Udzur Syar'iy Meng-Qadha Shalat



بسم الله الرحمن الرحيم

الحمد لله رب العالمين، والصلاة والسلام على نبينا محمد،
وعلى آله وصحبه أجمعين، ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين

Shalat merupakan salah satu pondasi dari lima pondasi agama ini dan amalan pertama sekali di hisab oleh Allah Ta'aala bahkan menjadi pembeda antara seorang muslim dan kafir. Karena keagungan shalat tersebut maka Allah Ta'aala menjanjikannya mampu mencegah seseorang dari kekejian dan kemungkaran. Yang tentunya pelaksanaannya disertai keikhlasan dan bersesuaian dengan petunjuk Rasulullah ﷺ  lahir dan batin.
Ada hal penting yang harus kita perhatikan dalam rangka memelihara keagungan shalat tersebut, bahwasanya saat seorang muslim meninggalkan shalat wajib maupun sunnah dengan alasan yang tepat berupa udzur syar'iy yang di anggap oleh syari'at ini maka ia boleh meng-qadhanya sebagaimana penunaiannya dan tanpa keraguan sedikitpun keabsahannya disisi Allah Ta'aala. Maka pada kesempatan kali ini penulis akan memaparkan masalah penting tersebut beserta kesalahan
orang dalam memaknakan qadha itu sendiri dalam bentuk tanya jawab, semoga tulisan ini bermanfa'at.

*Pertanyaan 1 : Apa arti meng-qadha shalat itu ?*

*Jawab : Meng-Qadha secara bahasa berasal dari kata قضى - يقضي - قضاء  yang memiliki banyak arti, diantaranya adalah "Memutuskan" (lihat : Al Qamusul Muhith, hal. 1429), dan "Menunaikan dan Menyelesaikan" (lihat Mukhtarush Shihhah, hal. 469), sebagaimana Allah Ta'aala berkata,*

فَٱقْضِ مَآ أَنتَ قَاضٍ ۖ إِنَّمَا تَقْضِى هَٰذِهِ ٱلْحَيَوٰةَ ٱلدُّنْيَآ

"Maka putuskanlah apa yang hendak kamu putuskan. Sesungguhnya kamu hanya akan dapat memutuskan pada
kehidupan di dunia ini saja".
(Q.S. Thaha: 72)

وَقَضَيْنَآ إِلَىٰ بَنِىٓ إِسْرَٰٓءِيلَ فِى ٱلْكِتَٰبِ لَتُفْسِدُنَّ فِى ٱلْأَرْضِ مَرَّتَيْنِ وَلَتَعْلُنَّ عُلُوًّا كَبِيرًا

"Dan telah Kami tetapkan terhadap Bani Israil dalam kitab itu: "Sesungguhnya kamu akam membuat kerusakan di muka bumi ini dua kali dan pasti kamu akan menyombongkan diri dengan kesombongun yang besar".
(Q.S. Al Isra : 4)

Adapun secara istilah fiqih, Al-Qadha biasanya dipergunakan ahli fiqih untuk ibadah-ibadah yang dilakukan diluar waktunya, sedangkan lawannya adalah Al-Ada yaitu penunaian ibadah pada
waktunya, jadi Al-Qadha ini bisa dikatakan sebagai gambaran Al-Ada dan bukan sebenarnya, sebagaimana disebut-sebut,

القضاء يحكي الأداء
"Al-Qadha menggambarkan perihal Al-Ada`".

Bahkan ditegaskan Al Imam Ibnul Qayyim dalam Kitabush Shalah hal. 48, "bahwa
Meng-Qadha merupakan kewajiban dari Allah atas hamba, walaupun pelaksanaanya diluar waktunya, sebagaimana diriwayatkan,

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ : " مَنْ نَسِيَ صَلاةً فَوَقْتُهَا إِذَا ذَكَرَهَا "

Dari Abu Hurairah رضي الله عنه bahwa Nabi ﷺ berkata, "Barangsiapa yang lupa shalat maka waktunya apabila ia ingat".
(H.R. Ad Daruquthniy dan Al Baihaqiy
dan di shahihkan Ibnul Qayyim).

