisa diperoleh dengan badan yang santai.”

📚 lihat Siyar A’lam an-Nubala 13/266, Tadkirah al-Huffazh 3/830.

🖊Imam Asy-Syafi’I berkata:

لا يدرك العلم إلا بالصبر على الضر

“Ilmu tidak akan didapat kecuali dengan bersabar atas gangguan.(berupa kelaparan yang sangat dan kemiskinan)”

📚 Al-Faqih wal Mutafaqqih, Al-Khathib Al-Baghdadi, 2/186.

🖊 Imam Ibnul Jauzi berkata :
تأملت عجبًا، وهو أن كل شيء نفيس خطير يطول طريقه، ويكثر التعب في تحصيله. فإن العلم لما كان أشرف الأشياء، لم يحصل إلا بالتعب والسهر والتكرار، وهجر اللذات والراحة، حتى قال بعض الفقهاء: بقيت سنين أشتهي
الهريسة  لا أقدر؛ لأن وقت بيعها وقت سماع الدرس!

“Aku telah merenungkan

sesuatu yang ajaib, yaitu segala sesuatu yang berharga lagi mulia tentu jalannya panjang dan sangat melelahkan dalam
memperolehnya. Jadi, karena ilmu itu adalah sesuatu yang paling mulia tentu tidak akan diperoleh kecuali dengan kelelahan, bergadang dan berulang-ulang, serta meninggalkan kelezatan dan kesantaian.
Sampai-sampai sebagian ahli fikih berkata: ‘Aku telah menetap bertahun-tahun, aku sangat ingin memakan ‘harisah’ ( jenis makanan yang rasanya manis)  tapi tidak bisa, karena waktu penjualannya
bertepatan waktu menyimak pelajaran!’.”

📚 lihat Kitab Shaidul Khathir hal 445.

🖊Berkata al junaid bin muhammad rohimahullooh :

باب كل علم نفيس جليل مفتاحه بذل المجهود
Bab setiap ilmu yang berharga lagi mulia, maka kuncinya adalah
mencurahkan kesungguhan.

📚 lihat Al jami li akhlaaq ar-rowi 2/180.

🖊 Imam Ibnu al-Jauzi juga mengatakan,

اعلم أن الراحة لا تنال بالراحة ، ومعالي الأمور لا تنال بالراحة ، فمن
زرع حصد ، ومن جد وجد

تفانى الرجال على حبها ** وما يحصلون على طائل
“Ketahuilah, sesungguhnya kenikmatan hakiki tidak akan diraih denganbersantai, dan paling mulianya suatu perkara tidaklah dicapai dengan bersantai pula. Barangsiapa menanam dia akan memetik dan barangsiapa
bersungguh-sungguh niscaya dia akan mendapatkan.

Banyak orang yang menghabiskan waktunya di atas kesenangannya, dan akhirnya mereka pun tidak mendapatkan keutamaan yang banyak”.

📚lihat dalam al-adaabus-syariah  1/242.

والحمد لله

✍Di susun oleh :
Abu Hanan As-Suhaily Utsman As-Sandakany

21 Safar 1440 – 30 Oktober 2018

🌾 *من مجموعة نصيحة للنساء* 🌾

Sumber :
https://t.me/Nashihatulinnisa

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hukum Belajar Di Jami'ah Islamiyyah Madinah

Menanggapi akan makruh nya istri memakai celana dalam

Berqurban Sesuai Dengan Sunnah Rosulullooh ﷺ