*Pertanyaan 2: Kapan seseorang boleh meng-Qadha shalat ?*

*Jawab : Apabila ia meninggalkan shalat karena udzur syar'iy seperti lupa atau tertidur, berdasarkan hadits*

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ : قَالَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ نَسِيَ الصَّلَاةَ فَلْيُصَلِّهَا إِذَا ذَكَرَهَا، فَإِنَّ اللَّهَ قَالَ { أَقِمِ الصَّلَاةَ لِذِكْرِي }

Dari Abu Hurairah رضي الله عنه ia berkata, Rasulullah ﷺ berkata, "Barangsiapa yang lupa shalat maka laksanakanlah shalat tersebut apabila ia mengingatnya, sesungguhnya Allah Ta'aala berkata : Dan
dirikanlah shalat untuk mengingatku"(Q.S. Thaha : 14)".
(H.R. Muslim).

*Pertanyaan 3 : Apakah diwajibkan pada agama kita meng-Qadha shalat karena lupa atau tertidur tersebut ? Atau sudah dicukupkan menggantikannya dengan kaffarah (tebusannya) saja ?*

*Jawab : Ya, diwajibkankan bagi siapa yang meninggalkan shalat itu karena udzur syar'iy tanpa kesengajaan, dan tidak ada kaffarah apapun sebagai pengganti shalat tersebut, berdasarkan hadits :*

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ : قَالَ نَبِيُّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : " مَنْ نَسِيَ صَلَاةً، أَوْ نَامَ عَنْهَا، فَكَفَّارَتُهَا أَنْ يُصَلِّيَهَا إِذَا ذَكَرَهَا "

Dari Anas bin Malik رضي الله عنه ia berkata Nabyullah ﷺ, ia berkata, "Barangsiapa yang lupa shalat atau tertidur darinya maka kaffarahnya (tebusannya) melaksanakan
shalat tersebut apabila ia mengingatnya".(H.R.Muslim).

Juga berdasarkan hadits :

عَنْ أَبِي قَتَادَةَ قَالَ : قَالَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْسَ فِي النَّوْمِ تَفْرِيطٌ، فَإِذَا نَسِيَ أَحَدُكُمْ صَلَاةً أَوْ نَامَ عَنْهَا، فَلْيُصَلِّهَا إِذَا ذَكَرَهَا، لَا كَفَّارَةَ لَهَا إِلَّا ذَلِكَ

Dari Abu Qatadah رضي الله عنه ia berkata, Rasulullah ﷺ berkata : "Tidur itu bukanlah kelalaian, jika salah seorang dari kalian lupa shalat atau tertidur darinya maka hendaklah ia melaksanakan shalat tersebut apabila ia mengingatnya, tidak ada kaffarah apapun untuk shalatnya kecuali pelaksanaannya".
(H.R.Muslim)

Namun bila ia telah meninggal maka tidak ada tuntutan Qadha atau bentuk kaffarah apapun yang wajib baginya sebagai penebusnya. Al Imam Asy Syaukaniy berkata di dalam Nailul Authar, (2/66) : "Bahwasanya siapa yang telah meninggal dan masih berada pada kewajiban shalatnya maka tidak diwajibkan baginya
meng-Qadha-nya kembali dan juga sekaligus tidak dituntut untuk memberi makanan atau bersedekah apapun, hal ini berdasarkan lafadz, "لَا كَفَّارَةَ لَهَا إِلَّا ذَلِكَ".

*Pertanyaan 4 : Apa hukumnya meng-Qadha shalat yang ditinggalkan dengan sengaja atau tanpa udzur ?*

*Jawab : Permasalahan ini merupakan perkara yang diperselisihan ahlul ilmi sehingga mereka menjadi dua golongan dalam hal ini.*

*Golongan pertama : Wajib meng-Qadha shalat yang ditinggalkan sengaja atau tidak sengaja sebagaimana pendapat Abu Hanifah, Malik bin Anas, Asy Syafi'iy, Ahmad bin Hanbal dan lainnya.*

*Alasan-alasan mereka yang menunjukkan hal tersebut adalah :*

1. Tatkala Nabi ﷺ perintahkan orang yang tertidur dan lupa yang tidak sengaja bermaksiat dengan meninggalkan shalat serta berudzur untuk meng-Qadha shalat
maka sudah tentu yang sengaja bermaksiat meninggalkan shalat tanpa udzur lebih utama lagi untuk meng-Qadha shalat.

2. Kata "Lupa" didalam hadits Anas bin Malik: "Barangsiapa yang lupa shalat.", menunjukkan "Lupa dengan Meninggalkan dengan sengaja". Sebagaimana ayat,
نَسُوا۟ ٱللَّهَ فَنَسِيَهُمْ ۗ
"Maka tatkala mereka lupa (Meninggalkan ketaatan dengan sengaja) maka Allah melupakan mereka" (Q.S. At Taubah : 67)

3. Rasulullah ﷺ  berkata di dalam haditsnya,

دَيْنُ اللَّهِ أَحَقُّ أَنْ يُقْضَى

"Hutang kepada Allah lebih berhak untuk ditunaikan".
(H.R. Al Bukhariy dan Muslim)

4. Dari Abdullah bin Umar رضي الله عنه ia berkata :

قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَنَا لَمَّا رَجَعَ مِنَ الْأَحْزَابِ : " لَا يُصَلِّيَنَّ أَحَدٌ الْعَصْرَ إِلَّا فِي بَنِي قُرَيْظَةَ ". فَأَدْرَكَ بَعْضَهُمُ الْعَصْرُ فِي الطَّرِيقِ، فَقَالَ بَعْضُهُمْ : لَا نُصَلِّي حَتَّى نَأْتِيَهَا، وَقَالَ بَعْضُهُمْ : بَلْ نُصَلِّي ؛ لَمْ يُرَدْ مِنَّا. ذَلِكَ فَذُكِرَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمْ يُعَنِّفْ وَاحِدًا مِنْهُمْ.

"Rasulullah ﷺ telah berkata pada kami tatkala beliau kembali dari peperangan Al Ahzab (Khandaq); "Tidak ada seorangpun yang melaksanakan shalat ashar hingga tiba di Bani Quraidzah", lalu sebagian sahabat Nabi ada yang bertepatan berada
pada waktu Ashar di jalan, maka sebagian mereka mengatakan "kita tidak melaksanakan Ashar ini hingga kita sampai tempat", namun sebagiannya mengatakan "bahkan kita harus melaksanakan Ashar ini, karena beliau tidak memaksudkan dari kita hal itu". Maka tatkala diceritakan pada Nabi peristiwa tersebut Nabipun tidak mencela siapapun dari mereka".
(H.R. Al Bukhariy dan Muslim)
Begitu juga hadits Jabir رضي الله عنه :

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ يَوْمَ الْخَنْدَقِ جَعَلَ يَسُبُّ كُفَّارَ قُرَيْشٍ. وَقَالَ : يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَاللَّهِ مَا كِدْتُ أَنْ أُصَلِّيَ الْعَصْرَ حَتَّى كَادَتْ أَنْ تَغْرُبَ الشَّمْسُ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : " فَوَاللَّهِ إِنْ صَلَّيْتُهَا "، فَنَزَلْنَا إِلَى بُطْحَانَ، فَتَوَضَّأَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَتَوَضَّأْنَا، فَصَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْعَصْرَ بَعْدَمَا غَرَبَتِ الشَّمْسُ، ثُمَّ صَلَّى بَعْدَهَا الْمَغْرِبَ.

"Dari Jabir رضي الله عنه : Bahwa Umar bin Al Khaththab رضي الله عنه pada hari
peperangan Khandaq sangat mencela orang-orang kafir Quraisy dan berkata: "Ya Rasulullah, Demi Allah, sampai saat ini aku belum melaksanakan shalat Ashar dan mataharipun hampir tenggelam". Lalu Rasulullah ﷺ berkata: "Demi Allah, akupun
belum melaksanakannya". Maka kami turun menuju Bathhan, lalu Rasulullah ﷺ berwudhu dan kamipun berwudhu', kemudian Rasulullah ﷺ melaksanakan shalat Ashar setelah terbenam matahari dan kemudian melaksanakan shalat Maghrib". (H.R. Muslim)

*Golongan kedua : Tidak boleh meng-Qadha shalat yang sengaja ditinggalkan, sebagaimana pendapat
Ibnu Hazm, Ibnu Taimiyyah, Ibnul Qayyyim, Asy Syaukaniy, Ibnul Utsaimin dan lainnya.*

*Adapun dalil-dalil yang menunjukkan hal tersebut adalah :*

1. Allah Ta'aala berkata:

إِنَّ ٱلصَّلَوٰةَ كَانَتْ عَلَى ٱلْمُؤْمِنِينَ كِتَٰبًا مَّوْقُوتًا

Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang telah ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman".
(Q.S. An Nisa' : 103)

2. Rasulullah ﷺ berkata dalam haditsnya :

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ : قَالَ نَبِيُّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : " مَنْ نَسِيَ صَلَاةً، أَوْ نَامَ عَنْهَا، فَكَفَّارَتُهَا أَنْ يُصَلِّيَهَا إِذَا ذَكَرَهَا ".

Dari Anas bin Malik رضي الله عنه dari Nabiyullah ﷺ, beliau berkata, "Barangsiapa yang lupa shalat atau tertidur darinya maka kaffarahnya (tebusannya)
melaksanakan shalat tersebut apabila ia mengingatnya".
(H.R.Muslim).

3. Lupa dan kesalahan merupakan udzur syar'iy. Sebagaimana dalil berikut ini :

عَنْ عَائِشَةَ ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ : " رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلَاثٍ : عَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ، وَعَنِ الصَّغِيرِ حَتَّى يَكْبَرَ، وَعَنِ الْمَجْنُونِ حَتَّى يَعْقِلَ أَوْ يَفِيقَ "

Dari Aisyah رضي الله عنه dari Nabi ﷺ, beliau berkata, "Telah terangkat pena bagi yang tertidur hingga terbangun dan anak kecil hingga dewasa dan orang gila hingga berakal atau sadar".
(HR. An Nasa`iy, hadits shahih)

عَنْ أَبِي ذَرٍّ الْغِفَارِيِّ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : " إِنَّ اللَّهَ قَدْ تَجَاوَزَ عَنْ أُمَّتِي الْخَطَأَ، وَالنِّسْيَانَ، وَمَا اسْتُكْرِهُوا عَلَيْهِ ".

Dari Abi Dzar Al Ghifariy رضي الله عنه dari Nabi ﷺ, beliau berkata, "Sesungguhnya Allah memaafkan dari ummatku dari kesalahan dan lupa serta keterpaksaan. (H.R. Ibnu Majah, di shahihkan Al Albaniy)

4. Adapun alasan pertama mereka bahwa yang sengaja meninggalkan shalat tanpa udzur dan bermaksiat itu lebih utama meng-Qadha shalat adalah alasan yang tidak tepat, karena seorang yang tertidur atau lupa lalu melaksanakan shalat ketika bangun diluar waktunya itu jelas tidak sama dengan pelaku maksiat dengan kesengajaan dan berdosa. Juga karena yang pertama itu orang taat, lagi pula merupakan udzur jelas baginya diluar batas kemampuannya saat itu, dan Allah tidak membebankan perintah satu jiwapun melainkan diatas kemampuannya. Allah Ta'aala berkata,

لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلا وُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلا تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلانَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ

"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. ia mendapat pahala
(dari kebaikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (mereka berdoa): "Ya Rabb Kami, janganlah Engkau hukum Kami jika Kami lupa atau Kami tersalah. Ya Rabb Kami, janganlah Engkau bebankan kepada Kami beban yang berat sehagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Rabb Kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami, ampunilah kami, dan rahmatilah
kami. Engkaulah penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir."
(Q.S. Al Baqarah : 286)

5. Dan alasan kedua mereka pada pemaknaan "lupa" sebagai "Meninggalkan dengan sengaja" adalah sebuah kekeliruan. Karena kalimat "فليصليها إذا ذكرها" (maka laksanakanlah shalat
tersebut apabila ia mengingatnya) menunjukkan kejelasan kepada yang mengalami "lupa yang melalaikan tanpa kesengajaan", bila tidak demiklan maka tidak ada faedahnya kalimat
"إذا ذكره"
"apabila ia mengingatnya".
Apalagi kata "lupa" bila bergandengan dengan kata "ingat" dalam satu kalimat maka ditentukan hanya bermakna "lupa yang melalaikan tanpa kesengajaan" seperti Allah Ta'aala katakan,

وَٱذْكُر رَّبَّكَ إِذَا نَسِيتَ

"Dan ingatlah Rabbmu jika kamu lupa"
(Al Kahf : 24), juga Nabi ﷺ  berkata :

إذا نسيت فاذكروني

"Apabila aku lupa maka ingatkanlah aku"
(H.R. Al Bukhariy dan Muslim)

6. Adapun alasan ketiga mereka bahwa Nabi ﷺ  berkata : "Hutang kepada Allah lebih berhak untuk ditunaikan".
(H.R. Al Bukhariy dan Muslim), juga tidak tepat. Karena seorang yang tertidur atau lupa waktu shalat yang harus ditunaikannya pada waktunya telah terlewatkan dan sudah tentu shalat yang akan dilakukan(Qadha) keluar dari penunaiannya sebenarnya, sebab Al Ada (penunaian) shalat sebenarnya telah ditentukan Allah Ta'aala waktunya sesuai dengan sifat-sifat yang telah disyari'atkan pula sebagaimana yang telah diketahui bersama. Oleh karena itu pengkiasan untuk membolehkan Qadha shalat kapanpun dengan puasa nazar atau haji tidak tepat.

7. Dan adapun alasan keempat mereka dengan peristiwa yang terjadi pada peperangan Khandaq juga bukan pada tempatnya, karena tidak mungkin disamakan orang-orang taat pada Nabi ﷺ dengan orang-orang yang bermaksiat pada Allah dan RasulNya dengan sengaja meninggalkan shalat, Allah Ta'aala berkata :

أَفَمَنْ كَانَ مُؤْمِنًا كَمَنْ كَانَ فَاسِقًا ۚ لَا يَسْتَوُونَ

Apakah orang-orang beriman itu sama denga. orang-orang yang fasik? mereka tidak sama".
(Q.S. As Sajadah : 18)

أَمْ حَسِبَ الَّذِينَ اجْتَرَحُوا السَّيِّئَاتِ أَنْ نَجْعَلَهُمْ كَالَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ سَوَاءً مَحْيَاهُمْ وَمَمَاتُهُمْ ۚ سَاءَ مَا يَحْكُمُونَ

"Apakah orang-orang yang membuat kejahatan itu menyangka bahwa Kami akan menjadikan mereka seperti orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh, Yaitu sama antara kehidupan dan kematian mereka? Amat buruklah apa yang mereka sangka itu".
(Q.S. Al Jatsiyah : 21)

Dan apalagi hukum yang terkandung didalam hadits itu untuk boleh mengakhirkan shalat sudah mansukh dengan disyari'atkan shalat Khauf, jadi tidak boleh digunakan lagi tentunya. Sebagaimana hadits Abu Sa'id Al Khudriy yang diriwayatkan oleh An Nasaiy dan
Ahmad dan Ad Darimiy. Demikianlah dikatakan Al Imam Ibnul Qayyim didalam Kitabush Shalah hal. 69 dan Asy Syaukaniy didalam Nailul Authar (2/69).

*Dengan uraian masing-masing golongan ini bersama alasan-alasan mereka sangat jelas bagi kita bahwa alasan-alasan golongan kedua lebih kuat, dan pendapat inilah yang benar. Walhamdulillah.*

*Pertanyaan 5 : Apakah diwajibkan bersegera untuk meng-Qadha shalat bagi yang terbangun dari tidurnya atau ingat setelah lupa atau apakah boleh menunda-nunda pelaksanaannya ?*

*Jawab : Para ulama dalam masalah ini juga menjadi dua golongan:*

*Golongan pertama: Tidak diwajibkan bersegera untuk meng-Qadha shalat sebagaimana pendapat Imam Asy Syafi'iy, berdasarkan hadits Abu Hurairah رضي الله عنه, ia berkata :*

عَرَّسْنَا مَعَ نَبِيِّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمْ نَسْتَيْقِظْ حَتَّى طَلَعَتِ الشَّمْسُ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : " لِيَأْخُذْ كُلُّ رَجُلٍ بِرَأْسِ رَاحِلَتِهِ، فَإِنَّ هَذَا مَنْزِلٌ حَضَرَنَا فِيهِ الشَّيْطَانُ ". قَالَ : فَفَعَلْنَا، ثُمَّ دَعَا بِالْمَاءِ فَتَوَضَّأَ، ثُمَّ سَجَدَ سَجْدَتَيْنِ. وَقَالَ يَعْقُوبُ : ثُمَّ صَلَّى سَجْدَتَيْنِ، ثُمَّ أُقِيمَتِ الصَّلَاةُ، فَصَلَّى الْغَدَاةَ.

"Kami pernah bermalam di tepi jalan bersama Nabi ﷺ, lalu kami tidak terbangun saat itu hingga matahari telah terbit, maka Nabi ﷺ  berkata, Masing-masing kalian hendaklah menunggangi tunggangannya kembali, sesungguhnya tempat kita
ini ada Syaithan" lalu kami melakukannya, kemudian beliau meminta air lalu berwudhu, kemudian melaksanakan shalat dua raka'at, kemudian dikumandangkan penegakan shalat lalu, beliau melaksanakan shalat shubuh.
(H.R. Muslim)

Pada ucapan Nabi ﷺ, "Masing-masing kalian hendaklah menunggangi tunggangannya kembali, sesungguhnya tempat kita ini ada Syaithan" lalu kami
melakukannya...", telah dikuatkan juga didalam riwayat Muslim dari sahabat Abu Qatadah رضي الله عنه, ia berkata, Nabi ﷺ berkata,"Naiklah tunggangan
kalian" lalu kami menaikinya dan pergi, Menunjukkan tidak diwajibkan bersegera untuk meng-Qadha shalat.

*Golongan Kedua : Diwajibkan bersegera untuk meng-Qadha shalat sebagaimana pendapat Abu Hanifah, Malik, Ahmad, An Nakha'iy, Az Zuhriy, Yahya bin Sa'id berdasarkan hadits,*

مَنْ نَسِيَ الصَّلَاةَ فَلْيُصَلِّهَا إِذَا ذَكَرَهَا، فَإِنَّ اللَّهَ قَالَ { أَقِمِ الصَّلَاةَ لِذِكْرِي }  طه : 14

Dari Abu Hurairah رضي الله عنه ia berkata, Rasulullah ﷺ berkata, "Barangsiapa yang lupa shalat maka laksanakanlah shalat tersebut apabila ia mengingatnya, sesungguhnya Allah Ta'aala berkata :
"Dan dirikanlah shalat untuk mengingatku"
(Q.S.Thaha : 14).
(H.R.Muslim).

عَنْ أَبِي قَتَادَةَ قَالَ : قَالَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْسَ فِي النَّوْمِ تَفْرِيطٌ، فَإِذَا نَسِيَ أَحَدُكُمْ صَلَاةً أَوْ نَامَ عَنْهَا، فَلْيُصَلِّهَا إِذَا ذَكَرَهَا، لَا كَفَّارَةَ لَهَا إِلَّا ذَلِكَ

Dari Abu Qatadah رضي الله عنه ia berkata, Rasulullah ﷺ berkata : "Tidur itu bukanlah kelalaian, jika salah seorang dari kalian lupa shalat atau tertidur darinya maka hendaklah ia melaksanakan shalat tersebut apabila ia mengingatnya, tidak ada kaffarah apapun untuk shalatnya kecuali pelaksanaannya".
(H.R.Muslim)

Didalam hadits-hadits ini dan semisalnya terdapat lafadz "إذا ذكرها" (apabila ia mengingatnya) yang jelas menunjukkan kepada kewajiban bersegera meng-Qadha shalat. Adapun hadits yang dijadikan golongan pertama sebagai dalil yang menunjukkan tidak diwajibkan bersegera meng-Qadha shalat tidak tepat, karena perpindahan mereka dari satu tempat
ketempat lainnya hanya menunjukkan penundaan sedikit yang tidak terjadi peremehan dan bermalas-malasan untuk meng-Qadha shalat tersebut, apalagi dalam rangka menyempurnakan sifat-sifat shalat dan kenyamanan shalat itu sendiri seperti mencari tempat yang nyaman, menunggu muslimun yang akan bersama-sama berjama'ah dan sebagainya yang sangat dianjurkan, lalu
bagaimana mungkin dijadikan penundaan sesaat ini sebagai alasan untuk kebolehan mengakhirkan shalat bahkan hingga bertahun-tahun lamanya?!

*Pertanyaan 6 : Apakah meng-Qadha shalat berlaku pada shalat sunnah juga?*

*Jawab : Ya, berlaku juga pada shalat sunnah, seperti shalat sunnah rawatib, shalat sunnah Tahajjud. Dan rincian dalilnya sebagaimana berikut :*

Qabliyah Shubuh yang di Qadha setelah terbit matahari
Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam sebuah hadits panjang dari sahabat Abu Qatadah رضي الله عنه yang menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah ketiduran dari waktu shalat shubuh. Beliau tidak bangun melainkan ketika matahari menyengat punggungnya. Lalu Bilal mengumandangkan adzan shalat kemudian Nabi melaksanakan shalat
Sunnah Qabliyah dua rakaat terlebih dahulu lalu melaksanakan shalat shubuh berjama'ah. Beliau melakukan hal itu sebagaimana yang biasa beliau lakukan.

Qabliyah Dzuhur 4 raka'at yang di Qadha setelah shalat Dzuhur

عَائِشَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا لَمْ يُصَلِّ أَرْبَعًا قَبْلَ الظُّهْرِ صَلَّاهُنَّ بَعْدَهَا

Dari Aisyah رضي الله عنه bahwa Rasulullah ﷺ bila belum melaksanakan shalat empat rakaat sebelum dzuhur maka beliau laksanakan setelah shalat dzuhur".
(H.R. Ibnu Abi Syaibah, Ibnu Majah, At Tirmidziy dan di shahihkan oleh Al Albaniy رحمه الله)

Ba'diyah Dzuhur yang di Qadha setelah shalat Ashar

عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : يَا بِنْتَ أَبِي أُمَيَّةَ، سَأَلْتِ عَنِ الرَّكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْعَصْرِ وَإِنَّهُ أَتَانِي نَاسٌ مِنْ عَبْدِ الْقَيْسِ فَشَغَلُونِي عَنِ الرَّكْعَتَيْنِ اللَّتَيْنِ بَعْدَ الظُّهْرِ فَهُمَا هَاتَانِ.

"Dari Ummu Salamah رضي الله عنه bahwa Rasulullah ﷺ berkata, "Wahai anak Abu Umayyah ! bukankah engkau telah bertanya tentang dua raka'at setalah Ashar. Sesungguhnya telah datang menemuiku rombongan dari Abdul Qais lalu aku tersibukkan untuk melakukan dua rakaat setelah dzuhur, maka dua rakaat itu kulakukan di waktu ini."
(Muttafaqun 'Alaih)

Qabliyah Ashar (bukan rawatib) yang di Qadha setelah Ashar

عَنْ أَبِي سَلَمَةَ ، أَنَّهُ سَأَلَ عَائِشَةَ عَنِ السَّجْدَتَيْنِ اللَّتَيْنِ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّيهِمَا بَعْدَ الْعَصْرِ. فَقَالَتْ : كَانَ يُصَلِّيهِمَا قَبْلَ الْعَصْرِ، ثُمَّ إِنَّهُ شُغِلَ عَنْهُمَا، أَوْ نَسِيَهُمَا فَصَلَّاهُمَا بَعْدَ الْعَصْرِ

"Dari Abi Salamah رضي الله عنه bahwa ia pernah bertanya pada Aisyah رضي الله عنها
tentang dua raka'at yang dilakukan setelah Ashar. Maka Aisyah berkata bahwa Rasulullah ﷺ mengerjakannya, namun saat itu beliau tersibukkan atau lupa darinya lalu beliau melaksanakan setelah Ashar".
(H.R. Muslim)

Adapun selain sunnah rawatib diatas yang tidak disebutkan seperti Qabliyah dan Ba'diyah Maghrib dan Qabliyah Isya maka sebagian ulama memperbolehkannya pula dengan cara qiyas.

Shalat Witir (Tahajiud) yang di Qadha ketika mengingatnya atau di waktu Dhuha

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : " مَنْ نَامَ عَنْ وِتْرِهِ أَوْ نَسِيَهُ فَلْيُصَلِّهِ إِذَا ذَكَرَهُ "

Dari Abi Sa'id Al Khudriy رضي الله عنه bahwa Nabi ﷺ berkata, "Barangsiapa yang tidur  atau lupa shalat witirnya maka waktunya apabila ia mengingatnya".
(H.R. Abu Daud dan dishahihkan oleh Syaikh Muqbil didalam Al Jami'ush Shahih (2/168).
dari Aisyah رضي الله عنها ia menceritakan,

وَكَانَ إِذَا غَلَبَهُ نَوْمٌ أَوْ وَجَعٌ عَنْ قِيَامِ اللَّيْلِ صَلَّى مِنَ النَّهَارِ ثِنْتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً

Apabila Rasullullah ﷺ ingin melaksanakan shalat malam namun ia merasakan sangat mengantuk atau sakit maka ia lakukan pada siangnya 12 raka'at.
(H.R. Muslim)

*Pertanyaan 7 : Apakah diperbolehkan kita meng-Qadha shalat di waktu-waktu terlarang?*

*Jawab : Boleh, berdasarkan dalil,*

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ : قَالَ نَبِيُّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : " مَنْ نَسِيَ صَلَاةً، أَوْ نَامَ عَنْهَا، فَكَفَّارَتُهَا أَنْ يُصَلِّيَهَا إِذَا ذَكَرَهَا ".

Dari Anas bin Malik رضي الله عنه dari Nabiyullah ﷺ, beliau berkata, "Barangsiapa yang lupa shalat atau tertidur darinya maka kaffarahnya (tebusannya)
melaksanakan shalat tersebut apabila ia mengingatnya".
(H.R.Muslim).

Hadits ini menunjukkan kepada waktu yang umum. Apabila seseorang ingat shalatnya yang terluputkan dan tanpa kesengajaannya meninggalkannya seperti tertidur atau lupa, maka bersegeralah untuk dilaksanakan. Baik shalat wajib maupun shalat sunnah sebagaimana juga yang pernah Rasulullah ﷺ melaksanakannya seperti shalat sunnah rawatib Ba'diyah Dzuhur yang di Qadha setelah shalat Ashar sebagaimana hadits ummu Salamah yang diriwayatkan Al Bukhariy Muslim, dan Qabliyah Ashar (bukan rawatib) juga telah di Qadha setelah Ashar pula sebagaimana hadits Aisyah رضي الله عنها yang diriwayatkan Muslim.

Demikianlah pembahasan seputar permasalahan Udzur Syar'i yang dianggap oleh syari'at ini untuk dibenarkan meng-Qadha shalat baik untuk shalat wajib maupun shalat sunnah. Mudah-mudahan tulisan ini bermanfaat untuk Islam dan Muslimin. Aamin

وصلى الله على محمد النبى الأمي، و على آله وصحبه وسلم

Penulis
26 Rabiul Akhir 1438 H - 25 Januari 2017 M


*Faedah Di tulis oleh Al Ustadz Abu Abdillah Khair bin Zakariya Al Asyhiy حفظه الله Dan di Salin Ulang oleh Al Akh Abu Muslim Ahmad Al Asyhiy حفظه الله*


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hukum Belajar Di Jami'ah Islamiyyah Madinah

Menanggapi akan makruh nya istri memakai celana dalam

Berqurban Sesuai Dengan Sunnah Rosulullooh ﷺ